Aliran Linguistik Struktural, Ciri-ciri, Pernyataan Pokok, Dikotomi Bahasa, Kelebihan dan Kekurangan
Aliran Linguistik Struktural
Pada awal abad XX yaitu tahun 1916 lahir aliran linguistik struktural. Aliran ini lahir bersamaan dengan diluncurkannya buku ”Course de linguistique Generale” karya Saussure. Ferdinand De Saussure yang juga dikenal sebaga Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik Modern.Ferdinand de Saussure (1857-1913) dianggap sebagai Bapak Linguistik Modern, berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Lisguestique General..
Baca juga : Bimbingan Konseling Pada Aspek Sosial Dan Emosional Anak di Sekolah
Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep : 1) telaah sinkronik (mempelajari bahasa dalam kurun waktu tertentu saja) dan diakronik (telaah bahasa sepanjang masa), 2) perbedaan langue dan parole. Langue yaitu keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abstrak, sedangkan parale sifatnya konkret karena parole tidak lain daripada realitas fisis yang berbeda dari yang satu dengan orang lain, 3) membedakan signifiant dan signifie. Signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam alam pikiran (bentuk), signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita (makna), 4) Hubungan sintagmatik dan paradigmatik.Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan (Chaer, 2003:346).Tokoh-tokoh lain yang merupakan penganut teori ini adalah : Bally, Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy, Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.
a. Berlandaskan pada faham behaviourisme. Dalam hal ini berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap (stimulus-response).
b. Bahasa berupa ujaran artinya hanya ujaran saja yang termasuk dalam bahasa .
c. Bahasa merupakan sistem tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrerdankonvensional.Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.
d. Bahasa merupakan kebiasaan (habit), dalam hal ini pengajaran bahasa menggunakan metode drill and practice yakni suatu bentuk latihan yang terus menerus, berkelanjutan, dan berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.
e. Kegramatikalan berdasarkan keumuman.
f. Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi mulai dari yang morfem sampai menjadi kalimat.
g. Analisis dimulai dari bidang morfologi.
h. Bahasa merupakan deret sintakmatik dan paradigmatik
i. Analisis bahasa secara deskriptif.
j. Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung, yaitu unsur yang secara langsung membentuk struktur tersebut. Ada empat model analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett, model Nelson, dan model Wells.
Asumsi Ferdinand De Saussure yang terkenal dan merupakan dasar kajian ailran struktural adalah bahwa bahasa merupakan realitas sosial yaitu kajian terhadap sruktur bahasa karena Saussure menganggap bahwa bahasa sebagai satu struktur sehingga pendekatannya sering disebut Structural Linguistics. Hal tersebut dikembangkan ke dalam enam dikotomi tentang bahasa, yaitu (a) dikotomi sinkronik dan diakronik, (b) dikotomi bentuk (form) dan substansi, (c) dikotomi Signifian dan signifie, (d) dikotomi langue dan Parole, (e) dikotomi individu dan sosial, dan (f) hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik.
Ferdinand De Saussure mengistilahkan bahasa-bahasa sebagai fakta-fakta sosial. Fakta sosial adalah istilah dari pendiri sosiologi, Émile Durkheim, dalam Rules of Sociological Method (1895) untuk mengacu pada fenomena gagasan-gagasan ‘minda kolektif’ dalam suatu masyarakat, yaitu yang berada di luar fenomena psikologis maupun fisikal. Fakta sosial bisa berupa konvensi atau aturan-aturan. Contoh fakta sosial yang konvensional adalah kecenderungan orang Amerika mengambil jarak fisik dengan lawan bicara. Contoh fakta sosial yang berupa aturan-aturan adalah sistem hukum suatu masyarakat. Bahasa bisa disetarakan dengan sistem hukum atau struktur konvensi. Datanya berupa fenomena-fenomena fisikal atau parole, sedangkan sistem umumnya adalah langue atau ‘bahasa’. Data konkret parole diproduksi oleh pengujar-pengujar secara indivual. Hal ini dikarenakan penguasaan bahasa setiap orang berbeda-beda, artinya suatu bahasa tidak pernah lengkap pada diri seseorang tetapi lengkap dan secara sempurna bahasa hanya di dalam kolektivitas. Jadi, fakta sosial menurut Saussure bukan berupa minda kolektif maupun gagasan kolektif seperti yang diterangkan oleh Durkheim. Akibat perbedaan tersebut, muncul dua pendekatan, yaitu pendekatan ‘individualisme metodologis’ yang berseberangan dengan pendekatan Durkheim‘kolektivisme metodologis’.
Gagasan Ferdinad De Saussure dapat digunakan sebagai acuan baru dalam studi bahasa, bahwa kajian linguistik hendaknya dilakukan secara diakronik dan sinkronik. Hal ini dilakukan agar dapat memotret pada suatu waktu tertentu diperlukan pemahaman tentang bahasa itu untuk satu rentangan waktu. Sebagai pemakai, bahasa dapat ditelaah dari “keberadaan” bahasa itu sendiri tanpa terikat oleh rentangan waktu yang berbeda. Kajian diakronik dianggap terlalu sederhana karena hanya mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terpisah-pisah, sedangkan kajian sinkronik dipandang lebih rumit karena harus mendeskripsikan bahasa itu sendiri.
Signifie adalah makna suatu bahasa. Signifie (penanda) merupakan pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Setiap tanda tidak dapat dipisahkan dari tanda yang lain baik lafal maupun maknanya.Dari segi mental, bahasa merupakan suatu totalitas pikiran dalam jiwa manusia. Dari segi fisik, bahasa adalah getaran udara yang lewat suatu tabung dalam alat bicara manusia. Jadi, bahasa merupakan pertemuan antara totalitas pikiran dalam jiwa dan getaran yang dibuat manusia melalui alat-alat bicaranya. Misalnya gambar meja dilambangkan dengan meja (Indonesia), table (Inggris).Apabila ada orang berujar meja dan kita mendengar rentetan bunyi /m, e, j, a/ itulah yang disebut signifiant, sedangkan bayangan kita terhadap sebuah meja disebut signifienya, yaitu sebuah prabot rumah tangga/kantor berkaki, permukaannya datar, bisa berbentuk bundar, atau bersegi, dan deskripsi lainnya tentang meja.
Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep : 1) telaah sinkronik (mempelajari bahasa dalam kurun waktu tertentu saja) dan diakronik (telaah bahasa sepanjang masa), 2) perbedaan langue dan parole. Langue yaitu keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abstrak, sedangkan parale sifatnya konkret karena parole tidak lain daripada realitas fisis yang berbeda dari yang satu dengan orang lain, 3) membedakan signifiant dan signifie. Signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam alam pikiran (bentuk), signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita (makna), 4) Hubungan sintagmatik dan paradigmatik.Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan (Chaer, 2003:346).Tokoh-tokoh lain yang merupakan penganut teori ini adalah : Bally, Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy, Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.
Ciri-ciri Aliran Struktural
a. Berlandaskan pada faham behaviourisme. Dalam hal ini berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap (stimulus-response).
b. Bahasa berupa ujaran artinya hanya ujaran saja yang termasuk dalam bahasa .
c. Bahasa merupakan sistem tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrerdankonvensional.Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.
d. Bahasa merupakan kebiasaan (habit), dalam hal ini pengajaran bahasa menggunakan metode drill and practice yakni suatu bentuk latihan yang terus menerus, berkelanjutan, dan berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.
e. Kegramatikalan berdasarkan keumuman.
f. Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi mulai dari yang morfem sampai menjadi kalimat.
g. Analisis dimulai dari bidang morfologi.
h. Bahasa merupakan deret sintakmatik dan paradigmatik
i. Analisis bahasa secara deskriptif.
j. Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung, yaitu unsur yang secara langsung membentuk struktur tersebut. Ada empat model analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett, model Nelson, dan model Wells.
Pernyataan Pokok Aliran Strukturalis
Asumsi Ferdinand De Saussure yang terkenal dan merupakan dasar kajian ailran struktural adalah bahwa bahasa merupakan realitas sosial yaitu kajian terhadap sruktur bahasa karena Saussure menganggap bahwa bahasa sebagai satu struktur sehingga pendekatannya sering disebut Structural Linguistics. Hal tersebut dikembangkan ke dalam enam dikotomi tentang bahasa, yaitu (a) dikotomi sinkronik dan diakronik, (b) dikotomi bentuk (form) dan substansi, (c) dikotomi Signifian dan signifie, (d) dikotomi langue dan Parole, (e) dikotomi individu dan sosial, dan (f) hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik.
Ferdinand De Saussure mengistilahkan bahasa-bahasa sebagai fakta-fakta sosial. Fakta sosial adalah istilah dari pendiri sosiologi, Émile Durkheim, dalam Rules of Sociological Method (1895) untuk mengacu pada fenomena gagasan-gagasan ‘minda kolektif’ dalam suatu masyarakat, yaitu yang berada di luar fenomena psikologis maupun fisikal. Fakta sosial bisa berupa konvensi atau aturan-aturan. Contoh fakta sosial yang konvensional adalah kecenderungan orang Amerika mengambil jarak fisik dengan lawan bicara. Contoh fakta sosial yang berupa aturan-aturan adalah sistem hukum suatu masyarakat. Bahasa bisa disetarakan dengan sistem hukum atau struktur konvensi. Datanya berupa fenomena-fenomena fisikal atau parole, sedangkan sistem umumnya adalah langue atau ‘bahasa’. Data konkret parole diproduksi oleh pengujar-pengujar secara indivual. Hal ini dikarenakan penguasaan bahasa setiap orang berbeda-beda, artinya suatu bahasa tidak pernah lengkap pada diri seseorang tetapi lengkap dan secara sempurna bahasa hanya di dalam kolektivitas. Jadi, fakta sosial menurut Saussure bukan berupa minda kolektif maupun gagasan kolektif seperti yang diterangkan oleh Durkheim. Akibat perbedaan tersebut, muncul dua pendekatan, yaitu pendekatan ‘individualisme metodologis’ yang berseberangan dengan pendekatan Durkheim‘kolektivisme metodologis’.
Enam Dikotomi tentang Bahasa
- Sinkronik-Diakronik
Gagasan Ferdinad De Saussure dapat digunakan sebagai acuan baru dalam studi bahasa, bahwa kajian linguistik hendaknya dilakukan secara diakronik dan sinkronik. Hal ini dilakukan agar dapat memotret pada suatu waktu tertentu diperlukan pemahaman tentang bahasa itu untuk satu rentangan waktu. Sebagai pemakai, bahasa dapat ditelaah dari “keberadaan” bahasa itu sendiri tanpa terikat oleh rentangan waktu yang berbeda. Kajian diakronik dianggap terlalu sederhana karena hanya mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terpisah-pisah, sedangkan kajian sinkronik dipandang lebih rumit karena harus mendeskripsikan bahasa itu sendiri.
Baca juga : Administrasi Pendidikan, Pengertian dan Unsur Pokok Administrasi Sekolah
Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani syn yang berarti dengan, dan khronos yang berarti waktu/masa. Dengan demikian, linguistik sinkronis mempelajari bahasa sezaman. Fakta dan data bahasa adalah rekaman yang diujarkan oleh pembicara, atau bersifat horisontal. Linguistik sinkronis mempelajari bahasa pada suatu kurun waktu tertentu, misalnya mempelajari bahasa Indonesia di masa reformasi saja.
Saussure mengemukakan bahwa kajian bahasa secara sinkronis amat perlu, meskipun beliau banyak berkecimpung dalam kajian diakronis. Baginya, kajian sinkronis bahasa mengandung kesistematisan tinggi, sedangkan kajian diakronis tidak. Kajian sinkronis justru lebih serius dan sulit. Sistem keadaan bahasa ‘sinkronik’ seperti sistem permainan catur. Setiap buah catur (setara dengan suatu unit bahasa) memiliki tempat tersendiri dan memiliki keterkaitan tertentu dengan buah catur lain, dan kekuatan serta pola gerak/jalan tersendiri.
Kata diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia yang berarti melalui, dan khronosyang berarti waktu, masa. Linguistik diakronis adalah linguistik yang menyelidiki perkembangan suatu bahasa dari masa ke masa. Linguistik diakronis adalah semua yang memiliki ciri evolusi. Ada berbagai contoh untuk melukiskan dualisme intern (sinkronis dan diakronis),
Jika seseorang hanya melihat sisi diakronis bahasa, maka yang ia lihat bukan lagi langue, melainkan sederet “peristiwa” dan merupakan parole. Linguistik diakronis akan menelaah hubungan-hubungan di antara unsur-unsur yang berturutan dan tidak dilihat oleh kesadaran kolektif yang sama, dan yang satu menggantikan yang lain tanpa membentuk sistem di antara mereka. Sebaliknya, linguistik sinkronis akan mengurusi hubungan-hubungan logis dan psikologis yang menghubungkan unsur-unsur yang hadir bersama dan membentuk sistem, seperti dilihat dalam kesadaran kolektif yang sama.
Dikotomi antara bentuk dengan substansi menekankan bahwa kajian linguistik harus ditinjau dari segi bentuk dan substansi. Bagi Saussure, substansi penting, namun bentuk lebih penting. Oleh karena itu, dalam kajian bahasa, nilai suatu unsur (langsung atau tidak langsung) sangat bergantung pada nilai unsur lain.
Bahasa adalah alat komunikasi di dalam masyarakat yang menggunakan sistem tanda yang maknanya dipahami secara konvensional oleh anggota masyaraat bahasa tersebut. Tanda bahasa terdiri atas dua unsur yang tak terpisahkan yaitu unsur citra akustik (signifiant/petanda) dan unsur konsep (signifie)/penanda). Hubungan kedua unsur ini didasari konvensi dalam kehidupan sosial. Kedua unsur ini terdapat di dalam pikiran atau kognisi pemakai bahasa.
Saussure berpendapat bahwa bahasa meliputi suatu himpunan tanda satu lambang yang berupa menyatunya signifiant (bunyi ujaran) dengan signifie (makna). Kedua bagian itu tidak dapat dipisahkan karena ujaran dan makna ditentukan oleh adanya kontras terhadap lambang-lambang lain dari sistem itu. Bahasa tanpa suatu sistem tidak akan ada dasar yang dapat dipergunakan untuk membedakan bunyi-bunyi yang ada ataupun konsep-konsep yang ada.
- Sinkronik
Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani syn yang berarti dengan, dan khronos yang berarti waktu/masa. Dengan demikian, linguistik sinkronis mempelajari bahasa sezaman. Fakta dan data bahasa adalah rekaman yang diujarkan oleh pembicara, atau bersifat horisontal. Linguistik sinkronis mempelajari bahasa pada suatu kurun waktu tertentu, misalnya mempelajari bahasa Indonesia di masa reformasi saja.
Saussure mengemukakan bahwa kajian bahasa secara sinkronis amat perlu, meskipun beliau banyak berkecimpung dalam kajian diakronis. Baginya, kajian sinkronis bahasa mengandung kesistematisan tinggi, sedangkan kajian diakronis tidak. Kajian sinkronis justru lebih serius dan sulit. Sistem keadaan bahasa ‘sinkronik’ seperti sistem permainan catur. Setiap buah catur (setara dengan suatu unit bahasa) memiliki tempat tersendiri dan memiliki keterkaitan tertentu dengan buah catur lain, dan kekuatan serta pola gerak/jalan tersendiri.
- Diakronik
Kata diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia yang berarti melalui, dan khronosyang berarti waktu, masa. Linguistik diakronis adalah linguistik yang menyelidiki perkembangan suatu bahasa dari masa ke masa. Linguistik diakronis adalah semua yang memiliki ciri evolusi. Ada berbagai contoh untuk melukiskan dualisme intern (sinkronis dan diakronis),
Jika seseorang hanya melihat sisi diakronis bahasa, maka yang ia lihat bukan lagi langue, melainkan sederet “peristiwa” dan merupakan parole. Linguistik diakronis akan menelaah hubungan-hubungan di antara unsur-unsur yang berturutan dan tidak dilihat oleh kesadaran kolektif yang sama, dan yang satu menggantikan yang lain tanpa membentuk sistem di antara mereka. Sebaliknya, linguistik sinkronis akan mengurusi hubungan-hubungan logis dan psikologis yang menghubungkan unsur-unsur yang hadir bersama dan membentuk sistem, seperti dilihat dalam kesadaran kolektif yang sama.
- Bentuk-substansi
Dikotomi antara bentuk dengan substansi menekankan bahwa kajian linguistik harus ditinjau dari segi bentuk dan substansi. Bagi Saussure, substansi penting, namun bentuk lebih penting. Oleh karena itu, dalam kajian bahasa, nilai suatu unsur (langsung atau tidak langsung) sangat bergantung pada nilai unsur lain.
- Signifie-signifiant
Bahasa adalah alat komunikasi di dalam masyarakat yang menggunakan sistem tanda yang maknanya dipahami secara konvensional oleh anggota masyaraat bahasa tersebut. Tanda bahasa terdiri atas dua unsur yang tak terpisahkan yaitu unsur citra akustik (signifiant/petanda) dan unsur konsep (signifie)/penanda). Hubungan kedua unsur ini didasari konvensi dalam kehidupan sosial. Kedua unsur ini terdapat di dalam pikiran atau kognisi pemakai bahasa.
Saussure berpendapat bahwa bahasa meliputi suatu himpunan tanda satu lambang yang berupa menyatunya signifiant (bunyi ujaran) dengan signifie (makna). Kedua bagian itu tidak dapat dipisahkan karena ujaran dan makna ditentukan oleh adanya kontras terhadap lambang-lambang lain dari sistem itu. Bahasa tanpa suatu sistem tidak akan ada dasar yang dapat dipergunakan untuk membedakan bunyi-bunyi yang ada ataupun konsep-konsep yang ada.
- Signifie
Signifie adalah makna suatu bahasa. Signifie (penanda) merupakan pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Setiap tanda tidak dapat dipisahkan dari tanda yang lain baik lafal maupun maknanya.Dari segi mental, bahasa merupakan suatu totalitas pikiran dalam jiwa manusia. Dari segi fisik, bahasa adalah getaran udara yang lewat suatu tabung dalam alat bicara manusia. Jadi, bahasa merupakan pertemuan antara totalitas pikiran dalam jiwa dan getaran yang dibuat manusia melalui alat-alat bicaranya. Misalnya gambar meja dilambangkan dengan meja (Indonesia), table (Inggris).Apabila ada orang berujar meja dan kita mendengar rentetan bunyi /m, e, j, a/ itulah yang disebut signifiant, sedangkan bayangan kita terhadap sebuah meja disebut signifienya, yaitu sebuah prabot rumah tangga/kantor berkaki, permukaannya datar, bisa berbentuk bundar, atau bersegi, dan deskripsi lainnya tentang meja.
Baca juga : Manajemen Pendidikan Sekolah, Pengertian, Tujuan, Fungsi dan Pencapaian
Bahasa adalah sistem lambang dan lambang itu sendiri adalah kombinasi antara bentuk (signifiant)dan arti (signifie). Signifiant merupakan bentuk bahasa yang terkandung dalam sekumpulan fonem. Signifiant juga sebagai perwujudan akustik suatu bahasa atau wujud dasar sistem fonologi suatu bahasa. Jadi, signifiant (penanda) merupakan citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita.
Dikotomi antara individu dan sosial, Saussure mengatakan bahwa perilaku berbahasa anggota masyarakat sangat ditentukan oleh kelompoknya, meskipun ciri perilaku berbahasa masing-masing anggota berbeda antara satu dan lainnya. Perbedaan perilaku individu tidak akan menyimpang dari perilaku kolektif yang ada pada kelompok.
Dikotomi antara langue dan parole sebagai bukti bahwa bahasa merupakan realitas sosial. Sebagai realitas sosial bahasa sangat terikat oleh collective mind bukan individual mind.Sebagai collective mind,bahasa merupakan perpaduan antara parole dan langue.Parole mengacu pada tindak ujar dalam situasi yang sesungguhnya oleh masing masing individu.Langue ialah sistem bahasa yang dipakai secara bersama-sama oleh masyarakat penuturnya.
Gagasan Saussure tentang fakta sosial, langue, dan parole, menjadi pilar-pilar konsepnya mengenai struktur gagasan yang amat kontroversial.Para bahasawan tertarik berkomentar.Pendekatan Saussure kembali mengemuka ketika dihadapkan pada pandangan Noam Chomsky.Pandangan Chomsky (1964) yang amat berpengaruh adalah yang membedakan kompetence dari performance.Pembedaan tersebut tampak ada kemiripan dengan pembedaan langue dan parole oleh Saussure.Bahkan, Chomsky sendiri menyamakan konsep Linguistic Competence yang diperkenalkannya dengan konsep langue.Namun, sesungguhnya kedua konsep tersebut berbeda.
Langue mengacu pada sistem bahasa yang abstrak.Sistem ini mendasari semua ujaran dari setiap individu.Langue bukanlah suatu ujaran yang terdengar, tulisan yang terbaca, melainkan suatu sistem peraturan yang umum dan mendasari semua ujaran nyata.Langue merupakan totalitas dari sekumpulan fakta bahasa yang disimpulkan dari ingatan pemakai bahasa dan merupakan gudang kebahasaan yang ada dalam otak setiap individu.
Langue merupakan keseluruhan kebiasaan (kata) yang diperoleh secara pasif yang diajarkan dalam masyarakat bahasa dan memungkinkan para penutur saling memahami dan menghasilkan unsur-unsur yang dipahami penutur dan masyarakat sertabersenyawa dengan kehidupan masyarakat secara alami. Eksistensi langue memungkinkan adanya parole merujuk pada cara pembicara menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dirinya. Jadi, masyarakat merupakan pihak pelestari langue.
Langue tidak bisa dipisahkan antara bunyi dan gerak mulut.Langue juga dapat berupa lambang-lambang bahasa konkret; tulisan-tulisan yang terindera dan teraba (terutama bagi tuna runggu).Langue adalah suatu sistem tanda yang mengungkapkan gagasan. Contoh: Pergi! Dalam kata ini, gagasan kita adalah ingin mengusir, menyuruh, Nah, kata pergi! dapat juga kita ungkapkan kepada tuna runggu dengan abjad tuna runggu, atau dengan simbol atau dengan tanda-tanda militer.
Langue seperti permainan catur, apabila buah caturnya dikurangi akan berubah dan bahkan permainan akan kacau, demikian halnya dalam langue. Jika struktur (sistem) kita ubah, maka akan menimbulkan makna yang lain. Misalnya: saya makan nasi, jika kalimat ini diubah menjadi: nasi makan saya, maka akan menjadi rancu.
Langue perlu agar parole dapat saling dipahami; dan parole perlu agar langue terbentuk. Dengan kata lain, secara historis, fakta parole selalu mendahului langue. Bunyi kata: “pergi!” adalah parole, tetapi ia juga termasuk langue karena sistem tanda ada di sana dan maknanya pun ada. Langue hadir secara utuh dalam bentuk sejumlah guratan yang tersimpan di dalam setiap otak; kira-kira seperti kamus yang eksemplarnya identik (fotocopy), yang akan terbagi di kalangan individu. Jadi, langue adalah sesuatu yang ada pada setiap individu.
Langue bersifat kolektif: bersifat homogen, bahasan konvensional. Rumusnya: 1 + 1 + 1 + 1….= 1. Artinya, kata yang diucapkan oleh individu, diucapkan secara sama oleh orang banyak, begitu juga dengan maknanya, semua masyarakat bahasa tahu. Menurut Alwasilah langue adalah tata bahasa + kosakata + sistem pengucapan. Langue bersifat stabil dan sistematis.
Parole merupakan bahasa tuturan, bahasa sehari-hari, artinya parole merupakan keseluruhan dari apa yang diajarkan orang, termasuk konstruksi-konstruksi individu yang muncul dari pilihan penutur dan pengucapan-pengucapan yang diperlukan untuk menghasilkan konstruksi individu berdasarkan pilihan bebas juga. Parole perwujudan langue pada individu. Parole merupakan manifestasi individu dari bahasa. Parole bukan fakta sosial karena seluruhnya merupakan hasil individu yang sadar, termasuk kata apapun yang diucapkan oleh penutur. Parole bersifat heterogen. Unsur-unsur parole dibedakan kedalam beberapa bagian, seperti : (1) kombinasi-kombinasi kode bahasa (tanda baca) yang dipergunakan penutur untuk mengungkapkan gagasan pribadinya. Misalnya, perang, kataku, perang! Kalimat ini jika diucapkan oleh orang yang sama pun, hasilnya akan berbeda dalam penyampaiannya karena pelafalannya pun berbeda, kata perang pertama dilafalkan secara berbeda dengan kata perang kedua; (2) mekanisme psikis-fisik yang memungkinkan seseorang mengungkapkan kombinasi-kombinasi tersebut. Parolelah yang membuat langue berubah. Jadi, antara langue dan parole saling terkait; langue sekaligus alat dan produk parole. Parole dapat dirumuskan: (1’ + 1’’ + 1’’’ + 1’’’’…..). artinya, kata yang sama pun akan dilafalkan secara berbeda, baik orang yang sama maupun oleh banyak orang.
Paradigmatik merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan mengganti unsur dalam suatu lingkungan yang sama, sedangkan hubungan sintakmatik (horizontal) merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan mengombinasikan ke dalam konstruksi yang lebih besar.Contoh. Budi menendang bola adalah deretan Budi-menendang-bola. Urutan ketiga kata ini bukan bersifat manasuka tanpa berpatokan pada kaidah (langue) bahasa Indonesia, tetapi hubungan sintaksis subjek—predikat-objek. Meskipun urutan itu diubah, fungsi gramatikal tetap misalnya Bola-Budi-tendang; Tendang-bola-Budi.
a. Aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem.
b. Metode drill and practice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaa
c. Kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam.
d. Level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
e. Berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.
a. Bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas.
b. Metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan.
c. Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan mesin.
d. Kegramatikalan berdasarkan kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar jika dianggap umum.
e. Faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa.
f. Objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif.
- Signifiant
Bahasa adalah sistem lambang dan lambang itu sendiri adalah kombinasi antara bentuk (signifiant)dan arti (signifie). Signifiant merupakan bentuk bahasa yang terkandung dalam sekumpulan fonem. Signifiant juga sebagai perwujudan akustik suatu bahasa atau wujud dasar sistem fonologi suatu bahasa. Jadi, signifiant (penanda) merupakan citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita.
- Individu-sosial
Dikotomi antara individu dan sosial, Saussure mengatakan bahwa perilaku berbahasa anggota masyarakat sangat ditentukan oleh kelompoknya, meskipun ciri perilaku berbahasa masing-masing anggota berbeda antara satu dan lainnya. Perbedaan perilaku individu tidak akan menyimpang dari perilaku kolektif yang ada pada kelompok.
- Langue-parole
Dikotomi antara langue dan parole sebagai bukti bahwa bahasa merupakan realitas sosial. Sebagai realitas sosial bahasa sangat terikat oleh collective mind bukan individual mind.Sebagai collective mind,bahasa merupakan perpaduan antara parole dan langue.Parole mengacu pada tindak ujar dalam situasi yang sesungguhnya oleh masing masing individu.Langue ialah sistem bahasa yang dipakai secara bersama-sama oleh masyarakat penuturnya.
Gagasan Saussure tentang fakta sosial, langue, dan parole, menjadi pilar-pilar konsepnya mengenai struktur gagasan yang amat kontroversial.Para bahasawan tertarik berkomentar.Pendekatan Saussure kembali mengemuka ketika dihadapkan pada pandangan Noam Chomsky.Pandangan Chomsky (1964) yang amat berpengaruh adalah yang membedakan kompetence dari performance.Pembedaan tersebut tampak ada kemiripan dengan pembedaan langue dan parole oleh Saussure.Bahkan, Chomsky sendiri menyamakan konsep Linguistic Competence yang diperkenalkannya dengan konsep langue.Namun, sesungguhnya kedua konsep tersebut berbeda.
Langue mengacu pada sistem bahasa yang abstrak.Sistem ini mendasari semua ujaran dari setiap individu.Langue bukanlah suatu ujaran yang terdengar, tulisan yang terbaca, melainkan suatu sistem peraturan yang umum dan mendasari semua ujaran nyata.Langue merupakan totalitas dari sekumpulan fakta bahasa yang disimpulkan dari ingatan pemakai bahasa dan merupakan gudang kebahasaan yang ada dalam otak setiap individu.
Langue merupakan keseluruhan kebiasaan (kata) yang diperoleh secara pasif yang diajarkan dalam masyarakat bahasa dan memungkinkan para penutur saling memahami dan menghasilkan unsur-unsur yang dipahami penutur dan masyarakat sertabersenyawa dengan kehidupan masyarakat secara alami. Eksistensi langue memungkinkan adanya parole merujuk pada cara pembicara menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dirinya. Jadi, masyarakat merupakan pihak pelestari langue.
Langue tidak bisa dipisahkan antara bunyi dan gerak mulut.Langue juga dapat berupa lambang-lambang bahasa konkret; tulisan-tulisan yang terindera dan teraba (terutama bagi tuna runggu).Langue adalah suatu sistem tanda yang mengungkapkan gagasan. Contoh: Pergi! Dalam kata ini, gagasan kita adalah ingin mengusir, menyuruh, Nah, kata pergi! dapat juga kita ungkapkan kepada tuna runggu dengan abjad tuna runggu, atau dengan simbol atau dengan tanda-tanda militer.
Langue seperti permainan catur, apabila buah caturnya dikurangi akan berubah dan bahkan permainan akan kacau, demikian halnya dalam langue. Jika struktur (sistem) kita ubah, maka akan menimbulkan makna yang lain. Misalnya: saya makan nasi, jika kalimat ini diubah menjadi: nasi makan saya, maka akan menjadi rancu.
Langue perlu agar parole dapat saling dipahami; dan parole perlu agar langue terbentuk. Dengan kata lain, secara historis, fakta parole selalu mendahului langue. Bunyi kata: “pergi!” adalah parole, tetapi ia juga termasuk langue karena sistem tanda ada di sana dan maknanya pun ada. Langue hadir secara utuh dalam bentuk sejumlah guratan yang tersimpan di dalam setiap otak; kira-kira seperti kamus yang eksemplarnya identik (fotocopy), yang akan terbagi di kalangan individu. Jadi, langue adalah sesuatu yang ada pada setiap individu.
Langue bersifat kolektif: bersifat homogen, bahasan konvensional. Rumusnya: 1 + 1 + 1 + 1….= 1. Artinya, kata yang diucapkan oleh individu, diucapkan secara sama oleh orang banyak, begitu juga dengan maknanya, semua masyarakat bahasa tahu. Menurut Alwasilah langue adalah tata bahasa + kosakata + sistem pengucapan. Langue bersifat stabil dan sistematis.
Parole merupakan bahasa tuturan, bahasa sehari-hari, artinya parole merupakan keseluruhan dari apa yang diajarkan orang, termasuk konstruksi-konstruksi individu yang muncul dari pilihan penutur dan pengucapan-pengucapan yang diperlukan untuk menghasilkan konstruksi individu berdasarkan pilihan bebas juga. Parole perwujudan langue pada individu. Parole merupakan manifestasi individu dari bahasa. Parole bukan fakta sosial karena seluruhnya merupakan hasil individu yang sadar, termasuk kata apapun yang diucapkan oleh penutur. Parole bersifat heterogen. Unsur-unsur parole dibedakan kedalam beberapa bagian, seperti : (1) kombinasi-kombinasi kode bahasa (tanda baca) yang dipergunakan penutur untuk mengungkapkan gagasan pribadinya. Misalnya, perang, kataku, perang! Kalimat ini jika diucapkan oleh orang yang sama pun, hasilnya akan berbeda dalam penyampaiannya karena pelafalannya pun berbeda, kata perang pertama dilafalkan secara berbeda dengan kata perang kedua; (2) mekanisme psikis-fisik yang memungkinkan seseorang mengungkapkan kombinasi-kombinasi tersebut. Parolelah yang membuat langue berubah. Jadi, antara langue dan parole saling terkait; langue sekaligus alat dan produk parole. Parole dapat dirumuskan: (1’ + 1’’ + 1’’’ + 1’’’’…..). artinya, kata yang sama pun akan dilafalkan secara berbeda, baik orang yang sama maupun oleh banyak orang.
- Sintakmatik-paradigmatik
Paradigmatik merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan mengganti unsur dalam suatu lingkungan yang sama, sedangkan hubungan sintakmatik (horizontal) merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan mengombinasikan ke dalam konstruksi yang lebih besar.Contoh. Budi menendang bola adalah deretan Budi-menendang-bola. Urutan ketiga kata ini bukan bersifat manasuka tanpa berpatokan pada kaidah (langue) bahasa Indonesia, tetapi hubungan sintaksis subjek—predikat-objek. Meskipun urutan itu diubah, fungsi gramatikal tetap misalnya Bola-Budi-tendang; Tendang-bola-Budi.
Baca juga : Efektifitas Manajemen dalam Lembaga Pendidikan dan Sekolah
Pada kalimat Budi menendang bola terbentuk dari unsur Budi, menendang, bola yang masing-masing menempati ruang kosong yang kemudian disebut gatra. Kaidah (langue) bahasa Indonesia gatra dapat diisi dengan unsur bahasa tertentu saja. Jadi, gatra adalah ruang kosong yang terdapat sebelum, di tengah, dan sesudah tanda hubung. Pada contoh kalimat di atas, dapat kita sebut gatra [1] - [2] - [3]. Dalam sintaksis [1], [2], [3] disebut fungsi sintaksis dan dalam hal ini setiap fungsi itu dapat diisi oleh kata tertentu sesuai dengan kaidah. Dalam contoh yang sama Budi-menendang-bola, gatra [1] yang diisi Budi bisa diisi Ali, Candra, Damar, Dia, Mereka, Adik, dll. Tetapi kata-kata itu tidak dapat berada di ruang dan waktu yang sama. Kata-kata itu hanya bisa diasosiasikan secara in absentia. Hubungan itu dikatakan hubungan asosiatif atau kata-kata itu berada dalam relasi asosiatif. Kata-kata yang mengisi gatra tergolong kata sejenis atau disebut berada dalam paradigma yang sama. Hal yag sama bisa berlaku untuk kata menendang bisa diisi kata mengambil, melempar, menyembunyikan, membuang; bola bisa isi dengan kata batu, kelapa, piring. Relasi asosiatif ini kemudian disebut relasi paradigmatik. Pada tataran langue setiap penutur bahasa menguasai semacam piranti atau jejaring unsur-unsur bahasa yang tergolong-golong dalam paradigma dan unsur-unsur itu saling membedakan. Jejaring inilah ang disebut sebagai sistem bahasa.
Tokoh lain yang mengemukakan aliran linguistik struktural adalah Leonard Bloomfield(1887-1949). Bloomfield salah seorang ahli bahasa Amerika yang paling besar sumbangannya dalam menyebarluaskan prinsip-prinsip dan metode-metode yang biasa disebut “Strukturalisme Amerika”.Hal baru dalam teori Bloomfiled adalah adanya penekanan filosofis dalam status linguistik sebagai sains.Teori Bloomfiled tentang bahasa sangat berbau behaviorism.Aliran Bloomfield ini berkembang pesat di Amerika pada tahun tiga puluhan sampai akhir tahun lima puluhan. Ada beberapa faktor yang memnyebabkan aliran ini dapat berkembang pesat,yaitupertama, pada masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak bahasa Indian di Amerika yang belum diperikan. Mereka ingin memerikan bahasa-bahasa Indian itu dengan cara baru, yaitu secara sinkronik. Kedua, sikap Bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu filsafat behaviorisme.Oleh karena itu, dalam memerikan bahasa aliran strukturalisme ini selalu mendasarkan diri pada fakta-fakta objektif yang dapat dicocokkan dengan kenyataan-kenyataan yang dapat diamati.Ketiga, diantara linguis-linguis itu ada hubungan yang baik, karena adanya The Linguistics Society of America, yang menerbitkan majalah Language wadah tempat melaporkan hasil kerja mereka.
Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya disebut strukturalis. Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi penelitian linguistik di masa setelah itu. Bloomfield berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mandiri dan tidak berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalahtata bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen. Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut tagmem.
Pada kalimat Budi menendang bola terbentuk dari unsur Budi, menendang, bola yang masing-masing menempati ruang kosong yang kemudian disebut gatra. Kaidah (langue) bahasa Indonesia gatra dapat diisi dengan unsur bahasa tertentu saja. Jadi, gatra adalah ruang kosong yang terdapat sebelum, di tengah, dan sesudah tanda hubung. Pada contoh kalimat di atas, dapat kita sebut gatra [1] - [2] - [3]. Dalam sintaksis [1], [2], [3] disebut fungsi sintaksis dan dalam hal ini setiap fungsi itu dapat diisi oleh kata tertentu sesuai dengan kaidah. Dalam contoh yang sama Budi-menendang-bola, gatra [1] yang diisi Budi bisa diisi Ali, Candra, Damar, Dia, Mereka, Adik, dll. Tetapi kata-kata itu tidak dapat berada di ruang dan waktu yang sama. Kata-kata itu hanya bisa diasosiasikan secara in absentia. Hubungan itu dikatakan hubungan asosiatif atau kata-kata itu berada dalam relasi asosiatif. Kata-kata yang mengisi gatra tergolong kata sejenis atau disebut berada dalam paradigma yang sama. Hal yag sama bisa berlaku untuk kata menendang bisa diisi kata mengambil, melempar, menyembunyikan, membuang; bola bisa isi dengan kata batu, kelapa, piring. Relasi asosiatif ini kemudian disebut relasi paradigmatik. Pada tataran langue setiap penutur bahasa menguasai semacam piranti atau jejaring unsur-unsur bahasa yang tergolong-golong dalam paradigma dan unsur-unsur itu saling membedakan. Jejaring inilah ang disebut sebagai sistem bahasa.
Tokoh lain yang mengemukakan aliran linguistik struktural adalah Leonard Bloomfield(1887-1949). Bloomfield salah seorang ahli bahasa Amerika yang paling besar sumbangannya dalam menyebarluaskan prinsip-prinsip dan metode-metode yang biasa disebut “Strukturalisme Amerika”.Hal baru dalam teori Bloomfiled adalah adanya penekanan filosofis dalam status linguistik sebagai sains.Teori Bloomfiled tentang bahasa sangat berbau behaviorism.Aliran Bloomfield ini berkembang pesat di Amerika pada tahun tiga puluhan sampai akhir tahun lima puluhan. Ada beberapa faktor yang memnyebabkan aliran ini dapat berkembang pesat,yaitupertama, pada masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak bahasa Indian di Amerika yang belum diperikan. Mereka ingin memerikan bahasa-bahasa Indian itu dengan cara baru, yaitu secara sinkronik. Kedua, sikap Bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu filsafat behaviorisme.Oleh karena itu, dalam memerikan bahasa aliran strukturalisme ini selalu mendasarkan diri pada fakta-fakta objektif yang dapat dicocokkan dengan kenyataan-kenyataan yang dapat diamati.Ketiga, diantara linguis-linguis itu ada hubungan yang baik, karena adanya The Linguistics Society of America, yang menerbitkan majalah Language wadah tempat melaporkan hasil kerja mereka.
Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya disebut strukturalis. Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi penelitian linguistik di masa setelah itu. Bloomfield berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mandiri dan tidak berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalahtata bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen. Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut tagmem.
Keunggulan Aliran Struktural
a. Aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem.
b. Metode drill and practice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaa
c. Kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam.
d. Level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
e. Berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.
Kelemahan Aliran Struktural
a. Bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas.
b. Metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan.
c. Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan mesin.
d. Kegramatikalan berdasarkan kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar jika dianggap umum.
e. Faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa.
f. Objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif.
Posting Komentar untuk "Aliran Linguistik Struktural, Ciri-ciri, Pernyataan Pokok, Dikotomi Bahasa, Kelebihan dan Kekurangan"