Adab-adab ketika Berbicara dengan Orang Lain
Hendaknya setiap muslim menjaga lidahnya sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad rahimahullah sesungguhnya Rasulullah bersabda:
إِِنَّ الرَّجلَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ يَضْحَكُ بِهَا جلَسَاءُهُ يَهْوِي بِهَا مِنْ أَبْعَدَ مِنَ
الثُّرَيَّا
"Ada
kalanya seseorang berbicara dengan suatu kata di mana orang disekelilingnya
tertawa dengan ucapannya, namun dengan kata tersebut dia terpelanting ke tempat
yang lebih jauh dari bintang tsuroyya". [1]
Baca juga : Definisi Hibah, Wasiat dan Waris dalam Syariat Islam
· Berbicaralah
dengan hal yang baik atau diam sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu
Hurairah radhiallahu anhu beliau berkata: Rasulullah bersabda:
مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْلِيَصْمُت
"Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka berbicaralah dengan baik
atau diam".[2]
· Berkata baik
merupakan salah satu pintu dari pintu-pintu shodakoh, hal ini sebagaimana
tersirat dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda:
كُلُّ سُلاَمَى
مِنَ النَّاسِ صَدَقَةٌ,كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ:يَعْدِلُ بَيْنَ
اثْنَيْنِ صََدَقَةٌ,وَيُعِيْنُ الرَّجُلَ عَلىَ دَابَّتِهِ فَيَحْمِلُ عَلَيْهَا
أَوْيَرْفَعُ مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَاْلكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ ...
"Setiap persendian tubuh manusia (membutuhkan) sodaqoh setiap
hari tatkala terbit matahari, berbuat adil di antara dua orang adalah sodaqoh,
menolong orang menunggangi hewan tunggangannya juga mengangkat barang bawaannya
adalah sodaqoh dan berbicara dengan kalimat yang baik adalah sodaqoh".[3]
Bahkan
orang yang berkata baik akan dijauhkan dari api neraka sebagaimana hadits yang
diriwayatkan oleh Adi' bin Hatim radhiallahu anhu bahwa Nabi bercerita tentang api neraka kemudian beliau memalingkan wajahnya
sambil minta perlindungan darinya, lalu bercerita tentang api neraka kemudian
beliau memalingkan wajahnya sambil minta perlindungan darinya, kemudian
bersabda:
ِاتَّقُوْا
النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
"Jagalah
diri kalian dari api neraka walau dengan sebelah kurma barang siapa yang tidak
mendapatkannya maka dengan ucapan yang baik". [4]
· Mendorong diri
sedikit berbicara, sebab banyaknya berbicara akan menyebabkan seseorang
terjerumus kedalam perbuatan dosa, hal
ini sebagaimana sabda Rasulullah :
وَإِنَّ
أَبْغَضَكُمْ إِلَّي وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مِجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
الثَّرْثَارُوْنَ
"Dan sesungguhnya orang yang paling aku dibenci dari kalian
dan paling jauh dariku di hari kiamat adalah orang yang banyak bicara".[5]
· Menjauhi perbuatan ghibah, sebagaimana firman Allah: وَلاَيَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا "Janganlah sebagian kalian menggunjing terhadap sebagian yang lain".[6]
Point Penting. Ghibah diperbolehkan pada enam tempat:
1. Diperbolehkan bagi orang yang terzalimi menceritakan kezaliman
orang lain kepada pemerintah dan hakim.
2. Bertujuan untuk merubah kemungkaran.
3. Meminta fatwa (Seperti halnya ia berkata Fulan menzalimiku dengan
ini dan itu).
4. Untuk mengingatkan dan menasehati kaum muslimin dari keburukan.
(dengan maksud menasehati).
5. Orang yang digibahi adalah seorang yang benar-benar menampakkan
kefasikan dan kebid'ahannya.[7]
6. Untuk memberikan keterangan kepada orang-orang (yang bertanya), bilamana orang tersebut terkenal dengan sebutan seperti bermata kabur, pincang dan buta, dan diharamkan memberikan keterangan itu dengan tujuan menghinakannya.[8]
Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan
dalam ghibah yang diperbolehkan, diantaranya adalah:
1. Niat ikhlas hanya untuk mencari keridho’an Allah semata.
2. Berusaha untuk tidak menyebutkan nama orang tertentu semaksimal
mungkin.
3. Mengingatkan seseorang dengan apa yang diperbolehkan baginya.
4. Berkeyakinan bahwa tidak akan ada kerusakan lebih besar yang diakibatkan oleh point-point penting yang disebutkan di atas.
Sebab-sebab yang mendorong seseorang berbuat
ghibah:
1. Menyalurkan kemarahan, hendaknya ia ingat akan sabda Nabi :
مَنْ كَظَمَ
غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّوَجَلَّ عَلَى
رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ اْلحُوْرِ
مَاشَاءَ
"Barang
siapa yang menahan kemarahan, padahal dia mampu untuk melakukannya maka Allah I
akan menyerunya atas di hadapan seluruh manusia pada hari kiamat, untuk memilih
bidadari yang dikehendakinya".[9]
2. Menyesuaikan diri dalam pergaulan dan sengaja mengada-adakan sikap
baik kepada teman. Hendaklah dia mengingat akan sabda Nabi :
وَمَنِ
اْلتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللهِ وَكََلَهُ اللهُ إِلَى النَّاسِ
"Barangsiapa
mencari kerelaan manusia dengan (berbuat sesuatu yang) dibenci oleh Allah maka
Allah pasti menyerahkan urusannya kepada manusia".[10]
3. Hendak meninggikan derajat dirinya dengan cara mengejek orang
lain. Obat bagi orang yang memiliki sifat tersebut adalah mengetahui
bahwasannya apa-apa yang dimiliki oleh Allah adalah lebih baik dan lebih kekal.
4. Bersenda gurau dan bercanda. Rasulullah rbersabda:
وَيْلٌ لِلَّذِي
يُحَدِّثُ فَيَكْذِبَ لِيَضْحَكَ بِهِ اْلقَوْمُ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
"Celaka
bagi orang yang berkata kemudian berbohong supaya orang-orang tertawa, maka
celaka baginya, maka celaka baginya".[11]
5. Iri dengki, Rasulullah bersabda:
لاَ
يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ:اَْلإِيْمَانُ وَاْلحَسَدُ
"Tidaklah berkumpul dalam hati seorang
hamba: iman dan sifat dengki.[12]
6. Menisbatkan sesuatu pada orang lain dengan maksud membersihkan
diri darinya.
7. Banyak waktu yang kosong.
8. Untuk mendekatkan diri kepada pemimpin dan penguasa.
Baca juga : Hukum Halal Haram Mengucapkan Selamat Natal Menurut 4 Madzhab
Beberapa
perkara yang tidak dikategorikan sebagai ghibah padahal ia adalah bukan ghibah
1. Seseorang terkadang berbuat ghibah tetapi apabila dibantah dia
berkata: (Saya siap mempertegas ucapan tersebut di hadapannya).
2. Perkataan orang di depan halayak ramai tatkala menceritakan
seseorang (Kita berlindung pada Allah dari kurangnya rasa malu) atau (Fulan
demi Allah melewati batas).
3. Perkataan seseorang, orang itu terkena musibah dengan ini (lalu
menceritakan kejelekannya).
4. Menganggap enteng membicarakan kejelekan orang yang berbuat
maksiat.
·
Menjauhi
perbuatan mengadu domba sebagaimana sabda Rasulullah r:
لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ قَتَّاتٌ
"Tidak
akan masuk surga orang yang mengadu domba".[13]
Point Penting. Enam perkara yang harus
diperhatikan oleh orang yang menerima namimah:
1. Tidak membenarkannya.
2. Melarang dan menasehati (pelaku namimah) agar dia menjauhi perbuatan
tersebut
3. Membencinya karena Allah sebab hal tersebut dibenci oleh Allah I.
4. Tidak berprasangka buruk pada saudaranya yang tidak ada di
hadapannya.
5. Tidak memata-matai dan mencari kesalahan orang lain.
6. Dia tidak merelakan bagi dirinya apa-apa yang telah dilarangnya
(dari perbuatan namimah) tentang pribadinya, maka janganlah menceritakan
perbuatan namimah orang tentang dirinya ia berkata: Fulan mengisahkan padaku
seperti itu kemudian jadilah ia seorang pengadu domba.
· Dilarang
menceritakan setiap pembicaraan yang didengar, sebagaimana sabda Rasulullah :
كَفَى
بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَاسَمِعَ
"Cukuplah
bagi seseorang berbuat dosa dengan menceritakan setiap apa yang
didengarnya".[14]
·
Jauhilah berbuat
bohong, sebagaimana firman Allah I:
يَاأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آَمَنُوْا اتْقُوْا اللهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّدِقِيْن
"Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada
Allah dan jadilah kalian bersama-sama orang yang benar .[15]
Selain itu, terdapat hadits riwayat Samurah bin Jundab radhiallahu
anhu tentang mimpi Nabi r
beliau bersabda:
"… Akan tetapi malam itu aku bermimpi melihat dua orang laki-laki datang kepadaku kemudian mereka berdua memegang kedua tanganku dan membawaku keluar pergi ke tanah suci, tatkala itu ada seseorang yang sedang duduk dan yang lain berdiri, sementara ditangannya terdapat besi yang ujungnya bengkok. Sebagian teman-teman kami meriwayatkan dari Musa hadits riwayat musa dengan lafaz "bahwa dia memasukkan besi tersebut ke bagian mulutnya sehingga menembus kepalanya yang bagian belakang, kemudian melakukannya kembali ke bagian mulut yang lain seperti apa yang dilakukan sebelumnya, akhirnya bagian mulutnya menjadi menyatu, namun tatkala mulutnya kembali seperti sediakala, dia kembali mengulangi perbuatannya. Aku berkata: "Apa ini?" Mereka berdua menjawab pergilah …) Diakhir hadits ini Rasulullah r berkata pada kedua orang tersebut:" Pada malam ini kalian telah membawaku berkeliling, maka beritahukanlah kepadaku tentang apa yang telah aku lihat. Mereka berdua berkata: Adapun orang yang engkau lihat merobek mulutnya, maka orang itu adalah pembohong, ia mengada-adakan kebohongan kemudian menanggung akibatnya hingga ke ujung dunia sampai hari kiamat….)[16]
Diperbolehkan
berbohong dalam tiga tempat:
1. Mendamaikan manusia.
2. Berbohong dalam peperangan.
3. Perkataan suami terhadap Istrinya dan perkataan istri terhadap suaminya. Adapun dalil diperbolehkannya hal tersebut adalah sabda Rasulullah :
لاَ أَعُدُّهُ كَاذِبًا الرَّجُلُ يُصْلِحُ
بَيْنَ النَّاسِ, يَقُوْلُ اْلقَوْلَ وَلاَ يُرِيْدُ بِهِ إِلاَّ اْلإْصْلاَحَ,
وَالرَّجُلُ يَقُوْلُ فِي اْلحَرْبِ, وَالرَّجُلُ يُحَدِّثُ
اْمرَأَتَهُ وَالْمَرْأَةُ تُحَدِّثُ زَوْجَهَا
"Aku tidak menganggap berbohong seorang yang (berbohong)
untuk mendamaikan perselisihan antara manusia, yaitu dengan mengatakan satu
perkataan yang bohong di mana dia tidak menghendaki dengannya kecuali
perdamaian, juga seorang laki-laki yang berkata bohong dalam peperangan dan
seorang suami yang berkata bohong kepada Istrinya, dan seorang istri yang
berbohong kepada suaminya ".[17]
· Dilarang berkata kotor dan berbuat kotor, serta setiap perkataan
yang keji. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits:
لَمْ يَكُنِ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاحِشًا وَلاَ مُتَفحِّشًا
"Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bukanlah seorang yang berkata kotor dan berbuat
kotor".[18]
· Keutamaan orang
yang meninggalkan berdebat walaupun dia benar. sebagaimana sabda Rasulullah :
أَنَا زَعِيْمٌ
بِبَيْتٍ فَي رَبََضِ اْلجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا
"Aku adalah pemimpin pada sebuah
tempat di surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia
benar". [19]
Al Miro' adalah jidal/berdebat.
· Dilarang membuat
orang tertawa dengan cara berbohong. sebagaimana sabda Rasulullah :
وَيْلٌ ِللَّذِي
يُحَدِّثُ فَيَكْذِبَ لِيَضْحَكَ بِهِ الْقَوْمِ وَيْلٌ لَهٌ وَيْلٌ لَهُ
"Celaka
orang yang berbicara kemudian berbohong supaya orang-orang menertawakannya celaka
baginya, celaka baginya".[20]
Semestinya seseorang meninggalkan banyak tertawa, sebagaimana
sabda Rasulullah r:
لاَ
تُكْثِرُوْا مِنَ الضَّحِكِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ الْقَلْبَ
"Janganlah kalian banyak tertawa sebab banyak tertawa
menyebabkan matinya hati".[21]
· Apabila seseorang berbicara dengan saudaranya kemudian dia menoleh kepadanya maka itu adalah amanah sebagaimana sabda Rasulullah :
إِذَا
حَدَّثَ الَّرجُلُ بِاْلحَدِيْثِ ثُمَّ اْلتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ
"Bilamana seorang membicarakan sesuatu kemudian dia menoleh
kepadanya maka itu adalah amanah".[22]
· Mendahulukan
orang yang lebih tua dalam berbicara, dan berbicara harus dengan suara yang
terang dan tidak rendah serta harus dengan kalimat yang jelas yang dapat
dipahami oleh semua orang dengan tidak mengada-ada dan berlebih-lebihan.
· Tidak memotong
pembicaraan orang lain, sebagaimana yang diceritakan tentang Nabi yang berbicara dengan kaumnya lalu masuk kepadanya seorang badui, kemudian
bertanya kepadanya tentang hari kiamat, namun Rasulullah tetap meneruskan
pembicaraannya bersama para shahabat, setelah selesai beliau berkata: “Manakah
orang yang sebelumnya bertanya tentang hati kiamat?, maka barulah beliau
menjawab pertanyaan orang tersebut.[23]
Baca juga : Hukum Ucapan Selamat Natal Menurut Fatwa Al-Azhar Mesir, Majlis Fatwa Eropa dan MUI
· Berbicara dengan
pelan-pelan dan tidak pula tergesa-gesa, sebagaimana diceritakan tentang Nabi r
bahwa apabila beliau bicara dengan tentang sesuatu, seandainya ada
orang yang menghitung ucapannya nya niscaya dia bisa terhitung).[24]
Dan Rasulullah r
tidak berbicara secara terus menerus, beliau bicara dengan suatu kalimat yang
dan dan terperinci sehingga orang yang mendengarnya menjadi hafal.[25]
· Berbicara dengan suara, pelan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: وَاغْضُضْ مِنْ َصوِْتكَ
"Pelankanlah suaramu". [26]
· Menjauhi
kata-kata yang haram, seperti mengkafiran orang lain, bersumpah dengan selain
nama Allah, perkataan seseorang: “Celaka manusia”, bersumpah dengan thalak
serta mencaci maki masa.
· Meninggalkan
mementingkan diri sendiri dalam berbicara.
· Tidak menceritakan tentang pribadi untuk membanggakan diri sendiri sebagaimana firman Allah:
فَلاَ تُزَكُّـوا أَْنفُسَكُمْ
"Maka Janganlah kamu
mengatakan dirimu suci". "[27].
· juga
tidak mengagungkan diri sendiri dengan mengatakan aku, kami berpendapat dan
sebagainya.
· Menjaga
perasaan orang lain, Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata: “Di antara mereka ada
orang yang dirasuki oleh dorongan semangatnya (ruh) ini adalah keadaan yang
berat lagi dibenci, dia adalah wujud akal yang tidak pantas berbicara untuk
memberikan manfaat bagimu, atau tidak bisa berdiam dengan baik sehingga bisa
mengambil pelajaran darimu, serta tidak mengetahui dirinya sendiri sehingga
bisa menempatkan dirinya pada tempatnya.
· Tidak
mengungkapkan cacian kepada khalayak.
· Hendaknya ia
meninggalkan beberapa hal di bawah ini:
q Banyak bertanya dan sengaja mengada-ada pertanyaan tersebut sebagaimana
sabda Nabi :
وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًاوَمِنْهَا
َكثْرَةُ السُّؤَالِ
"Dan
membenci tiga hal dari kalian salah satunya adalah cerewet dalam
bertanya".[28]
q Tergesa-gesa memberikan jawaban.
q Tergesa-gesa memberikan pendapat, baik dalam hal yang kecil atau
yang besar.
q Sibuk mengahadapi orang-orang randah dan hina.
q Berbicara tidak sesuai dengan keadaan.
q Berbicara yang tidak keruan sebagaimana hadits Rasulullah r:
منْ
حُسْنِ إِسْلاَمِ اْلمَرْءِ َترْكُهُ
مَالاَ يَعْنِيْهِ
"Dari
kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak ada
manfaatnya".[29]
q Berbicara disamping orang yang tidak menyukainya.
q Mengulang-ulangi omongan.
q Meninggikan diri terhadap orang yang mendengarkan omongan.
q Tidak mendengarkan orang lain yang berbicara dengan baik.
q Menganggap remeh terhadap pembicaraan orang lain.
q Meminta orang lain untuk mempercepat menyelesaikan perkataannya.
q Meninggalkan orang padahal seseorang belum menyelesaikan
perkataannya.
q Tergesa-gesa memvonis orang yang berbicara sebagai pembohong.
q Menyepelekan perkataan orang yang masih muda belia.
q Tergesa-gesa menyebarkan suatu berita sebelum nampak fakta yang
kongkrit (tentang kebenaran berita tersebut) dan belum jelas manfaat
menyebarkannya.
q Mendengarkan dan menerima perkataan orang secara langsung tanpa
menyaring dan menseleksi kebenaran berita tersebut.
q Kasar dalam memanggil orang. Allah I
berfirman:
وَقُلْ
لِعِبَادِي يَقُوْلُ الَّتيِ هِيَ أَحْسَن,إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِغُ بَيْنَهُمْ
وَإِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ ِلِْلإِنْسَانِ عَُدًّوا مُبِيًْا
"Katakanlah kepada
hamba-hambaku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang baik (benar),
sesungguhnya syaitan menimbulkan perselisihan diantara mereka, sesungguhnya
syaitan merupakan musuh yang nyata bagi manusia".[30]
Allah berfirman dalam ayat lain
وَقُوْلُوْا ِللنَّاسِ حُسْنًا
"Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada
manusia".".[31]
q Kasar dalam mencela.
q Tidak mengetahui adab berdiskusi.
q Tidak menghiraukan perasaan orang lain.
q Bersikap apriori terhadap teman bicara.
q Bergaya bahasa menantang dan menyerang.
q Masa bodoh dengan nama
teman bicara.
q Mengabaikan prinsif-prinsif yang benar.
q Ngotot dengan kesalahan dan enggan kembali kepada yang hak.
q Tidak menguasai materi diskusi.
q Memvonis saat diskusi berlangsung.
q Bercabang dalam judul pembicaraan dan keluar dari fokus semula.
q Senang membantah dan bertentangan.
q Tenggelam dalam membicarakan sesuatu yang tidak bermanfaat.
q Banyak saling mencela.
q Banyak mengeluh kepada orang-orang.
q Banyak membicarakan tentang perempuan.
q Banyak bermain-main/senda gurau.
q Banyak bercanda.
q Banyak bersumpah, Allah berfirman:
وَاحْفَظُوْا أَيْمَانَكُمْ
Jagalah sumpah-sumpah kalian".[32]
q Mencri-cari kesalahan
teman duduk.
q Menampakkan kebosanan terhadap teman duduk.
q Membebankan teman duduknya untuk melayaninya.
q Melakukan suatu hal yang bertentangan dengan rasa di dalam majlis
seperti membersihkan gigi dengan tusuk gigi, meludah di hadapan orang banyak,
terbahak-bahak, dan memain-mainkan kumis serta jenggot.
q Melakukan kemungkaran di dalam majlis.
q Menghadiri majlis yang di dalamnya terdapat kemungkaran dan
menemani mereka melakukan hal tersebut.
q Duduk dengan posisi yang tidak mencerminkan sopan santun.
q Duduk di tengah-tengah lingkaran orang banyak.
q Memaksakan diri berbicara secara fasih sebagaimana Rasulullah bersabda:
سَيَكُوْنُ قَوْمٌ
يَأْكُلُوْنَ بِأَلْسِنَتِهِمْ كَمَا تَأْكُلُ الْبَقَرَةُ مِنَ اْلأَرْضِ
"Akan
ada suatu kaum dimana mereka makan dari hasil lisan-lisan mereka sebagaimana
sapi memakan makanan dari bumi".[33]
Baca juga : Hukum Mengucapkan Selamat Natal Menurut Dr. Said Ramadhan Al-Buthi
q Janganlah membawa suatu perkataan apabila engkau tidak bisa membawakannya
seperti yang sebenarnya".
q Senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk menutup aib saudara
semuslim, hal ini sebagaimana di beritakan oleh Rasulullah :
لاَ
يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
"Tidaklah
seorang hamba menutupi aib hamba yang lainnya di dunia melainkan Allah akan
menutupi aibnya di hari kiamat nanti".[34]
q Menjaga agar tidak menamai dengan gelar-gelar yang jelek sebagaimana Allah berfirman:
وَلاَ تَنَابَزُوْا بِاْلأَلْقَابِ
"Janganlah kamu panggil-memanggil dengan memakai gelar-gelar yang buruk".[35]
dan firman Allah pula:
وَيْلٌ
ِلكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
"Celaka
bagi pengumpat lagi pencela"[36]
Rasulullah bersabda:
بِحَِسَبٍ
اْمرِئٍ مِنَ الشَّـرِّ أَنْ َيحْقِـرَ أَخَاهُ اْلمُسْلِمَ
"Cukuplah seseorang berbuat dosa yaitu mengejek saudaranya
yang muslim".[37]
o Apabila seseorang berbicara dengan suatu kaum, maka tidak boleh
baginya mengarahkan pandangannnya kepada orang tertentu tanpa yang lainnya.
o Apabila seseorang salah dalam mengatakan suatu perkataan walaupun
perkataan itu mengandung kekufuran dimana lisannya ceroboh dengan ucapan
tersebut, maka janganlah perkataan tersebut dijadikan sebagai modal untuk
menjelekannya. Dalil yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan
oleh imam Muslim bahwasanya Rasulullah r
bersabda:
ِللهِ أَشَدُّ
فَرَحًا بَتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِيْنَ يَتُوْبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ
عَلىَ رَاحِلَتِهِ بِأَرْضٍ فَلاَةٍ, فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا َطعَامُهُ
وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا, وَقَدْ
أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَاِلكَ إِذَا هُوَبِهَا قَاِئمَةً
عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ُثمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ اْلفَرْحِ: اَللَّهُمَّ
أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ اْلفَرَحِ
"Sesungguhnya Allah lebih gembira dengan taubat seorang hambaNya tatkala ia bertaubat kepadaNya dari seseorang yang bersama hewan tunggangannya di suatu padang yang luas, kemudian hewan itu menghilang darinya sedangkan makanan dan minumannya ada padanya. Lalu ia merebahkan badannya dibawah pohon karena telah putus asa dengan hewannya itu. Namun, tatkala dia bangun, tiba-tiba hewan tersebut berdiri dihadapannya, kemudian ia mengambil tali pengikatnya sambil berkata dengan perasaan yang sangat bahagia: “Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhanMu”, Ia salah mengucapkannya karena kegembiraannya".[38]
[1] HR. Ahmad dalam kitab Al
Musnad no:8967
[2] HR Bukhari no:6018
[3] HR Bukhari no:2989 Muslim
no:1009
[4] HR Bukhari no:6563 Muslim
no:1016
[5] HR.At Tirmidzi no: 2018 dari hadits Jabir r.a dengan memakai
lafadz dari beliau
[6] QS. Al Hujurat:12
[7] Imam Bukhari
mengemukakan dalil diperbolehkannya menceritakan orang yang berbuat kerusakan
dan kesyirikan dengan sabda Rasulullah r
ketika menceritakan Ainah bin Hisan tatkala ia meminta izin kepada Nabi r untuk bertemu dengan beliau saat
itu beliau berkata :Sejelek-jeleknya saudara keluarga.
[8] Pengarang kitab Al
Mukhtar dari golongan Hanafiyah berkata: ولا غيبة
لأهل القرية
(Tidak ada ghibah pada penduduk kampung) . Adab As Syariyyah
Ibnu Muflih Juz 1 Hal 274
[9] HR.Abu Daud no: 3997 dan
dihasankan oleh Al Albani
[10] HR.At-Tirmidzi no: 1967
dihasankan oleh Al Albani
[11] HR.Abu Daud no:4990
dan dihasankan oleh Al Albani
[12] HR.Shohih Al jami' 7620
[13] HR. Bukhari no: 6056
Muslim no:105
[14] HR.Muslim no:5 dan
lafadz hadits darinya
[15] QS.At-Taubah(10):119
[16] HR Bukhari no:1386
dan Ahmad no:19652
[17] HR. Abu Daud no:
4921dan dishohehkan oleh Al Albani
[18] HR.Bukhari no:3559
[19] HR.Abu daud no:4800
dan dihasankan oleh Al Albani
[20] HR.Abu daud no: 4990
dan dihasankan oleh Al Albani
[21] HR.Ibnu Majah
no:4193 dan di shohehkan oleh Al Albani
[22] HR. Abu daud no:4878
dan dihasankan oleh Al Albani
[23] HR. Bukhari no:59
[24] HR. Bukhari no:3568
[25] HR. Ahmad no:25677
[26] QS. Lukman:19
[27] QS. An Najm:32
[28] HR.Muslim no:1715
Ahmad juz 2 hal 27
[29] HR.At-Turmudzi no:1887dan
dihasankan Al Albani
[30] QS. Al Isra:53
[31] QS. Al Baqoroh:83
[32] QS.. Al Maidah(
4):89)
[33] HR.Shohih Al Jami'
[34] HR.Shohih Al Jami'
[35] QS.Al Hujurat:11
[36] QS Al Humazah:1
[37] HR.Shohih Al Jami'
[38] HR. Muslim no:2747
kitab At Taubah
Baca juga : Adab ketika sedang di Kajian atau Majlis Ilmu
Posting Komentar untuk "Adab-adab ketika Berbicara dengan Orang Lain"