Hubungan Hukum Rumah Sakit dan Pasien, Rumah Sakit sebagai Badan Hukum
Hubungan Hukum Rumah Sakit dan Pasien
1. Pengertian Rumah Sakit
Pengertian rumah sakit secara yuridis berbeda-beda.Menurut UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Berbeda menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 159b/Men.Kes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit -sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor 191/Menkes-Kesos/SK/II/2001 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 157/Menkes/SK/III/1999 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit- adalah Sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.
Baca juga : Obat Batu Empedu, Jenis, Dosis, Informasi, Cara Penggunaan dan Efek Samping
Sedangkan menurut WHO, Rumah Sakit adalah suatu badan usaha yang menyediakan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan medik jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnostik, terpeutik dan rehabilitatif untuk orang- orang yang menderita sakit, terluka, mereka yang mau melahirkan dan menyediakan pelayanan berobat jalan. Selain itu masih terdapat berbagai macam batasan tentang Rumah Sakit, beberapa diantaranya yang terpenting seperti yang dikutip oleh Azrul Azwar adalah:
a) Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (American Hospital Association, 1974).
b) Rumah Sakit adalah pusat di mana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitiankedokteran diselenggarakan (Assosiation of Hospital Care, 1947).
Menurut Maeijer, Rumah Sakit sebagaimana dikutip oleh Soekanto :
“Het ziekenhuis is een onderneming met een eigen karakter: het is gericht op medisch onderzoek en medische behandeling van opgenomen patienten. Het ziekenhuis is geen onderneming in de zin van een bedrijf dat is gericht op het maken van winst of enig vermogen srechtelijt voordeel” (Rumah Sakit merupakan badan usaha yang mempunyai ciri tersendiri; usahanya tertuju pada pemeriksaan medis dan perawatan medis pasien yang masuk Rumah Sakit. Rumah Sakit bukan merupakan badan usaha dalam arti perusahaan yang bertujuan mencari untung atau keuntungan di bidang harta kekayaan).”
Menurut peraturan perundangan dalam hal ini menurut Permenkes RI No. 159b/Men.Kes/Per/II/1998, Bab I Pasal 1, yaitu sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan kesehatan dalam penelitian. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit adalah kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, rawat inap gawat darurat, yang mencakup pelayanan medik. Rumah Sakit sebagai suatu sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan, diusahakan untuk meningkatkan perannya sebagai pusat pelayanan kesehatan atau unit pelayanan kesehatan. Di sini tugasnya untuk merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan kesehatan terpadu menjadi sangat penting.
Keputusan Menteri Kesehatan No.924/Men.Kes/SK/XII/1986 tentang berlakunya Kode Etik Rumah Sakit Indonesia bagi Rumah Sakit seluruh Indonesia, diatur antara lain:
a) Rumah Sakit dalam pelayanan kesehatan menghormati dan
memperlakukan pasien sebagai manusia seutuhnya dengan tidak dipengaruhipertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, adapt istiadat, perbedaan kelamin, politik, kepartaian dan kedudukan social.
b) Rumah Sakit sebagai unit sosio-ekonomi mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien khususnya dan umat manusia umumnya. Rumah Sakit tidak membedakan derajat sosial ekonomi pasien dalam hal mutu dan kesanggupan pelayanan Rumah Sakit.
c) Rumah Sakit menyediakan sebagian fasilitas dan jasanya dengan tarif rendah atau memberi keringanan kepada golongan masyarakat tidak mampu.
Selanjutnya apabila ditinjau dari Pasal 1 Permenkes RI Nomor 159b Tahun 1988 tentang Rumah Sakit dinyatakan: “Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan, diantaranya meliputi menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.
Rumah Sakit dahulu merupakan suatu lembaga atau panti derma, yang merawat warga masyarakat yang sakit secara sosial ekonomis tidak mampu. Rumah Sakit hanya menyediakan ruangan, makanan maupun perawatan secara terbatas yang juga dilakukan oleh sukarelawan. Oleh karena data yang terhimpun ditujukan untuk mendermakannya kepada orang-orang sakit yang tidak mampu, maka Rumah Sakit secara relatif mempunyai suatu kekebalan terhadap gugatan atau tuntutan hukum. Pada waktu itu, di Amerika Serikat, Rumah Sakit merupakan suatu lembaga yang terlindungi oleh doktrin Charitable Immunity.
Kekebalan Rumah Sakit akan gugatan atau tuntutan itu antara lain disebabkan karena beberapa faktor, yaitu apabila dana itu dipergunakan untuk membayar ganti kerugian, maka kegunaannya hanya akan dinikmati secara individual belaka. Faktor lainnya adalah bahwa seorang pasien yang secara sukarela mau dirawat di Rumah Sakit, dianggap menanggalkan haknya untuk menuntut.
Peningkatan perkembangan ilmu kesehatan dan teknologi secara pesat, menyebabkan Rumah Sakit tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab pekerjaan yang dilakukannya bawahannya.
Doktrin “Charitable Immunity” dalam bidang hukum tidak dapat dipergunakan lagi terhadap tanggung jawab hukum Rumah Sakit. Peranan Rumah Sakit yang tidak mencari keuntungan, berubah dengan cepat. Lembaga tersebut bukan lagi merupakan suatu gedung dengantenaga-tenaga kesehatan yang bekerja secara individual untuk merawat pasien. Rumah Sakit menjadi suatu lembaga Rumah Sakit yang berperan sebagai organisasi yang merupakan pusat pelayanan kesehatan atau unit pelayanan kesehatan. Tugasnya adalah merencanakan dan mengkoordinasikan pelayanan kesehatan secara terpadu
Selanjutnya Rumah Sakit kemudian dibedakan atas :
a) Rumah Sakit umum, yaitu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit dari yang bersifat pelayanan dasar sampai dengan sub spesialistik.
b) Rumah Sakit khusus, yaitu Rumah Sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin ilmu.
c) Rumah Sakit pendidikan, yaitu Rumah Sakit umum yang dipergunakan untuk tempat pendidikan tenaga medis tingkat S1, S2 dan S3.
Jenis-jenis Rumah Sakit menurut pemilik antara lain sebagai berikut:
a) Menurut pemilik yaitu Rumah Sakit pemerintah (government hospital) dan Rumah Sakit swasta (private hospital).
b) Menurut filosofi yang dianut, yaitu Rumah Sakit yang tidak mencari keuntungan (non profit hospital) dan Rumah Sakit yang mencari keuntungan (profit hospital).
c) Menurut jenis pelayanan yang diselenggarakan yaitu Rumah Sakit umum (general hospital) dan Rumah Sakit khusus (specialty hospital).
d) Menurut lokasi Rumah Sakit yaitu Rumah Sakit pusat, Rumah Sakit propinsi dan Rumah Sakit kabupaten (Azwar, 1996:86).
Rumah Sakit merupakan suatu unit pelayanan yang mempunyai bagian-bagian emergency, pelayanan dan rehabilitasi. Lalu lintas perhubungan hukum yang terjadi dalam masyarakat sebagai suatu system sosial, Rumah Sakit merupakan organ yang mempunyai kemandirian untuk melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling).
Rumah Sakit bukan manusia dalam arti “person” yang dapat berbuat dalam lalu lintas hukum masyarakat sebagai manusia (natuurijk persoon), namun ia (Rumah Sakit) diberi kedudukan menurut hukum sebagai persoon dan karenanya Rumah Sakit merupakan “rechtpersoon” dan oleh karena itu Rumah Sakit dibebani dengan hak dan kewajiban menurut hukum atas tindakan yang dilakukannya.
Pemberian status sebagai “person” kepada Rumah Sakit oleh hukum sehingga ia berfungsi sebagai hukum (rechtpersoon) ini biasanya oleh Rumah Sakit swasta dituangkan dalam akta pendirian yayasan.
Permasalahan yang sering muncul adalah: Apakah seluruhnya harus dipikulkan kepada kepala rumah sakit? Sudah tentu tidak semua kesalahan dapat dilimpahkan kepadanya. Karena ia pun tidak mungkin mengetahui seluruh kejadian atau melakukan pengawasan secara mendetail sikap-tindak para tenaga mediknya.
Hubungan antara rumah sakit dan pasien ini terjadi jikapasien sudah berkompeten (dewasa dan sehat akal), sedangkan Rumah Sakit hanya memiliki dokter yang bekerja sebagai employee.
Kedudukan Rumah Sakit adalah sebagai pihak yang haarus memberikan prestasi, sementara dokter hanya berfungsi sebagai employee (sub-ordinate dari Rumah Sakit) yang bertugas melaksanakan kewajiban Rumah Sakit dengan perkataan lain, kedudukan Rumah Sakit adalah sebagai principal dan dokter sebagaiagent. Sedangkan kedudukan pasien adalah sebagai pihak yang wajib memberikan kontra-prestasi.
Sedangkan pola hubungan antara rumah sakit dan penanggung pasien ini terjadi jika pasien dalam keadaan tidak berkompeten (pasien minor atau tidak sehat akal) sebab berdasarkan hukum perdata, pasien seperti ini tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Di sini kedudukan penanggung pasien (orang tua atau keluarga yang bertindak sebagai wali) menjadi pihak yang berwajib memberikan kontra-prestasi.
Namun di dalam prakteknya tidak semudah dan sesederhana itu. Hal ini disebabkan karena di dalam kenyataannya ketiga kelompok tanggungjawab itu saling berkaitan dan saling berjalinan satu sama lain (Roscam Abbing : intertwined and interconnected).
Maka sering terjadi agak sukar untuk memilah-milahkandan memberikan batas tanggungjawab tegas. Siapa yang harus diminta pertanggungjawabkannya di dalam suatu peristiwa harus dilihat secara kauistis. Setiap kasus mempunyai ciri tersendiri, sehingga dapat dikatakan hampir tidak ada dua kasus yang persis sama. Tidak dapat digeneralisasikan, karena bergantung kepada banyak faktor, seperti misalnya :
a.tidak menceritakan semua keadaan dirinya dengan sejujurnya,
b.tidak menurut nasihat dokter dan melanggar larangan- larangan dokter/rumah sakit sehingga memperburuk keadaannya (contributory negligence).
Di dalam suatu rumah sakit pucuk pimpinan dan tanggungjawab terletak pada kepala rumah sakit (pemerintah/yayasan, badan hukum lain) yang melakukan manajemennya. Manajemen atau mengelola adalah suatu istilah disiplin ekonomi. Biasanya dikaitkan dengan suatu badan bisnis, yaitu : mengeterapkan prinsip ekonomi “dengan input seminimal mungkin berusaha untuk memperoleh outputsemaksimalnya”.
Dewasa ini istilah manajemen diterapkan pula terhadap rumah sakit, sehingga sebutan “manajemen rumah sakit” sudah tidak mengherankan lagi. Namun sampai kini dalam pembahasan masalah manajemen rumah sakit belum dikaitkan dengan faktor tanggungjawab (risiko) ganti-kerugian yang mungkin akan dibebani oleh hukum. Mungkin dianggap bahwa masing-masing bidang terkait kepada bidang peraturan disiplin tersendiri, sehingga faktor hukum di dalam kursus- kursus manajemen atau seminar belumlah diperhitungkan.
Namun dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang penerapannya dilakukan di rumah sakit, dengan bertambah tingginya kecerdasan masyarakat akan hak-haknya, maka mulai banyak muncul tuntutan-tuntutan juga di bidang pelayanan kesehatan.
Sedangkan menurut WHO, Rumah Sakit adalah suatu badan usaha yang menyediakan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan medik jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnostik, terpeutik dan rehabilitatif untuk orang- orang yang menderita sakit, terluka, mereka yang mau melahirkan dan menyediakan pelayanan berobat jalan. Selain itu masih terdapat berbagai macam batasan tentang Rumah Sakit, beberapa diantaranya yang terpenting seperti yang dikutip oleh Azrul Azwar adalah:
a) Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (American Hospital Association, 1974).
b) Rumah Sakit adalah pusat di mana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitiankedokteran diselenggarakan (Assosiation of Hospital Care, 1947).
Menurut Maeijer, Rumah Sakit sebagaimana dikutip oleh Soekanto :
“Het ziekenhuis is een onderneming met een eigen karakter: het is gericht op medisch onderzoek en medische behandeling van opgenomen patienten. Het ziekenhuis is geen onderneming in de zin van een bedrijf dat is gericht op het maken van winst of enig vermogen srechtelijt voordeel” (Rumah Sakit merupakan badan usaha yang mempunyai ciri tersendiri; usahanya tertuju pada pemeriksaan medis dan perawatan medis pasien yang masuk Rumah Sakit. Rumah Sakit bukan merupakan badan usaha dalam arti perusahaan yang bertujuan mencari untung atau keuntungan di bidang harta kekayaan).”
Menurut peraturan perundangan dalam hal ini menurut Permenkes RI No. 159b/Men.Kes/Per/II/1998, Bab I Pasal 1, yaitu sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan kesehatan dalam penelitian. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit adalah kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, rawat inap gawat darurat, yang mencakup pelayanan medik. Rumah Sakit sebagai suatu sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan, diusahakan untuk meningkatkan perannya sebagai pusat pelayanan kesehatan atau unit pelayanan kesehatan. Di sini tugasnya untuk merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan kesehatan terpadu menjadi sangat penting.
Keputusan Menteri Kesehatan No.924/Men.Kes/SK/XII/1986 tentang berlakunya Kode Etik Rumah Sakit Indonesia bagi Rumah Sakit seluruh Indonesia, diatur antara lain:
a) Rumah Sakit dalam pelayanan kesehatan menghormati dan
memperlakukan pasien sebagai manusia seutuhnya dengan tidak dipengaruhipertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, adapt istiadat, perbedaan kelamin, politik, kepartaian dan kedudukan social.
b) Rumah Sakit sebagai unit sosio-ekonomi mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien khususnya dan umat manusia umumnya. Rumah Sakit tidak membedakan derajat sosial ekonomi pasien dalam hal mutu dan kesanggupan pelayanan Rumah Sakit.
c) Rumah Sakit menyediakan sebagian fasilitas dan jasanya dengan tarif rendah atau memberi keringanan kepada golongan masyarakat tidak mampu.
Selanjutnya apabila ditinjau dari Pasal 1 Permenkes RI Nomor 159b Tahun 1988 tentang Rumah Sakit dinyatakan: “Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan, diantaranya meliputi menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.
2. Rumah Sakit sebagai Badan Hukum
Rumah Sakit dahulu merupakan suatu lembaga atau panti derma, yang merawat warga masyarakat yang sakit secara sosial ekonomis tidak mampu. Rumah Sakit hanya menyediakan ruangan, makanan maupun perawatan secara terbatas yang juga dilakukan oleh sukarelawan. Oleh karena data yang terhimpun ditujukan untuk mendermakannya kepada orang-orang sakit yang tidak mampu, maka Rumah Sakit secara relatif mempunyai suatu kekebalan terhadap gugatan atau tuntutan hukum. Pada waktu itu, di Amerika Serikat, Rumah Sakit merupakan suatu lembaga yang terlindungi oleh doktrin Charitable Immunity.
Kekebalan Rumah Sakit akan gugatan atau tuntutan itu antara lain disebabkan karena beberapa faktor, yaitu apabila dana itu dipergunakan untuk membayar ganti kerugian, maka kegunaannya hanya akan dinikmati secara individual belaka. Faktor lainnya adalah bahwa seorang pasien yang secara sukarela mau dirawat di Rumah Sakit, dianggap menanggalkan haknya untuk menuntut.
Peningkatan perkembangan ilmu kesehatan dan teknologi secara pesat, menyebabkan Rumah Sakit tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab pekerjaan yang dilakukannya bawahannya.
Doktrin “Charitable Immunity” dalam bidang hukum tidak dapat dipergunakan lagi terhadap tanggung jawab hukum Rumah Sakit. Peranan Rumah Sakit yang tidak mencari keuntungan, berubah dengan cepat. Lembaga tersebut bukan lagi merupakan suatu gedung dengantenaga-tenaga kesehatan yang bekerja secara individual untuk merawat pasien. Rumah Sakit menjadi suatu lembaga Rumah Sakit yang berperan sebagai organisasi yang merupakan pusat pelayanan kesehatan atau unit pelayanan kesehatan. Tugasnya adalah merencanakan dan mengkoordinasikan pelayanan kesehatan secara terpadu
Baca juga : Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria (Saluran Urin), Ginjal, Ureter, Veisika Urinaria dan Uretra
Selanjutnya Rumah Sakit kemudian dibedakan atas :
a) Rumah Sakit umum, yaitu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit dari yang bersifat pelayanan dasar sampai dengan sub spesialistik.
b) Rumah Sakit khusus, yaitu Rumah Sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin ilmu.
c) Rumah Sakit pendidikan, yaitu Rumah Sakit umum yang dipergunakan untuk tempat pendidikan tenaga medis tingkat S1, S2 dan S3.
Jenis-jenis Rumah Sakit menurut pemilik antara lain sebagai berikut:
a) Menurut pemilik yaitu Rumah Sakit pemerintah (government hospital) dan Rumah Sakit swasta (private hospital).
b) Menurut filosofi yang dianut, yaitu Rumah Sakit yang tidak mencari keuntungan (non profit hospital) dan Rumah Sakit yang mencari keuntungan (profit hospital).
c) Menurut jenis pelayanan yang diselenggarakan yaitu Rumah Sakit umum (general hospital) dan Rumah Sakit khusus (specialty hospital).
d) Menurut lokasi Rumah Sakit yaitu Rumah Sakit pusat, Rumah Sakit propinsi dan Rumah Sakit kabupaten (Azwar, 1996:86).
Rumah Sakit merupakan suatu unit pelayanan yang mempunyai bagian-bagian emergency, pelayanan dan rehabilitasi. Lalu lintas perhubungan hukum yang terjadi dalam masyarakat sebagai suatu system sosial, Rumah Sakit merupakan organ yang mempunyai kemandirian untuk melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling).
Rumah Sakit bukan manusia dalam arti “person” yang dapat berbuat dalam lalu lintas hukum masyarakat sebagai manusia (natuurijk persoon), namun ia (Rumah Sakit) diberi kedudukan menurut hukum sebagai persoon dan karenanya Rumah Sakit merupakan “rechtpersoon” dan oleh karena itu Rumah Sakit dibebani dengan hak dan kewajiban menurut hukum atas tindakan yang dilakukannya.
Pemberian status sebagai “person” kepada Rumah Sakit oleh hukum sehingga ia berfungsi sebagai hukum (rechtpersoon) ini biasanya oleh Rumah Sakit swasta dituangkan dalam akta pendirian yayasan.
Permasalahan yang sering muncul adalah: Apakah seluruhnya harus dipikulkan kepada kepala rumah sakit? Sudah tentu tidak semua kesalahan dapat dilimpahkan kepadanya. Karena ia pun tidak mungkin mengetahui seluruh kejadian atau melakukan pengawasan secara mendetail sikap-tindak para tenaga mediknya.
3. Permasalahan Dalam Hubungan Hukum Rumah Sakit dan Pasien/Penanggung Pasien
Hubungan antara rumah sakit dan pasien ini terjadi jikapasien sudah berkompeten (dewasa dan sehat akal), sedangkan Rumah Sakit hanya memiliki dokter yang bekerja sebagai employee.
Kedudukan Rumah Sakit adalah sebagai pihak yang haarus memberikan prestasi, sementara dokter hanya berfungsi sebagai employee (sub-ordinate dari Rumah Sakit) yang bertugas melaksanakan kewajiban Rumah Sakit dengan perkataan lain, kedudukan Rumah Sakit adalah sebagai principal dan dokter sebagaiagent. Sedangkan kedudukan pasien adalah sebagai pihak yang wajib memberikan kontra-prestasi.
Sedangkan pola hubungan antara rumah sakit dan penanggung pasien ini terjadi jika pasien dalam keadaan tidak berkompeten (pasien minor atau tidak sehat akal) sebab berdasarkan hukum perdata, pasien seperti ini tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Di sini kedudukan penanggung pasien (orang tua atau keluarga yang bertindak sebagai wali) menjadi pihak yang berwajib memberikan kontra-prestasi.
Baca juga : Infeksi Traktus Urinaria Adalah : Definisi, Epidemiologi, Etiologi, Patofisiologi dan Resiko
Di dalam suatu rumah sakit terdapat banyak hal yang diputuskan dalam masing-masing tingkat (eselon) dan masing-masingbidang yang dapat dikatakan mempengaruhi berhasil tidaknya pemberian pelayanan perawatan/pengobatan. Secara umum dapat dikatakan terdapat suatu multi-management dan dalam memberikan pelayanan factor “itikad baik” (goede trouw, good faith) dan unsur “kepercayaan” (trust, vetrouwen) memegang peran yang menentukan. Di dalam rumah sakit segala sesuatu ini sangat bergantung kepada si pelakunya.
Selain itu banyak pula terdapat pendelegasian wewenang dalam pelaksanaan tugasnya. Maka dalam garis besar tanggungjawab di rumah sakit – jika dintinjau dari sudut pelakunya – dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan :
Di dalam suatu rumah sakit terdapat banyak hal yang diputuskan dalam masing-masing tingkat (eselon) dan masing-masingbidang yang dapat dikatakan mempengaruhi berhasil tidaknya pemberian pelayanan perawatan/pengobatan. Secara umum dapat dikatakan terdapat suatu multi-management dan dalam memberikan pelayanan factor “itikad baik” (goede trouw, good faith) dan unsur “kepercayaan” (trust, vetrouwen) memegang peran yang menentukan. Di dalam rumah sakit segala sesuatu ini sangat bergantung kepada si pelakunya.
Selain itu banyak pula terdapat pendelegasian wewenang dalam pelaksanaan tugasnya. Maka dalam garis besar tanggungjawab di rumah sakit – jika dintinjau dari sudut pelakunya – dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan :
Namun di dalam prakteknya tidak semudah dan sesederhana itu. Hal ini disebabkan karena di dalam kenyataannya ketiga kelompok tanggungjawab itu saling berkaitan dan saling berjalinan satu sama lain (Roscam Abbing : intertwined and interconnected).
Maka sering terjadi agak sukar untuk memilah-milahkandan memberikan batas tanggungjawab tegas. Siapa yang harus diminta pertanggungjawabkannya di dalam suatu peristiwa harus dilihat secara kauistis. Setiap kasus mempunyai ciri tersendiri, sehingga dapat dikatakan hampir tidak ada dua kasus yang persis sama. Tidak dapat digeneralisasikan, karena bergantung kepada banyak faktor, seperti misalnya :
- situasi dan kondisi saat peristiwa itu terjadi,
- keadaan pasien (pres-existing conditions),
- bukti-bukti yang bisa diajukan (medical record, saksi, dsb),
- apa sudah dilakukan berdasarkan “standard profesi medik”,
- apakah tidak terdapat kekeliruan dalam penilaian (error of judgment),
- apakah terjadi suatu pendelagasian wewenang dan apakah pendelegasian tersebut dapat dibenarkan dalam kasus itu.
- apakah tidak ada unsur kelalaian (negligence) atau kemungkinan adanya unsur kesengajaan,
- jika terdapat ada unsur kelalaian : siapa yang lalai?
- apakah tidak ada kesalahan pada pasien itu sendiri karena :
a.tidak menceritakan semua keadaan dirinya dengan sejujurnya,
b.tidak menurut nasihat dokter dan melanggar larangan- larangan dokter/rumah sakit sehingga memperburuk keadaannya (contributory negligence).
- tuntutan hukum yang diajukan: pidana, perdata, administratif?
- dan sebagainya.
4. Manajemen Rumah Sakit
Di dalam suatu rumah sakit pucuk pimpinan dan tanggungjawab terletak pada kepala rumah sakit (pemerintah/yayasan, badan hukum lain) yang melakukan manajemennya. Manajemen atau mengelola adalah suatu istilah disiplin ekonomi. Biasanya dikaitkan dengan suatu badan bisnis, yaitu : mengeterapkan prinsip ekonomi “dengan input seminimal mungkin berusaha untuk memperoleh outputsemaksimalnya”.
Dewasa ini istilah manajemen diterapkan pula terhadap rumah sakit, sehingga sebutan “manajemen rumah sakit” sudah tidak mengherankan lagi. Namun sampai kini dalam pembahasan masalah manajemen rumah sakit belum dikaitkan dengan faktor tanggungjawab (risiko) ganti-kerugian yang mungkin akan dibebani oleh hukum. Mungkin dianggap bahwa masing-masing bidang terkait kepada bidang peraturan disiplin tersendiri, sehingga faktor hukum di dalam kursus- kursus manajemen atau seminar belumlah diperhitungkan.
Namun dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang penerapannya dilakukan di rumah sakit, dengan bertambah tingginya kecerdasan masyarakat akan hak-haknya, maka mulai banyak muncul tuntutan-tuntutan juga di bidang pelayanan kesehatan.
Baca juga : Ambulasi Adalah : Definisi, Tujuan, Konsep, Tindakan, Alat dan Faktor Pengaruh
Perlu juga dipikirkan seberapa jauh dampak hukum (risiko) yang dapat timbul terhadap manajemen rumah sakit. “Siapa secara yuridis harus bertanggungjawab di rumah sakit apabila ada tuntutan hukum : dokter, perawat atau rumah sakit (baca : pemilik sebagai badan hukum)”. Jumlah uang sebagai pengganti kerugian bisa besar. “Siapa yang harus menanggung” “Ataukah pasien itu sendiri yang harus memikulnya?” “Atau ditutup asuransi?” “Tetapi ini pun meminta biaya pula untuk penutupan polisnya yang menurut perhitungan ekonomi harus diperhitungkan juga pada “cost”nya.
Kalau ditinjau dari sudut rumah sakit, maka tanggungjawab rumah sakit itu sendiri meliputi tiga hal, yaitu :
a) Tanggungjawab yang berkaitan dengan personalia,
b) Tanggungjawab yang menyangkut sarana dan peralatan,
c) Tanggungjawab yang menyangkut duty of care (kewajiban memberikan perawatan yang baik).
Perlu juga dipikirkan seberapa jauh dampak hukum (risiko) yang dapat timbul terhadap manajemen rumah sakit. “Siapa secara yuridis harus bertanggungjawab di rumah sakit apabila ada tuntutan hukum : dokter, perawat atau rumah sakit (baca : pemilik sebagai badan hukum)”. Jumlah uang sebagai pengganti kerugian bisa besar. “Siapa yang harus menanggung” “Ataukah pasien itu sendiri yang harus memikulnya?” “Atau ditutup asuransi?” “Tetapi ini pun meminta biaya pula untuk penutupan polisnya yang menurut perhitungan ekonomi harus diperhitungkan juga pada “cost”nya.
Kalau ditinjau dari sudut rumah sakit, maka tanggungjawab rumah sakit itu sendiri meliputi tiga hal, yaitu :
a) Tanggungjawab yang berkaitan dengan personalia,
b) Tanggungjawab yang menyangkut sarana dan peralatan,
c) Tanggungjawab yang menyangkut duty of care (kewajiban memberikan perawatan yang baik).
Posting Komentar untuk "Hubungan Hukum Rumah Sakit dan Pasien, Rumah Sakit sebagai Badan Hukum"