Definisi & Sejarah Lahirnya Bisnis Waralaba (Franchise) di Indonesia
Berbisnis dengan model bisnis waralaba telah menyebar ke Indonesia. Tetapi hanya sedikit orang yang tahu apa definisi waralaba dan bagaimana asal usul model bisnis ini hingga akhirnya mulai muncul di negara ini.
Waralaba berasal dari kata Latin "Francorum Rex" yang berarti "bebas dari keterikatan." Dalam berbagai literatur, kata "waralaba" berasal dari dialek Prancis kuno yang berarti "hak istimewa" atau "kebebasan". Bergantung pada asal kata, waralaba mencakup konsep kebebasan untuk memiliki bisnis.
Definisi waralaba
Waralaba berasal dari kata Latin "Francorum Rex" yang berarti "bebas dari keterikatan." Dalam berbagai literatur, kata "waralaba" berasal dari dialek Prancis kuno yang berarti "hak istimewa" atau "kebebasan". Bergantung pada asal kata, waralaba mencakup konsep kebebasan untuk memiliki bisnis.
Dalam bahasa Indonesia, Franchise diterjemahkan menjadi waralaba. Wara berarti "lebih" dan laba berarti "untung", dalam terjemahan bebas maknanya "lebih untung." Secara garis besar, waralaba adalah hak untuk menjual produk atau layanan.
Definisi skema waralaba didasarkan pada No. 71 (2019) Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Permendag RI) mengenai pelaksanaan prosedur waralaba, yang merupakan hak khusus yang dimiliki oleh individu atau badan hukum dalam suatu skema bisnis.
Peraturan tersebut juga menjelaskan bahwa sistem bisnis waralaba memiliki karakteristik bisnis dalam pemasaran produk atau layanan yang telah terbukti berhasil dan dapat digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Pada dasarnya, bisnis waralaba adalah perjanjian untuk membeli hak untuk menjual barang dan jasa dari pemilik bisnis. Pemilik bisnis biasanya disebut sebagai pemilik waralaba, dan pembeli lisensi bisnis adalah pemilik waralaba.
Dalam sebuah buku yang diterbitkan pada tahun 2004 berjudul ‘Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Suharno menjelaskan waralaba sebagai perjanjian tentang bagaimana barang dan jasa didistribusikan kepada konsumen.
Pada saat yang sama, pemilik waralaba memberi wewenang kepada pemilik waralaba untuk mendistribusikan barang dan jasa dengan nama dan identitas pemilik waralaba di area tertentu.
Pada saat yang sama, bisnis dilakukan sesuai dengan prosedur dan metode yang ditentukan oleh pemilik bisnis. Franchisor (Pemilik Usaha) membantu franchisee (Pembeli Lisensi Waralaba). Sebagai imbalannya, franchisee membayar sejumlah uang sebagai komisi awal atau royalti.
Pada saat yang sama, Gunawan Widjaja menerbitkan buku "Seri Hukum Bisnis: Lisensi", yang dirilis pada tahun 2001, yang memberikan hak kepada mitra bisnis atau pemegang waralaba untuk menggunakan hak kekayaan intelektual pemilik waralaba. Sebaliknya, pemilik waralaba menerima royalti rutin untuk penggunaan hak kekayaan intelektual.
Hak kekayaan intelektual sepenuhnya dikendalikan oleh pemilik waralaba (Franchisor) dan diberikan kepada pemilik waralaba (franchisee) untuk penggunaan komersial hanya untuk jangka waktu tertentu. Pemberian dan pelaksanaan hak-hak ini diatur oleh dan mengikat secara hukum dalam perjanjian lisensi waralaba.
Hak kekayaan intelektual tersebut dapat berupa merek dagang, merek layanan, hak cipta logo, desain industri, paten teknologi, atau rahasia dagang.
Selain memberikan hak-hak ini, isi perjanjian kerja sama biasanya juga mencakup kewajiban pemilik waralaba untuk memberikan bantuan dalam bentuk proses manufaktur, operasi, standar peralatan manufaktur, manajemen sumber daya manusia, dan manajemen keuangan.
Sejarah bisnis waralaba
Sistem waralaba didasarkan pada sejarah bisnis di Eropa. Pada Abad Pertengahan, raja memberi para bangsawan kekuatan untuk menjadi pemilik tanah dan menggunakan tanah di daerah tertentu. Dengan perjanjian adalah bahwa para bangsawan harus membayar pajak dan menghormati kerajaan, atau membayar royalti dalam sistem waralaba saat ini.
Serian Wijatno menceritakan dalam bukunya Pengantar Entrepreneurship, yang menceritakan kisah perjalanan bisnis waralaba yang dimulai di Jerman sekitar tahun 1840-an. Pada saat itu, pabrik menggunakan sistem waralaba di beberapa toko minuman untuk menjadi distributor eksklusif di daerah tersebut.
Serian Wijatno menceritakan dalam bukunya Pengantar Entrepreneurship, yang menceritakan kisah perjalanan bisnis waralaba yang dimulai di Jerman sekitar tahun 1840-an. Pada saat itu, pabrik menggunakan sistem waralaba di beberapa toko minuman untuk menjadi distributor eksklusif di daerah tersebut.
Tetapi berbagai sumber mengklaim bahwa sistem waralaba dimulai di Amerika pada tahun 1860-an.
Pada saat itu, Isaac Singer dari perusahaan mesin jahit Singer memulai bisnis waralaba untuk mesin jahitnya dan menandatangani perjanjian kerjasama waralaba.
Meskipun bisnisnya gagal, Singer adalah orang pertama yang memperkenalkan bentuk bisnis waralaba di Amerika Serikat.
Keberhasilan Isaac Singer mendirikan perusahaan mobil, gas dan listrik dengan model bisnis seperti ini pada tahun 1880, serta General Motors Industries. Hingga akhirnya pendiri Coca Cola John S. Pemberton mengikuti langkah ini. Pemberton menjual lisensi waralaba pertamanya pada tahun 1899.
Pada abad ke-20, bisnis waralaba menjadi tren bisnis di Amerika Serikat, didominasi oleh restoran cepat saji. Pada saat itu, A&W Root Beer pertama kali membuka restoran cepat saji waralaba pada tahun 1919.
Keberhasilan bentuk waralaba akhirnya menyebar ke banyak negara maju lainnya seperti Kanada, Inggris dan Jepang. Ini juga termasuk negara-negara berkembang seperti Meksiko, Malaysia dan Indonesia.
Waralaba di Indonesia
Di Indonesia, bisnis waralaba menjadi terkenal pada 1950-an ketika dealer mobil mulai memperoleh lisensi waralaba dari perusahaan bersangkutan. Ini kemudian dilanjutkan pada 1970-an ketika sistem lisensi tambahan diadopsi. Pada saat itu, pemilik waralaba bukan hanya distributor, tetapi juga memiliki hak untuk memproduksi kendaraan.
Dalam proses pengembangan, perusahaan yang beroperasi pada sistem waralaba tumbuh sangat pesat pada 1980-an. Sistem ini banyak digunakan oleh perusahaan makanan cepat saji asing untuk masuk ke negara tersebut. Beberapa di antaranya adalah ayam goreng Kentucky (KFC), PizzaHut, dan McDonald. Ada juga restoran di negara ini yang mengadaptasi sistem waralaba seperti Es Teller 77.
Dalam proses pengembangan, perusahaan yang beroperasi pada sistem waralaba tumbuh sangat pesat pada 1980-an. Sistem ini banyak digunakan oleh perusahaan makanan cepat saji asing untuk masuk ke negara tersebut. Beberapa di antaranya adalah ayam goreng Kentucky (KFC), PizzaHut, dan McDonald. Ada juga restoran di negara ini yang mengadaptasi sistem waralaba seperti Es Teller 77.
Ketika bisnis berkembang, pemerintah mengeluarkan peraturan untuk melindungi dan memberikan kepastian hukum. Peraturan aslinya adalah keputusan pemerintah No. 16 tahun 1997 tentang perjanjian waralaba dan perintah Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. RI 259 / MPP / KEP / 7/1997 tentang peraturan dan prosedur untuk pendaftaran waralaba.
Posting Komentar untuk "Definisi & Sejarah Lahirnya Bisnis Waralaba (Franchise) di Indonesia"