Kitab Turats vs Modern
Saya melihat bahwa masing-masing kitab baik turtas ataupun modern, sama-sama punya kelebihan sekaligus kekurangan.
Bagi pelajar pemula, baca kitab turats itu pastinya sulit sekali. Harus ada guru yang amat menguasai kitab turats itu untuk menjelaskan.
Berbeda dengan kitab modern. Biasanya disusun lebih sistematis, dengan pilihan gaya bahasa yang mudah dipahami oleh mereka yang baru belajar bahasa Arab sekalipun.
Baca juga : Kitab Hadits vz Kitab Fiqih
Waktu kuliah di LIPIA dulu, saya mengalami belajar dengan dua versi kitab itu. Ketika masih di jenjang paling dasar yaitu kelas persiapan bahasa, saya tidak diberikan kitab turats. Tapi diberikan semacam makalah atau disebut dengan 'mudzakkirah'.
Bentuknya hanya fotokopian 50-an halaman, dengan huruf yang besar-besar dan jarang-jarang. Judulnya makalah Tafsir, Hadits atau Ushul Fiqih. Semua berbahasa Arab, tapi bukan kitab turats.
Ada juga sih kitab turats semasa i'dad, yaitu Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib. Kitab fiqih karya Abu Syja' Al-Asfahani. Tapi memang kitab mini, super tipis, dengan bahasa yang mudah, dan singkat sekali.
Di pesantren, kitab ini dipelajari anak Tsanawiyah. Bedanya dengan di LIPIA, yang ngajar kitab ini doktor Al-Azhar pakai pengantar bahasa Arab. Yang keren bukan kitabnya, tapi yang ngajar. Kalau kitabnya, kita sudah kenal sejak kecil.
Maka jadilah kitab fiqih dasar itu jadi tambah keren ketika dibahas oleh pakar di bidangnya. Banyak hal yang dulu tidak bisa dijelaskan oleh ustadz di pesantren yang justru baru terbuka lebar bersama pakarnya.
Bayangkan kalau pakar-pakar itu kemudian menuliskan semua penjelasan mereka dalam sebuah buku tersendiri. Bukunya tentu tidak terhitung sebagai kitab turats, masuknya bergenre kitab modern. Tapi isinya bagus banget dan sangat rekomended.
Baca juga : Pengertian Jinayah Menurut Bahasa dan Istilah
Salah satunya adalah karya Dr. Wahbah Az-Zuhaili : Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu.
Posting Komentar untuk "Kitab Turats vs Modern"