Kondisi Manusia di Alam Barzah
Adakah dari kita yang tidak mengetahui bahwa suatu ketika akan datang kematian pada kita. Allah Ta’ala telah berfirman, yang artinya, “Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian. Dan kami benar-benar akan menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan, dan kepada kamilah kalian akan dikembalikan.” (QS. Al Anbiyaa’: 35).
Ya, setiap dari kita insya Allah telah
menyadari dan menyakini hal ini. Tetapi kebanyakan orang telah lalai atau
bahkan sengaja melalaikan diri mereka sendiri. Satu persatu orang yang kita
kasihi telah pergi (meninggal-ed) tapi seakan-akan kematian mereka tidak
meninggalkan faidah bagi kita, kecuali rasa sedih akibat kehilangan mereka.
Baca juga : Menjawab Tuduhan Seputar Hukum Jinayah
Saudariku, kematian adalah
benar adanya. Begitu pula dengan kehidupan setelah kematian. Kehidupan akhirat,
inilah yang seharusnya kita tuju. Kampung akhiratlah tempat kembali kita. Maka
persiapkanlah bekal untuk menempuh jauhnya perjalanan. Allah Ta’ala berfirman,
yang artinya, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan hanya permainan
dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi
orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al An’am:
32)
Ketahuilah wahai hamba Allah! Bahwa kuburan adalah
persinggahan pertama menuju akhirat. Orang yang mati, berarti telah mengalami
kiamat kecil. Apabila seorang hamba telah dikubur, akan diperlihatkan kepadanya
tempat tinggalnya nanti pada pagi hari, yakni antara waktu fajar dan terbit
matahari, serta waktu sore, yakni antara waktu dzhuhur hingga maghrib. Apabila
ia termasuk penghuni Jannah, akan diperlihatkan tempat tinggalnya di Jannah,
dan apabila ia termasuk penghuni Naar, akan diperlihatkan tempat tinggalnya di
neraka.
Fitnah Kubur
Fitnah secara bahasa berarti
ujian (ikhtibaar), sedangkan secara istilah fitnah kubur adalah
pertanyaan yang ditujukan kepada mayit tentang Rabbnya, agamanya dan Nabinya.
Hal ini benar berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah. (Lihat Syarah Lum’atul
I’tiqod hal 67, syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin)
Diriwayat oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Al
Barra’ bin ‘Azib bahwasanya ketika seorang mayit telah selesai dikuburkan dan
dihadapkan pada alam akhirat, maka akan datang padanya dua malaikat (yaitu
malaikat Munkar dan Nakir) yang akan bertanya kepada sang mayit tiga
pertanyaan.
Pertanyaan pertama, “Man Robbuka?” … Siapakah Robbmu?
Kedua, “Wa maa diinuka?” … dan apakah agamamu?
Ketiga, “Wa maa hadzaar rujululladzii bu’itsa fiikum?” … dan siapakah
orang yang telah diutus di antara kalian ini?
Tiga pertanyaan inilah yang
disebut dengan fitnah kubur. Oleh karena itu, tiga pertanyaan pokok ini
merupakan masalah besar yang penting dan mendesak untuk diketahui. Wajib bagi
setiap manusia untuk mengetahui, meyakini dan mengamalkan hal ini, baik secara
lahir maupun bathin. Tidak seorang pun dapat beralasan untuk tidak mengetahui
tiga hal tersebut dan tidak mempelajarinya. Bahkan ketiga hal ini harus
dipelajari sebelum hal lain. Perhatikanlah hal ini wahai saudariku!
Tiga pertanyaan ini juga awal dari nikmat dan
siksaan di alam kubur. Orang-orang yang bisa menjawab adalah orang-orang yang
paham, yakin dan mengamalkannya selama hidup sampai akhir hayat dan meninggal
dalam keimanan. Seorang mukmin yang bisa menjawab ketiga pertanyaan, maka dia
akan memperoleh nikmat kubur. Adapun orang kafir yang tidak bisa menjawabnya,
maka dia akan dihadapkan kepada adzab kubur.
Saudariku, Allah Ta’ala telah berfirman dalam Al
Qur’an surah Ibrahim 27, yang artinya, “Allah Meneguhkan (iman) orang-orang
yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat, dan Allah akan Menyesatkan orang-orang yang dzalim dan Memperbuat apa
yang Dia kehendaki.”
Menurut Ibnu Katsir yang
dimaksud dengan “ucapan yang teguh” adalah seorang mukmin akan teguh di atas
keimanan dan terjaga dari syubhat dan ia akan terjaga di atas keimanan.
Sedangkan di akhirat, ia akan meninggal dalam keadaan husnul khatimah
(dalam keadaan beriman) dan bisa menjawab tiga pertanyaan.
Kita memohon kepada Allah semoga Dia meneguhkan iman kita ketika masih hidup
dan ketika akan meninggal dunia. Meneguhkan kita ketika menjawab ketiga
pertanyaan serta ketika dibangkitkan kelak di akhirat. Keteguhan iman di dunia
dan akhirat, inilah hakikat kebahagiaan yang sesungguhnya.
Baca juga : Ruang Lingkup Jinayat
Bentuk-Bentuk Siksa Kubur
Saudariku, telah disebutkan
bahwa seorang yang kafir akan disiksa karena tidak bisa menjawab ketiga
pertanyaan. Akan tetapi, bukan berarti seorang mukmin pasti akan terlepas dari
adzab kubur. Seorang mukmin bisa saja diadzab disebabkan maksiat yang
dilakukannya, kecuali bila Allah mengampuninya.
Syaikh Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad Ath Thahawi berkata dalam kitabnya Aqidah
Ath-Thahawiyah, “Kita mengimani adanya adzab kubur bagi orang yang berhak
mendapatkannya, kita mengimani juga pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir
kepadanya di dalam kubur tentang Rabbnya, agamanya, dan Nabinya berdasar kabar
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para sahabat ridhwanallahu
‘alaihim ajma’in. Alam kubur adalah taman-taman jannah atau kubangan Naar.”
Di antara bentuk-bentuk adzab kubur dan kriteria
orang yang mengalaminya:
1. Dipecahkan
kepalanya dengan batu, kemudian Allah tumbuhkan lagi kepalanya, dipecahkan lagi
demikian seterusnya. Ini adalah siksa bagi orang yang mempelajari Al-Qur’an
lalu tidak mengamalkannya dan juga siksa bagi orang yang meninggalkan
sholat wajib.
2. Dibelah
ujung mulut hingga ke belakang kepala, demikian juga hidung dan kedua matanya.
Merupakan siksa bagi orang yang pergi dari rumahnya di pagi hari lalu berdusta
dan kedustaannya itu mencapai ufuk.
3. Ada kaum
lelaki dan perempuan telanjang berada dalam bangunan menyerupai tungku.
Tiba-tiba datanglah api dari bawah mereka. Mereka adalah para pezina lelaki dan
perempuan.
4. Dijejali
batu, ketika sedang berenang, mandi di sungai. Ini merupakan siksa bagi orang
yang memakan riba.
5. Kaum yang
separuh jasadnya bagus dan separuhnya lagi jelek adalah kaum yang mencampurkan
antara amal shalih dengan perbuatan jelek, namun Allah mengampuni perbuatan
jelek mereka.
6. Kaum yang
memiliki kuku dari tembaga, yang mereka gunakan untuk mencakari wajah dan dada
mereka. Mereka adalah orang-orang yang suka memakan daging orang lain
(menggunjing) yakni membicarakan aib mereka.
Adzab dan nikmat kubur adalah benar adanya
berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah dan ‘ijma ahlu sunnah. Nabi shallahu ‘alaihi
wasallam selalu memohon perlindungan kepada Allah dari adzab kubur dan
memerintahkan umatnya untuk melakukan hal itu. Dan hal ini hanya diingkari oleh
orang-orang Mulhid (atheis). Mereka mengatakan bahwa seandainya kita
membongkar kuburan tersebut, maka akan kita dapati keadaannya seperti semula.
Namun, dapat kita bantah dengan dua hal:
1. Dengan
dalil Al Qur’an dan Sunnah dan ‘ijma salaf yang menunjukkan tentang adzab
kubur.
2. Sesungguhnya
keadaan akhirat tidak bisa disamakan dengan keadaan dunia, maka adzab atau
nikmat kubur tidaklah sama dengan apa yang bisa ditangkap dengan indra di
dunia. (Diringkas dari Syarah Lum’atul I’tiqod, hal 65-66)
Banyak hadits-hadits mutawatir
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pembuktian adzab dan
nikmat kubur bagi mereka yang berhak mengecapnya. Demikian juga pertanyaan
Munkar dan Nakir. Semua itu harus diyakini dan diimani keberadaannya. Dan kita
tidak boleh mempertanyakan bagaimananya. Sebab akal memang tidak dapat memahami
bentuk sesungguhnya. Karena memang tak pernah mereka alami di dunia ini.
Ketahuilah, bahwa siksa kubur
adalah siksa di alam Barzakh. Barangsiapa yang mati, dan berhak mendapatkan
adzab, ia akan menerima bagiannya. Baik ia dikubur maupun tidak. Meski dimangsa
binatang buas, atau terbakar hangus hingga menjadi abu dan bertaburan dibawa
angin; atau disalib dan tenggelam di dasar laut. Ruh dan jasadnya tetap akan
mendapat siksa, sama seperti orang yang dikubur. (lihat Tahdzib Syarh Ath
Thahawiyah, Syaikh Abdul Akhir Hammad al Ghunaimi)
Apakah Adzab Kubur terjadi terus-menerus atau
kemudian berhenti ?
Maka jawaban untuk pertanyaan ini ada dua macam:
Pertama, untuk orang kafir yang tidak
bisa menjawab ketiga pertanyaan, maka adzab berlangsung terus-menerus.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya, “Kepada mereka ditampakkan
neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat (Dikatakan pada
malaikat): Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras.”
(QS. Ghafir: 46)
Demikian juga dalam hadits Al Barra’ bin ‘Azib
tentang kisah orang kafir, “Kemudian dibukakan baginya pintu Naar sehingga
ia dapat melihat tempat tinggalnya di sana hingga hari kiamat.” (HR. Imam
Ahmad)
Kedua, untuk para pelaku maksiat yang
ringan kemaksiatannya, maka adzab hanya berlangsung beberapa waktu kemudian
berhenti. Mereka disiksa sebatas dosanya, kemudian diberi keringanan. (lihat Tahdzib
Syarh Ath Thahawiyah, Syaikh Abdul Akhir Hammad al Ghunaimi)
Saudariku, semoga Allah
Melindungi kita dari adzab kubur dan memudahkan perjalanan setelahnya. Seringan
apapun adzab kubur, tidak ada satupun dari kita yang sanggup menahan
penderitaannya. Begitu banyak dosa telah kita kerjakan… maka jangan sia-siakan
waktu lagi untuk bertaubat. Janganlah lagi menunda berbuat kebaikan. Amal
perbuatan kita, kita sendirilah yang akan mempertanggungjawabkannya dan
mendapatkan balasannya. Jika bukan kita sendiri yang beramal shalih demi
keselamatan dunia dan akhirat kita, maka siapa lagi ???
Baca juga : Fatwa Akad Jual Beli Mobil Bekas
Sungguh indah nasihat Yazid Ar Riqasyi rahimahullah yang dikatakannya pada dirinya sendiri, “Celaka engkau wahai Yazid! Siapa yang akan mendirikan shalat untukmu setelah engkau mati? Siapa yang akan berpuasa untukmu setelah engkau mati? Siapa yang akan memintakan maaf untukmu setelah engkau mati?” Lalu ia berkata, “Wahai manusia, mengapa kalian tidak menangis dan meratapi dirimu selama sisa hidupmu. Barangsiapa yang akhirnya adalah mati, kuburannya sebagai rumah tinggalnya, tanah sebagai kasurnya dan ulat-ulat yang menemaninya, serta dalam keadaan demikian ia menunggu hari kiamat yang mengerikan. Wahai, bagaimanakah keadaan seperti ini?” Lalu beliau menangis. Wallahu Ta’ala a’lam.
Maraji’:
1. Aqidah
Ath-Thahawiyah,
Syaikh Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad Ath Thahawi (diambil dari Mutuunut
Tauhidi wal ‘Aqiidati)
2. Syarah
Al Waajibaat al Mutahattimaat al Ma’rifah ‘alaa kulli Muslim wa Muslimah (edisi terjemah), Syaikh
Ibrahim bin asy-Syaikh Shalih bin Ahmad al Khuraishi, Pustaka Imam Syafi’i
3. Syarah
Lum’atul I’tiqod,
Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin
4. Tahdzib Syarh Ath Thahawiyah (jilid 2. edisi Terjemah), Syaikh Abdul Akhir Hammad al Ghunaimi, Penerbit At Tibyan
Posting Komentar untuk "Kondisi Manusia di Alam Barzah"