Ikan Layur, Hubungan Kekerabatan, Frekuensi Panjang dan Berat
Hubungan Kekerabatan Ikan Layur
Studi morfometrik secara kuantitatif memiliki tiga manfaat yaitu, membedakan jenis kelamin dan spesies, mendeskripsikan pola-pola keragaman morfologis antar populasi atau spesies, serta mengklasifikasikan dan menduga hubungan filogenik (Strauss dan Bond, 1990 dalam Imron 1998). Karakter morfometrik juga dapat digunakan untuk membedakan antara satu jenis ikan dengan jenis ikan lainnya (Yokogawa dan Tajima, 1996; Yokogawa, Taniguchi dan Seki, 1997; Madang, 1999), antara jenis ikan yang sama dari geografis atau tempat yang berbeda (Yamazaki dan Goto, 1997; Wanatabe, 1998) dan antar varietas ikan (Sumantadinata dan Taniguchi, 1990 dalam Dewantoro, 2001).
Perbedaan morfologis antar populasi atau spesies biasanya digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau ciri-ciri anatomis tertentu. Meskipun deskripsi secara kualitatif ini mungkin dianggap cukup memadai, tetapi seringkali diperlukan untuk mengekspresikan perbedaan tersebut secara kuantitatif dengan mengambil berbagai ukuran dari individu-individu dan menyatakan statistik (misalnya rata-rata, kisaran, ragam, dan korelasi dari ukuraukuran tersebut).
Baca juga : Bahan Pakan Sumber Mineral dan Vitamin
Hal yang sama dapat dilakukan pada ciri-ciri meristik (ciri-ciri yang dihitung) misalnya jari-jari sirip. Tetapi terdapat perbedaan mendasar antara ciri morfometrik dan meristik, yaitu ciri meristik lebih stabil jumlahnya selama masa pertumbuhan setelah ukuran tubuh yang mantap tercapai, sedangkan karakter morfometrik berubah secara kontinu sejalan ukuran dan umur (Strauss dan Bond, 1990 dalam Imron, 1998).
Data sebaran frekuensi panjang digunakan untuk mengetahui frekuensi persebaran ikan di perairan berdasarkan ukuran panjangnya. Sebaran frekuensi panjang yang dibuat selanjutnya digunakan untuk pendugaan kelompok ukuran ikan sebagai pendugaan kelompok umur (kohort). Ada hubungan antara umur dengan panjang ikan dimana sejumlah data komposisi panjang dapat dikonversi untuk mendapatkan data komposisi umur. Selanjutnya data komposisi umur yang kompleks digunakan dalam pendugaan parameter pertumbuhan ikan (Sparre dan Venema, 1999).
Analisa hubungan panjang-berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dengan menggunakan parameter panjang dan berat. Berat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Nilai yang didapat dari perhitungan panjang dengan berat dapat digunakan sebagai pendugaan berat dari panjang. Selain itu, keterangan mengenai pertumbuhan, kemontokan, dan perubahan lingkungan terhadap ikan dapat diketahui (Effendie, 1997). Hasil analisis hubungan panjang-berat akan menghasilkan suatu nilai konstanta (b), yaitu harga pangkat yang menunjukkan pola pertumbuhan ikan.
Hal yang sama dapat dilakukan pada ciri-ciri meristik (ciri-ciri yang dihitung) misalnya jari-jari sirip. Tetapi terdapat perbedaan mendasar antara ciri morfometrik dan meristik, yaitu ciri meristik lebih stabil jumlahnya selama masa pertumbuhan setelah ukuran tubuh yang mantap tercapai, sedangkan karakter morfometrik berubah secara kontinu sejalan ukuran dan umur (Strauss dan Bond, 1990 dalam Imron, 1998).
Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Layur
Data sebaran frekuensi panjang digunakan untuk mengetahui frekuensi persebaran ikan di perairan berdasarkan ukuran panjangnya. Sebaran frekuensi panjang yang dibuat selanjutnya digunakan untuk pendugaan kelompok ukuran ikan sebagai pendugaan kelompok umur (kohort). Ada hubungan antara umur dengan panjang ikan dimana sejumlah data komposisi panjang dapat dikonversi untuk mendapatkan data komposisi umur. Selanjutnya data komposisi umur yang kompleks digunakan dalam pendugaan parameter pertumbuhan ikan (Sparre dan Venema, 1999).
Hubungan Panjang-Berat Ikan Layur
Analisa hubungan panjang-berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dengan menggunakan parameter panjang dan berat. Berat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Nilai yang didapat dari perhitungan panjang dengan berat dapat digunakan sebagai pendugaan berat dari panjang. Selain itu, keterangan mengenai pertumbuhan, kemontokan, dan perubahan lingkungan terhadap ikan dapat diketahui (Effendie, 1997). Hasil analisis hubungan panjang-berat akan menghasilkan suatu nilai konstanta (b), yaitu harga pangkat yang menunjukkan pola pertumbuhan ikan.
Baca juga : Distribusi Penyebaran Ikan Layur, Karakter Morfometrik dan Meristik
Effendie (1997) menyebutkan bahwa pada ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), pertambahan panjangnya seimbang dengan pertambahan berat. Sebaliknya pada ikan dengan pola pertumbuhan allometrik (b≠3), pertambahan panjang tidak seimbang dengan pertambahan berat. Pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan allometrik positif bila b>3, yang menandakan bahwa pertambahan berat lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan panjang. Sedangkan pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan allometrik negatif apabila nilai b<3, ini menandakan bahwa pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan berat (Ricker, 1970 dalam Effendie, 1997).
Perairan Palabuhanratu merupakan sebuah perairan teluk di pantai selatan Pulau Jawa dan berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Secara administratif Teluk Palabuhanratu termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Sukabumi dengan luas ± 27.210,130 Ha yang terletak pada posisi geografis 6057’ – 70 07’ LS dan 1060 22’ – 1060 33’ BT (Pariwono dkk., 1988). Berdasarkan topografi dasar perairannya, perairan dangkal di Teluk Palabuhanratu dapat dijumpai sampai jarak 300 meter dari garis pantai dengan kedalaman kurang dari 200 meter. Semakin jauh dari pantai akan dijumpai lereng kontinen dengan kedalaman lebih dari 600 meter (Pariwono dkk., 1988).
Effendie (1997) menyebutkan bahwa pada ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), pertambahan panjangnya seimbang dengan pertambahan berat. Sebaliknya pada ikan dengan pola pertumbuhan allometrik (b≠3), pertambahan panjang tidak seimbang dengan pertambahan berat. Pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan allometrik positif bila b>3, yang menandakan bahwa pertambahan berat lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan panjang. Sedangkan pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan allometrik negatif apabila nilai b<3, ini menandakan bahwa pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan berat (Ricker, 1970 dalam Effendie, 1997).
Ikan Layur di Perairan Pelabuhan Ratu
Perairan Palabuhanratu merupakan sebuah perairan teluk di pantai selatan Pulau Jawa dan berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Secara administratif Teluk Palabuhanratu termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Sukabumi dengan luas ± 27.210,130 Ha yang terletak pada posisi geografis 6057’ – 70 07’ LS dan 1060 22’ – 1060 33’ BT (Pariwono dkk., 1988). Berdasarkan topografi dasar perairannya, perairan dangkal di Teluk Palabuhanratu dapat dijumpai sampai jarak 300 meter dari garis pantai dengan kedalaman kurang dari 200 meter. Semakin jauh dari pantai akan dijumpai lereng kontinen dengan kedalaman lebih dari 600 meter (Pariwono dkk., 1988).
Baca juga : Ikan Layur, Habitat, Biologi, dan Perikanan Domersal
Perairan Palabuhanratu memiliki kadar salinitas yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 30 – 33 0/00. Tingginya kadar salinitas tersebut dipengaruhi oleh curah hujan (presipitasi) dan penguapan (evaporasi). Selain itu, adanya hubungan yang terbuka dengan Samudera Hindia dapat meningkatkan kadar salinitas di Palabuhanratu. Terdapat dua pola musim di perairan Palabuhanratu yang berpengaruh terhadap aktivitas penangkapan ikan, yaitu musim timur yang berlangsung dari bulan Juni hingga September dan musim barat yang berlangsung dari bulan Desember hingga Februari. Kondisi perairan pada musim timur relatif tenang, angin serta gelombang tidak begitu besar sehingga aktivitas penangkapan ikan cukup tinggi pada musim ini. Periode ini berlangsung pada musim kemarau. Hal yang sebaliknya terjadi pada musim barat. Pada musim ini, angin dan gelombang laut cukup tinggi sehingga menyulitkan nelayan untuk melaut.
Perairan Palabuhanratu memiliki kadar salinitas yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 30 – 33 0/00. Tingginya kadar salinitas tersebut dipengaruhi oleh curah hujan (presipitasi) dan penguapan (evaporasi). Selain itu, adanya hubungan yang terbuka dengan Samudera Hindia dapat meningkatkan kadar salinitas di Palabuhanratu. Terdapat dua pola musim di perairan Palabuhanratu yang berpengaruh terhadap aktivitas penangkapan ikan, yaitu musim timur yang berlangsung dari bulan Juni hingga September dan musim barat yang berlangsung dari bulan Desember hingga Februari. Kondisi perairan pada musim timur relatif tenang, angin serta gelombang tidak begitu besar sehingga aktivitas penangkapan ikan cukup tinggi pada musim ini. Periode ini berlangsung pada musim kemarau. Hal yang sebaliknya terjadi pada musim barat. Pada musim ini, angin dan gelombang laut cukup tinggi sehingga menyulitkan nelayan untuk melaut.
Pada musim barat umumnya aktivitas penangkapan ikan akan menurun. Diantara kedua musim tersebut terdapat musim peralihan pertama yaitu antara bulan Maret sampai Mei dan musim peralihan kedua yang berlangsung antara bulan Oktober sampai November. Penduduk sekitar Palabuhanratu sebagian besar berprofesi sebagai nelayan tradisional yang menggunakan pancing, jaring apus, dan payang sebagai alat tangkap utama. Hasil tangkapan utamanya antara lain ikan layur (Trichiurus sp.), ikan tembang (Sardinella fimbriata), dan ikan tongkol (Euthynnus sp.).
Posting Komentar untuk "Ikan Layur, Hubungan Kekerabatan, Frekuensi Panjang dan Berat"