Panti Sosial Sasana Tresna Werdha dan Jenis-jenis Pelayanan yang Diberikan
Tinjauan Umum Tentang Panti Sosial Sasana Tresna Werdha
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik–biologis, mental maupun sosial ekonomi. Dengan semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama dibidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan – peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat mengakibatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan oarang lain. Kelompok lansia dipandang sebagai kelompok masyarakat yang berisiko mengalami gangguan masalah kesehatan. Membicarakan mengenai status kesehatan para lansia tentang penyakit atau keluhan yang umum diderita adalah penyakit reumatik, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes mellitus, paralysis / lumpuh separuh badan, patah tulang dan kanker (Muchtar, 2010).
Baca juga : Konsep Imunologi, Klasifikasi, Fungsi dan Faktor Modifikasi Imun
Proporsi lansia di dunia diperkirakan mencapai 22 persen dari penduduk dunia atau sekitar 2 miliar pada tahun 2020, sekitar 80% lansia hidup di negara berkembang. Jumlah lansia di seluruh dunia dapat mencapai jumlah 1 miliar orang dalam kurun 10 tahun mendatang. Pertumbuhan penduduk usia lanjut (lansia) di dunia yang semakin meningkat (ledakan) tersebut diperkirakan akan menjadi masalah baru bagi dunia kesehatan, untuk hal ini maka World Health Organization (WHO) telah mencanangkan program peningkatan kesehatan agar seseorang memiliki usia yang lebih panjang dan tetap produktif. Sedangkan jumlah penduduk di 11 negara anggota WHO kawasan Asia Tenggara yang berusia di atas 60 tahun berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 3 kali lipat di tahun 2050 (Isamas, 2013).
Sementara di Indonesia proporsi penduduk berusia lanjut terus bertambah. Pada tahun 2010 jumlah lansia mencapai 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari jumlah penduduk. Hal ini menjadikan Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia. Di tahun 2011 sekitar 24 juta jiwa (hampir 10% jumlah penduduk). Penduduk lansia ini diproyeksikan menjadi 28,8 juta jiwa (11,34 %) dari total penduduk Indonesia pada tahun 2020, atau menurut proyeksi BAPPENAS, jumlah penduduk lansia 60 tahun akan menjadi dua kali lipat (36 juta) pada 2025 (Isamas, 2013).
Menurut data hasil proyeksi sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2010 jumlah penduduk di Sulawesi Tenggara sebanyak 2.234.600 jiwa dan diproyeksikan tahun 2015 jumlah penduduk sebanyak 2.499.500 jiwa. Untuk jumlah lansia tahun 2010 sebanyak 129.000 jiwa dan diproyeksikan pada tahun 2015 ini sebanyak 157.500 jiwa (BPS, 2012). Sedangkan jumlah lansia yang terlantar berdasarkan data Kementrian Sosial RI tahun 2012 di Sulawesi Tanggara mencapai 27.407 jiwa yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara (Kemensos RI, 2012).
Berdasarkan data tersebut menunjukkan kelompok resiko dalam masyarakat kita menjadi lebih tinggi lagi. Karena lansia merupakan kelompok yang sangat rentan mengalami masalah kesehatan yang disebabkan oleh penurunan fungsi-fungsi organ tubuh. Bahkan berdasarkan hasil National Health survey pada tahun 2010, reumatik menempati urutan pertama masalah kesehatan utama bagi lansia (Nango, 2011).
Penelitian tentang reumatik sebenarnya telah berkembang pesat selama 20 tahun sejak tahun 1986 sampai saat ini. Tapi nyatanya, masih banyak yang belum dapat kita ketahui tentang penyebab dan proses terjadinya reumatik secara pasti. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit reumatik yang telah diketahui antara lain ; degeneratif/usia tua (di atas 40 tahun), autoimun, faktor genetik/herediter , trauma (benturan) sendi yang berulang, dan kandungan asam urat yang tinggi/gout (pola makan), aktivitas, psikologis dan radikal bebas ( Bangun A. P, 2008).
Berdasarkan pusat data BPS Propinsi DKI Jakarta, rematik merupakan salah satu penyakit terbanyak yang diderita lansia, yaitu pada tahun 2010 sebanyak 4.209.817 lansia 38% menderita rematik (Dinkesdkijakarta, 2009).
Hasil penelitian Eka P (2012) tentang faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya reumatik pada lansia di Rumah Sakit Kariadi Semarang tahun 2012, didapatkan riwayat trauma lutut (nilai p = 0,033; OR adjusted = 2,90; 95% CI = 1,09 – 7,75), kebiasaan aktivitas fisik berat (nilai p = 0,006; OR adjusted = 2,25; 95% CI = 1,09 – 6,67) dan kebiasaan bekerja dengan beban > 17,5 kg (nilai p = 0,008, OR adjusted = 2,19 dan 95% CI = 1,05 – 6,65). Faktor-faktor yang tidak terbukti sebagai faktor risiko OA lutut adalah jenis kelamin perempuan, kebiasaan merokok, dan kebiasaan mengkonsumsi vitamin D.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Kendari, menunjukkan bahwa pada tahun 2013 jumlah penderita reumatik di Kota Kendari menempati urutan ke 6 yakni sebanyak 2314 penderita. Kemudian meningkat menjadi 2561 orang penderita pada tahun 2014. Angka tersebut telah dihimpun dari sejumlah Puskesmas yang barada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kendari (Profil Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2014).
Proporsi lansia di dunia diperkirakan mencapai 22 persen dari penduduk dunia atau sekitar 2 miliar pada tahun 2020, sekitar 80% lansia hidup di negara berkembang. Jumlah lansia di seluruh dunia dapat mencapai jumlah 1 miliar orang dalam kurun 10 tahun mendatang. Pertumbuhan penduduk usia lanjut (lansia) di dunia yang semakin meningkat (ledakan) tersebut diperkirakan akan menjadi masalah baru bagi dunia kesehatan, untuk hal ini maka World Health Organization (WHO) telah mencanangkan program peningkatan kesehatan agar seseorang memiliki usia yang lebih panjang dan tetap produktif. Sedangkan jumlah penduduk di 11 negara anggota WHO kawasan Asia Tenggara yang berusia di atas 60 tahun berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 3 kali lipat di tahun 2050 (Isamas, 2013).
Sementara di Indonesia proporsi penduduk berusia lanjut terus bertambah. Pada tahun 2010 jumlah lansia mencapai 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari jumlah penduduk. Hal ini menjadikan Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia. Di tahun 2011 sekitar 24 juta jiwa (hampir 10% jumlah penduduk). Penduduk lansia ini diproyeksikan menjadi 28,8 juta jiwa (11,34 %) dari total penduduk Indonesia pada tahun 2020, atau menurut proyeksi BAPPENAS, jumlah penduduk lansia 60 tahun akan menjadi dua kali lipat (36 juta) pada 2025 (Isamas, 2013).
Menurut data hasil proyeksi sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2010 jumlah penduduk di Sulawesi Tenggara sebanyak 2.234.600 jiwa dan diproyeksikan tahun 2015 jumlah penduduk sebanyak 2.499.500 jiwa. Untuk jumlah lansia tahun 2010 sebanyak 129.000 jiwa dan diproyeksikan pada tahun 2015 ini sebanyak 157.500 jiwa (BPS, 2012). Sedangkan jumlah lansia yang terlantar berdasarkan data Kementrian Sosial RI tahun 2012 di Sulawesi Tanggara mencapai 27.407 jiwa yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara (Kemensos RI, 2012).
Berdasarkan data tersebut menunjukkan kelompok resiko dalam masyarakat kita menjadi lebih tinggi lagi. Karena lansia merupakan kelompok yang sangat rentan mengalami masalah kesehatan yang disebabkan oleh penurunan fungsi-fungsi organ tubuh. Bahkan berdasarkan hasil National Health survey pada tahun 2010, reumatik menempati urutan pertama masalah kesehatan utama bagi lansia (Nango, 2011).
Penelitian tentang reumatik sebenarnya telah berkembang pesat selama 20 tahun sejak tahun 1986 sampai saat ini. Tapi nyatanya, masih banyak yang belum dapat kita ketahui tentang penyebab dan proses terjadinya reumatik secara pasti. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit reumatik yang telah diketahui antara lain ; degeneratif/usia tua (di atas 40 tahun), autoimun, faktor genetik/herediter , trauma (benturan) sendi yang berulang, dan kandungan asam urat yang tinggi/gout (pola makan), aktivitas, psikologis dan radikal bebas ( Bangun A. P, 2008).
Berdasarkan pusat data BPS Propinsi DKI Jakarta, rematik merupakan salah satu penyakit terbanyak yang diderita lansia, yaitu pada tahun 2010 sebanyak 4.209.817 lansia 38% menderita rematik (Dinkesdkijakarta, 2009).
Hasil penelitian Eka P (2012) tentang faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya reumatik pada lansia di Rumah Sakit Kariadi Semarang tahun 2012, didapatkan riwayat trauma lutut (nilai p = 0,033; OR adjusted = 2,90; 95% CI = 1,09 – 7,75), kebiasaan aktivitas fisik berat (nilai p = 0,006; OR adjusted = 2,25; 95% CI = 1,09 – 6,67) dan kebiasaan bekerja dengan beban > 17,5 kg (nilai p = 0,008, OR adjusted = 2,19 dan 95% CI = 1,05 – 6,65). Faktor-faktor yang tidak terbukti sebagai faktor risiko OA lutut adalah jenis kelamin perempuan, kebiasaan merokok, dan kebiasaan mengkonsumsi vitamin D.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Kendari, menunjukkan bahwa pada tahun 2013 jumlah penderita reumatik di Kota Kendari menempati urutan ke 6 yakni sebanyak 2314 penderita. Kemudian meningkat menjadi 2561 orang penderita pada tahun 2014. Angka tersebut telah dihimpun dari sejumlah Puskesmas yang barada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kendari (Profil Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2014).
Baca juga : Manfaat Buah Mengkudu untuk Darah Tinggi
Data yang diperoleh dari Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara, tercatat lansia sebanyak 95 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 45 orang dan perempuan sebanyak 50 orang. Diketahui pula bahwa banyak lansia yang mengalami masalah kesehatan yakni berjumlah 76 orang. Adapun masalah kesehatan dengan frekuensi tertinggi adalah Reumatik sebanyak 19 orang, Gastritis sebanyak 12 orang, Asam urat dan Dermatitis masing-masing sebanyak 7 orang, Asma sebanyak 5 orang, Cephalgia sebanyak 4 orang, Hipertensi dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masing-masing sebanyak 3 orang, Konstipasi, Neuralgia, Insomnia, Pruritis, Diare, Artritis, Obstipasi, Gangguan Usus, Abses Kaki, Sakit Pinggang, Nyeri Dada dan Anoreksia masing-masing berjumlah 1 orang. Bahkan diantara 95 tersebut tersebut terdapat 22 orang lanjut usia yang membutuhkan bantuan dalam melaksanakan Activity of Daily Living (ADL) seperti mengenakan dan melepas pakaian, mandi, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya, makan dan minum, BAK dan BAB, personal toilet mereka membutuhkan bantuan dan pengawasan dari petugas panti dan sesama lansia (Profil Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari, 2014).
Dari data diatas dapat dilihat bahwa penyakit rematik menjadi jumlah penyakit tertinggi dari jenis penyakit yang dialami lansia. Dari wawancara yang dilakukan pada tanggal 3 Juni 2015 kepada 10 orang lansia yang mengalami reumatik diketahui bahwa 4 orang lansia mengatakan dulunya bekerja sebagai petani dan buruh bangunan yang merupakan aktifitas fisik yang berat, 2 orang lansia mengatakan pernah mengalami benturan pada lututnya dan 4 orang lainnya memiliki riwayat reumatik dan memiliki pantangan makanan tertentu yang dapat memicu peningkatan asama urat.
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) adalah unit pelaksana teknis di bidang pembinaan kesejahteraan sosial lanjut usia yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia berupa pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makan dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta agama, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir dan bathin.
Panti Sasana Tresna Werdha merupakan tempat dimana penerima pelayanan dapat memperoleh cara hidup yang baru dalam kehidupan bersama rekan-rekannya memperoleh pengalaman dari hidup berkelompok, memperoleh pemeliharaan kesehatan yang baik, tambahan makanan yang bergizi, suasana persahabatan, memperoleh latihan kesemuanya diberikan oleh tenaga-tenaga yang profesional seperti pekerja sosial.
Jenis – jenis pelayanan yang diberikan meliputi :
a. Pelayanan kebutuhan makanan, dengan pengaturan menu kebutuhan gizi lanjut usia. Pemberian makanan oleh petugas panti kepada lanjut usia menurut jadwal yang telah ditetapkan.
b. Pemeliharaan kesehatan dan kebersihan, melalui pemeriksaan rutin, pengobatan pada saat menderita sakit, oleh petugas kesehatan (dokter atau tenaga para medis).
c. Pemberian bimbingan rohani, berupa bimbingan mental, keagamaan dan bimbingan kemasyarakatan, oleh petugas panti atau petugas instansi terkait.
d. Pemberian bimbingan keterampilan untuk pengisian waktu luang, oleh tenaga instruktur dibantu petugas panti.
Data yang diperoleh dari Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara, tercatat lansia sebanyak 95 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 45 orang dan perempuan sebanyak 50 orang. Diketahui pula bahwa banyak lansia yang mengalami masalah kesehatan yakni berjumlah 76 orang. Adapun masalah kesehatan dengan frekuensi tertinggi adalah Reumatik sebanyak 19 orang, Gastritis sebanyak 12 orang, Asam urat dan Dermatitis masing-masing sebanyak 7 orang, Asma sebanyak 5 orang, Cephalgia sebanyak 4 orang, Hipertensi dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masing-masing sebanyak 3 orang, Konstipasi, Neuralgia, Insomnia, Pruritis, Diare, Artritis, Obstipasi, Gangguan Usus, Abses Kaki, Sakit Pinggang, Nyeri Dada dan Anoreksia masing-masing berjumlah 1 orang. Bahkan diantara 95 tersebut tersebut terdapat 22 orang lanjut usia yang membutuhkan bantuan dalam melaksanakan Activity of Daily Living (ADL) seperti mengenakan dan melepas pakaian, mandi, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya, makan dan minum, BAK dan BAB, personal toilet mereka membutuhkan bantuan dan pengawasan dari petugas panti dan sesama lansia (Profil Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari, 2014).
Dari data diatas dapat dilihat bahwa penyakit rematik menjadi jumlah penyakit tertinggi dari jenis penyakit yang dialami lansia. Dari wawancara yang dilakukan pada tanggal 3 Juni 2015 kepada 10 orang lansia yang mengalami reumatik diketahui bahwa 4 orang lansia mengatakan dulunya bekerja sebagai petani dan buruh bangunan yang merupakan aktifitas fisik yang berat, 2 orang lansia mengatakan pernah mengalami benturan pada lututnya dan 4 orang lainnya memiliki riwayat reumatik dan memiliki pantangan makanan tertentu yang dapat memicu peningkatan asama urat.
1. Pengertian
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) adalah unit pelaksana teknis di bidang pembinaan kesejahteraan sosial lanjut usia yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia berupa pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makan dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental serta agama, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir dan bathin.
Panti Sasana Tresna Werdha merupakan tempat dimana penerima pelayanan dapat memperoleh cara hidup yang baru dalam kehidupan bersama rekan-rekannya memperoleh pengalaman dari hidup berkelompok, memperoleh pemeliharaan kesehatan yang baik, tambahan makanan yang bergizi, suasana persahabatan, memperoleh latihan kesemuanya diberikan oleh tenaga-tenaga yang profesional seperti pekerja sosial.
2. Jenis Pelayanan
Jenis – jenis pelayanan yang diberikan meliputi :
a. Pelayanan kebutuhan makanan, dengan pengaturan menu kebutuhan gizi lanjut usia. Pemberian makanan oleh petugas panti kepada lanjut usia menurut jadwal yang telah ditetapkan.
b. Pemeliharaan kesehatan dan kebersihan, melalui pemeriksaan rutin, pengobatan pada saat menderita sakit, oleh petugas kesehatan (dokter atau tenaga para medis).
c. Pemberian bimbingan rohani, berupa bimbingan mental, keagamaan dan bimbingan kemasyarakatan, oleh petugas panti atau petugas instansi terkait.
d. Pemberian bimbingan keterampilan untuk pengisian waktu luang, oleh tenaga instruktur dibantu petugas panti.
Posting Komentar untuk "Panti Sosial Sasana Tresna Werdha dan Jenis-jenis Pelayanan yang Diberikan"