Akad Jualah (Hadiah), Pengertian, Syarat, Rukun, Ketentuan dan Sumber Hukum
AKAD JU’ALAH (HADIAH)
Ju’alah berasal dari kata ja’ala yang memiliki arti: jumlah imbalan, meletakkan, membuat menasabkan. Menurut fiqih diartikan sebagai suatu tanggung jawab dalam bentuk janji memberikan hadiah tertentu secara suka rela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dilaksanakan atau yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan hukum positif maka hukum ju’alah bisa dianalogikan dengan sayembara, imbalan, upah atau perlombaan.
Menurut az-zuhaili dealam maksum (2008), perbedaan anatara akad ju’alah dengan upah bekerja (ijarah dalam tenaga kerja) adalah sebagai berikut;
1. Ju’alah diberikan jika pekerjaan telah selesai, sedangkan upah sesuai dengan ukuran tertentu.
2. Ju’alah tidak dibatasi oleh waktu, sedangkan upah ditentukan batas waktunya. Walaupun mazhab hambali dan syafi’I membolehkan menentukan batas waktu.
3. Ju’alah tidak bisa dibayar dimuka, sedangkan upah bisa dibayar dimuka.
4. ju’alah bisa dibatalkan meskipun upaya telah dilakukan asalkan belum selesai, sedangkan upah tidak bisa dibatalkan karena mengikat
5. Upah lebih luas ruang lingkupnya dari ju’alah.
Baca juga : Hukum Mengabadikan dan Menghidupkan Peninggalan Sejarah Islam
1. Al-qur’an
“penyeru-penyeru itu berkata:”kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya”. (Qs 12:71)
2. As-sunah
“dari abu said Al-khudri r.a tentang seorang disengat kal pada suatu kaum arab, ia berkata: demi allah aku sesungguhnya sanggup mengobati tetapi demi allah kami meminta makanan kepadamu. Apabila kamu tidak mau menjamu kami, aku tidak akan mengobati kamu hingga kamu janjikan kepada kami satu hadiah. Lalu mereka janjikan 30 ekor biri-biri maka berjalanlah ia, maka mencoba mengobati orang yang digit kala itu dan dibacanya hambalah (al-fatihah hingga akhir) tiba-tiba orang yang sakit itu seolah-olah terlepas dari ikatan (sembuh)….. kemudian mereka dating kepada Nabi SAW, lantas menceritakan kepada nabi dan nabi bersabda:”dimana engkau mengetahui bahwa al-fatiha itu obat? Perbuatanmu itu betul. (HR Muttafaq ilaih).
Sumber hukum
1. Al-qur’an
“penyeru-penyeru itu berkata:”kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya”. (Qs 12:71)
2. As-sunah
“dari abu said Al-khudri r.a tentang seorang disengat kal pada suatu kaum arab, ia berkata: demi allah aku sesungguhnya sanggup mengobati tetapi demi allah kami meminta makanan kepadamu. Apabila kamu tidak mau menjamu kami, aku tidak akan mengobati kamu hingga kamu janjikan kepada kami satu hadiah. Lalu mereka janjikan 30 ekor biri-biri maka berjalanlah ia, maka mencoba mengobati orang yang digit kala itu dan dibacanya hambalah (al-fatihah hingga akhir) tiba-tiba orang yang sakit itu seolah-olah terlepas dari ikatan (sembuh)….. kemudian mereka dating kepada Nabi SAW, lantas menceritakan kepada nabi dan nabi bersabda:”dimana engkau mengetahui bahwa al-fatiha itu obat? Perbuatanmu itu betul. (HR Muttafaq ilaih).
Rukun dan ketentuan syari’ah
Rukun ju’alah ada 4 (empat), yaitu sebagai berikut;
1. Pihak yang membuat sayembara / penugasan (al-aqid / ja’il).
2. Objek akad berupa pekerjaan yang harus dilakukan (al-maj’ul).
3. Hadiah yang akan diberikan 9al-ji’l).
4. Ada sighat dari pihak yang menjinjikan (ijab).
Baca juga : Hukum Membaca Al-Quran Bagi Wanita Haid, Bolehkah?
Ketentuan syari’ah, yaitu sebagi berikut:
1. Pihak yang membuat sayembara: cakap hukum, baligh, dan dapat juga dilakukan oleh orang lain.
2. Objek yang harus dikerjakn.
a. Harus mengandung manfaat yang jelas;
b. Boleh dimanfaatkan sesuai syari’ah;
3. Hadiah yang diberikan harus sesuatu yang bernilai (harta) dan jumlahnya harus jelas.
4. Sah dengan ijab saja tanpa ada Kabul.
Ketentuan syari’ah, yaitu sebagi berikut:
1. Pihak yang membuat sayembara: cakap hukum, baligh, dan dapat juga dilakukan oleh orang lain.
2. Objek yang harus dikerjakn.
a. Harus mengandung manfaat yang jelas;
b. Boleh dimanfaatkan sesuai syari’ah;
3. Hadiah yang diberikan harus sesuatu yang bernilai (harta) dan jumlahnya harus jelas.
4. Sah dengan ijab saja tanpa ada Kabul.
Posting Komentar untuk "Akad Jualah (Hadiah), Pengertian, Syarat, Rukun, Ketentuan dan Sumber Hukum"