Pencegahan dan Pengobatan Gangguan Psikosis melalui Terapi dan Obat-obatan
Pengobatan Gangguan Psikosis
Pengobatan tergantung pada penyebab dan diagnosa yang ditegakan dari psikosis tersebut. Secara umum pengobatan pada penderita psikotis antara lain:
- Medikamentosa (Farmako terapi)
Saat ini tersedia sejumlah besar obat psikotropika untuk mengatasi gangguan jiwa (Kuller dkk.,1996).
1. Antidepresan
Depresi berat memerlukan terapi dan pada sebagian besar kasus, manfaat terapi melebihi risikonya. Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin, doksepin, imipramin, dan nortriptilin sering digunakan untuk gangguan-gangguan depresi. Sedasi juga sering terjadi, sehingga obat golongan ini sangat bermanfaat bagi masalah tidur yang berkaitandengan depresi. Inhibitor monoamin oksidase (MAOI) adalah antidepresan yang sangat efektif yangsemakin jarang digunakan karena menyebabkan hipotensi ortostatik. Pengalaman dengan inibitor selektif ambilan ulang serotonin (selective serotonin reuptake inhibitors, SSRI), termasuk fluoksetin dan sertralin,menyebabkan obat golongan ini menjadi terapi primer bagi sebagian besar penyakit depresi. Obat-obat ini tidak menimbulkan hipotensi ortostatik atau sedasi sehingga lebih disukai daripada antidepresan lain.
Baca juga : Definisi Hukum Keperawatan, Malpraktek dan Kelalaian (Negligence) Perawat
2. Antipsikotik
Wanita dengan sindrom-sindrom kejiwaan yang berat seperti skizofrenia, gangguan skizoafektif,atau gangguan bipolar sangat mungkin memerlukan terapi antipsikotik selama kehamilan.
Antipsikotik tipikal adalah golongan antagonis dopamine.Klozapin adalah satu-satunya antipsikotik atipikal yang tersedia, dan obat ini memiliki kerja yang berbeda tetapi tidak diketahui.
Potensi dan efek samping berbagai antipsikotik berbeda-beda. Obat-obat yang berpotensi lebih rendah, klorpromazin dantioridazin, memiliki efek antikolinergik yang lebih besar serta bersifat sedatif.
ETC (Electro Convulsif Therapi) adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik.Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui lektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang gandmall.
Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manic depresi, klien schizophrenia stupor kakatonok dan gaduh gelisah kakatonik. ETC lebih efektif dari anti depresan untuk klien depresi dengan gejala psikotik (waham, paranoid) .
Pada klien depresi memerlikan waktu 6-12xuntuk mencapai perbaikan, sedangkan pada mania dan kakatonik membutuhkan waktu lebih lama yaitu antara 10-20x terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi 2-3 kari sekali. Jika efektif, perubahan perilaku mulai terlihan setelah 2-6 kali terapi.Terapi ETC merupakan prosedur yang hanya digunakan pada keadaan direkomendasikan.
Bertujuan untuk memperkuat fungsi ego dengan cara psikoterapi agar pasien bisa bersosialisasi. Manipulasi lingkungan agar lingkungan dapat memahami dan menerima keadaan pasien, membimbing dalam kehidupan sehari-hari, memberi kesibukan atau pekerjaan untuk pasien. Mengawasi minum obat secara teratur dalam jangka waktu lama dan membawa pasien untuk pemeriksaan ulang. (Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa,1994)
Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak berhasil dan bila penderita sangat mengganggu lingkungannya. (WF Maramis, 2004)
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa antara lain:
1. Membangun koping yang konstruktif pada stresor yang ada, misalnya:
a. Mengeluarkan emosi
Gangguan kejiwaan dapat disebabkan oleh tekanan akibat perasaan dan emosi yang terus dipendam. Berbicarakan dengan seorang (seseorang yang tepat dan dapat memberi saran yang objektif, misalnya terapis, anggota keluarga atau teman yang dapat dipercaya) tentang pikiran dan perasaan terhadap suatu masalah atau trauma yang dialami.
b. Mengendalikani tingkat kecemasan dan pikiran negatif
Belajar untuk mengelolah tingkat kecemasan, menghindari pikiran yang membuat cemas ataupun pikiran negatif.
Kekambuhan adalah suatu keadaan dimana penyakit dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi yang sama ataupun berbeda ( Sullinger, 1988). Penderita gangguan jiwa diperkirakan akan kambuh 50 % pada tahun pertama dan sekitar 70 % pada tahun kedua dan 100 % pada tahun kelima setelah pulang dari Rumah Sakit (Carson & Ross, 1997)
Diketahui bahwa klien yang gagal minum obat dengan teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Menurut hasil penelitian menunjukkan 25 % sampai 50 % klien dari RS Jiwa tidak memakan obat dengan teratur (Appleton, 1982 yang dikuti Sullinger, 1988). Klien kronis sulit memakan obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan.
2. Antipsikotik
Wanita dengan sindrom-sindrom kejiwaan yang berat seperti skizofrenia, gangguan skizoafektif,atau gangguan bipolar sangat mungkin memerlukan terapi antipsikotik selama kehamilan.
Antipsikotik tipikal adalah golongan antagonis dopamine.Klozapin adalah satu-satunya antipsikotik atipikal yang tersedia, dan obat ini memiliki kerja yang berbeda tetapi tidak diketahui.
Potensi dan efek samping berbagai antipsikotik berbeda-beda. Obat-obat yang berpotensi lebih rendah, klorpromazin dantioridazin, memiliki efek antikolinergik yang lebih besar serta bersifat sedatif.
- Terapi Kejut Listrik (Elektroconvulsive Therapy, ECT)
ETC (Electro Convulsif Therapi) adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik.Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui lektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang gandmall.
Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manic depresi, klien schizophrenia stupor kakatonok dan gaduh gelisah kakatonik. ETC lebih efektif dari anti depresan untuk klien depresi dengan gejala psikotik (waham, paranoid) .
Pada klien depresi memerlikan waktu 6-12xuntuk mencapai perbaikan, sedangkan pada mania dan kakatonik membutuhkan waktu lebih lama yaitu antara 10-20x terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi 2-3 kari sekali. Jika efektif, perubahan perilaku mulai terlihan setelah 2-6 kali terapi.Terapi ETC merupakan prosedur yang hanya digunakan pada keadaan direkomendasikan.
- Psikoterapi dan Rehabilitasi
Bertujuan untuk memperkuat fungsi ego dengan cara psikoterapi agar pasien bisa bersosialisasi. Manipulasi lingkungan agar lingkungan dapat memahami dan menerima keadaan pasien, membimbing dalam kehidupan sehari-hari, memberi kesibukan atau pekerjaan untuk pasien. Mengawasi minum obat secara teratur dalam jangka waktu lama dan membawa pasien untuk pemeriksaan ulang. (Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa,1994)
- Lobotomi Prefrontal
Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak berhasil dan bila penderita sangat mengganggu lingkungannya. (WF Maramis, 2004)
Pencegahan Gangguan Psikosis
- Pencegahan Terjadinya Psikosis
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa antara lain:
1. Membangun koping yang konstruktif pada stresor yang ada, misalnya:
a. Mengeluarkan emosi
Gangguan kejiwaan dapat disebabkan oleh tekanan akibat perasaan dan emosi yang terus dipendam. Berbicarakan dengan seorang (seseorang yang tepat dan dapat memberi saran yang objektif, misalnya terapis, anggota keluarga atau teman yang dapat dipercaya) tentang pikiran dan perasaan terhadap suatu masalah atau trauma yang dialami.
b. Mengendalikani tingkat kecemasan dan pikiran negatif
Belajar untuk mengelolah tingkat kecemasan, menghindari pikiran yang membuat cemas ataupun pikiran negatif.
Baca juga : Jenis-jenis Kelalaian Keperawatan, Lialibitas dan Dasar Hukum Praktek Perawat
2. Terapkan mekanisme pertahanan utama jiwa
a. personality yang tangguh
Kepribadian yang tangguh adalah hasil pembelajaran selama proses perkembangan sejak kecil, dan tentunya hal ini didapatkan dengan banyaknya asupan nilai-nilai yang ditanamkan di keluarga dan disekolah serta didapatkan dari banyaknya pengalaman langsung. Nilai-nilai hanya dapat berfungsi jika diterapkan langsung dalam keadaan nyata yaitu dengan banyak bergaul baik dengan lingkungan benar maupun salah
b. persepsi yang positif (positif thinking)
Seseorang yang selalu memandang peristiwa yang menimpanya dengan positif dan memandang hari depannya dengan optimis maka ia memiliki jiwa yang sehat. Persepsi positif diperlukan terutama menghadapi kegagalan-demi kegagalan dalam hidup sehingga tidak membuat diri menjadi frustasi berlebih maupun menyalahi diri sendiri bahkan bunuh diri.
c. kemampuan adaptasi.
kemampuan adaptasi diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan segala perubahan yang akan muncul dalam hidup. Dengan kemampuan adaptasi yang baik seseorang akan selalu dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada.
3. Screening
Melakukan pemeriksaan terhadap resiko seseorang mengalami Psikosis/ gangguan jiwa.
a. Screening Mentalitas
Kepertibadian atau sifat individu dapat mempengaruhi individu tersebut mengalami gangguan jiwa. Misalnya individu yang memiliki sifat Introvert dan suka memendam perasaanya seorang diri lebih beresiko mengalami gangguan jiwa. Maka perlu dilakukan Screening/ pemeriksaan lebih lanjut terhatap status mental seseorang.
b. Screening Fisiologis
Beberapa kondisi medis dapat mempengaruhi bagaimana fungsi otak anda. Ketika bagian otak terganggu oleh suatu penyakit atau maka resiko terjadinya psikosis atau gangguan kejiwaan menjadi lebih besar. Maka perlu dilakukan screening atau pemeriksaan menyeluruh terhadap resiko tersebut. Selain itu kondisi medis termasuk alzheimer, gagal hati, ginjal, hipoglikemia, human immunodeficiency virus (hiv), malaria, parkinson atau tumor otak dapat menjadi faktor pendorong terjadinya gangguan jiwa.
2. Terapkan mekanisme pertahanan utama jiwa
a. personality yang tangguh
Kepribadian yang tangguh adalah hasil pembelajaran selama proses perkembangan sejak kecil, dan tentunya hal ini didapatkan dengan banyaknya asupan nilai-nilai yang ditanamkan di keluarga dan disekolah serta didapatkan dari banyaknya pengalaman langsung. Nilai-nilai hanya dapat berfungsi jika diterapkan langsung dalam keadaan nyata yaitu dengan banyak bergaul baik dengan lingkungan benar maupun salah
b. persepsi yang positif (positif thinking)
Seseorang yang selalu memandang peristiwa yang menimpanya dengan positif dan memandang hari depannya dengan optimis maka ia memiliki jiwa yang sehat. Persepsi positif diperlukan terutama menghadapi kegagalan-demi kegagalan dalam hidup sehingga tidak membuat diri menjadi frustasi berlebih maupun menyalahi diri sendiri bahkan bunuh diri.
c. kemampuan adaptasi.
kemampuan adaptasi diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan segala perubahan yang akan muncul dalam hidup. Dengan kemampuan adaptasi yang baik seseorang akan selalu dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada.
3. Screening
Melakukan pemeriksaan terhadap resiko seseorang mengalami Psikosis/ gangguan jiwa.
a. Screening Mentalitas
Kepertibadian atau sifat individu dapat mempengaruhi individu tersebut mengalami gangguan jiwa. Misalnya individu yang memiliki sifat Introvert dan suka memendam perasaanya seorang diri lebih beresiko mengalami gangguan jiwa. Maka perlu dilakukan Screening/ pemeriksaan lebih lanjut terhatap status mental seseorang.
b. Screening Fisiologis
Beberapa kondisi medis dapat mempengaruhi bagaimana fungsi otak anda. Ketika bagian otak terganggu oleh suatu penyakit atau maka resiko terjadinya psikosis atau gangguan kejiwaan menjadi lebih besar. Maka perlu dilakukan screening atau pemeriksaan menyeluruh terhadap resiko tersebut. Selain itu kondisi medis termasuk alzheimer, gagal hati, ginjal, hipoglikemia, human immunodeficiency virus (hiv), malaria, parkinson atau tumor otak dapat menjadi faktor pendorong terjadinya gangguan jiwa.
- Pencegahan Kekambuhan Psikosis
Kekambuhan adalah suatu keadaan dimana penyakit dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi yang sama ataupun berbeda ( Sullinger, 1988). Penderita gangguan jiwa diperkirakan akan kambuh 50 % pada tahun pertama dan sekitar 70 % pada tahun kedua dan 100 % pada tahun kelima setelah pulang dari Rumah Sakit (Carson & Ross, 1997)
Diketahui bahwa klien yang gagal minum obat dengan teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Menurut hasil penelitian menunjukkan 25 % sampai 50 % klien dari RS Jiwa tidak memakan obat dengan teratur (Appleton, 1982 yang dikuti Sullinger, 1988). Klien kronis sulit memakan obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan.
Baca juga : Tanggung Jawab Perawat dan Profesi Perawat secara Material dan Formil
Sehingga harus dipastikan pasien mendapatkan terapi yang tuntas agar kekambuhan tidak terjadi. Memakan obat dengan teratur dapat menekan terjadinya kekambuhan. Namun yang perlu diperhatikan pemakaian neuroleptika yang lama dapat menyebabkan efek samping Tardive diskenia yang bisa mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. Sehingga perlu diberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang efek samping tersebut, agar keluarga dapat memahami dan mendukung proses pengobatan klien juga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendukung kesembuhan klien. Sikap yang tidak konstruktif dari keluarga dan lingkungan sosial yang tidak kondusif juga akan memberikan dampak psikologis yang buruk bagi klien, sehingga dapat menyebabkan gangguan kejiwaan yang berulang.
Sehingga harus dipastikan pasien mendapatkan terapi yang tuntas agar kekambuhan tidak terjadi. Memakan obat dengan teratur dapat menekan terjadinya kekambuhan. Namun yang perlu diperhatikan pemakaian neuroleptika yang lama dapat menyebabkan efek samping Tardive diskenia yang bisa mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. Sehingga perlu diberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang efek samping tersebut, agar keluarga dapat memahami dan mendukung proses pengobatan klien juga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendukung kesembuhan klien. Sikap yang tidak konstruktif dari keluarga dan lingkungan sosial yang tidak kondusif juga akan memberikan dampak psikologis yang buruk bagi klien, sehingga dapat menyebabkan gangguan kejiwaan yang berulang.
Posting Komentar untuk "Pencegahan dan Pengobatan Gangguan Psikosis melalui Terapi dan Obat-obatan"