Macam dan Jenis Subdisiplin Linguistik, Fonologi, Morfologi, Morfofonologi dan Sintaksis
Macam Subdisiplin Linguistic
a. Fonologi
fonologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang bunyi. fonologi mencakup bunyi-bunyi bahasa secara umum yang kajiannya mencakup fonetik dan fonemik. Fonetik adalah bidang kajian linguistik yang meneliti bunyi bahasa berdasarkan cara pelafalannya. Menurut proses terjadinya bunyi bahasa, maka fonetik terbagi atas tiga bagian, yakni fonetik artikulatoris (mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi itu diklasifikasikan), fonetik akustik (mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam, yang berupa gelombang bunyi), dan fonetik auditoris (mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita).
Sedangkan fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Dasar-dasar fonemik mencakup atas fonem (bahasa yang dapat membedakan makna kata atau bunyi bahasa yang fungsional), yakni tentang identifikasi fonem, klasifikasi fonem, dan khasanah fonem. Berkenaan dengan adanya fonem sebagai bunyi bahasa yang fungsional, maka ada suatu bunyi bahasa nonfungsional yang disebut fona. Jadi fonologi sebagai suatu disiplin linguistik, memiliki dua cakupan yakni mencakup bunyi-bunyi bahasa secara umum, yang mencakup kajian fonetik dan fonemik dan bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna.
Baca juga : Teknik Pembuatan Puisi, 5 Tahapan yang Harus Dipahami dalam Membuat Puisi
Morfologi adalah ilmu yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (verhaar, 1966 : 97). Beberapa dasar-dasar dari morfologi diantaranya adalah morf, yaitu unsur terkecil dari morfem yang secara struktur fonologik berbeda akan tetapi merupakan realisasi dari morfem yang sama. Contoh : mem- /men-/ me-/ meny-/ meng-/ber-/ be-/ bel-. Selanjutnya adalah alomorf, yaitu anggota dari himpunan morf yang mewakili morfem khusus yang ditentukan secara fonetis, leksikal, atau gramatikal. Contoh : me (N), ber/. Dasar yang selanjutnya adalah morfem. Pengertian dari morfem adalah unit analisis gramatikal yang terkecil (John Lyons, 1995 : 177).
Morfem juga dapat diartikan sebagai Semua bentuk baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi lagi ke dalam bentuk terkecil yang memiliki arti (Bloch and Trager). Morfem dapat dibagi menjadi dua yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri dan memiliki makna yang sudah jelas meskipun tidak dikaitkan dengan morfem yang lain. Contoh : tulis, makan, minum dan main. Morfem ini sudah dapat dimengerti maknanya meskipun tidak dikaitkan dengan morfem lainnya. Akan tetapi tidak semua kata dasar masuk kedalam morfem bebas, seperti gaul, henti, baur, baca, tulis, bugar, dan renta. Morfem tersebut masuk ke morfem terikat karena bentuk-bentuk tersebut meskipun bukan afiks (pengimbuhan) tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi. Sedangkan morfem terikat adalah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri melainkan selalu terikat pada satuan lain, sehingga maknanya belum jelas. Semua afiks dalam bahasa indonesia termasuk ke dalam morfem terikat. Contoh : ber-, me-, se-, per-, di-, ke-, pe-, ter- (prefiks) dan -i, -kan, -an, -nya (sufiks). Berkaitan dengan adanya morfem bebas dan morfem terikat, maka muncullah yang namanya proses morfemis, yang meliputi afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.
Afiksasi adalah proses pembentukkan kata dengan cara menambahkan afiks/imbuhan. Proses ini diklasifikasikan menjadi 4 yaitu : prefik (awalan), sufiks (akhiran), konfiks (awalan dan akhiran), dan infiks (sisipan). Reduplikasi adalah pembentukkan kata dengan pengulangan bentuk dasarnya, hasilnya disebut kata ulang.
Ada 5 macam kata ulang, yaitu : Kata ulang utuh , contoh: jalan-jalan, alasan-alasan, Kata ulang sebagian, contoh: menari-nari, Kata ulang berimbuhan, contoh: berlari-larian, rumah-rumahan, Kata ulang semu, contoh: huru-hara, compang-camping, hati-hati, cumi-cumi, dan Kata ulang berubah bunyi, contoh: sayur-mayur. Sedangkan komposisi adalah pembentukan kata dengan cara menggabungkan dua morfem menjadi satu sehingga menimbulkan arti baru. Jadi dengan kata lain morfologi adalah cabang dari ilmu linguistik yang mempelajari tentang seluk beluk bentuk dari suatu bahasa.
b. Morfologi
Morfologi adalah ilmu yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (verhaar, 1966 : 97). Beberapa dasar-dasar dari morfologi diantaranya adalah morf, yaitu unsur terkecil dari morfem yang secara struktur fonologik berbeda akan tetapi merupakan realisasi dari morfem yang sama. Contoh : mem- /men-/ me-/ meny-/ meng-/ber-/ be-/ bel-. Selanjutnya adalah alomorf, yaitu anggota dari himpunan morf yang mewakili morfem khusus yang ditentukan secara fonetis, leksikal, atau gramatikal. Contoh : me (N), ber/. Dasar yang selanjutnya adalah morfem. Pengertian dari morfem adalah unit analisis gramatikal yang terkecil (John Lyons, 1995 : 177).
Morfem juga dapat diartikan sebagai Semua bentuk baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi lagi ke dalam bentuk terkecil yang memiliki arti (Bloch and Trager). Morfem dapat dibagi menjadi dua yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri dan memiliki makna yang sudah jelas meskipun tidak dikaitkan dengan morfem yang lain. Contoh : tulis, makan, minum dan main. Morfem ini sudah dapat dimengerti maknanya meskipun tidak dikaitkan dengan morfem lainnya. Akan tetapi tidak semua kata dasar masuk kedalam morfem bebas, seperti gaul, henti, baur, baca, tulis, bugar, dan renta. Morfem tersebut masuk ke morfem terikat karena bentuk-bentuk tersebut meskipun bukan afiks (pengimbuhan) tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi. Sedangkan morfem terikat adalah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri melainkan selalu terikat pada satuan lain, sehingga maknanya belum jelas. Semua afiks dalam bahasa indonesia termasuk ke dalam morfem terikat. Contoh : ber-, me-, se-, per-, di-, ke-, pe-, ter- (prefiks) dan -i, -kan, -an, -nya (sufiks). Berkaitan dengan adanya morfem bebas dan morfem terikat, maka muncullah yang namanya proses morfemis, yang meliputi afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.
Afiksasi adalah proses pembentukkan kata dengan cara menambahkan afiks/imbuhan. Proses ini diklasifikasikan menjadi 4 yaitu : prefik (awalan), sufiks (akhiran), konfiks (awalan dan akhiran), dan infiks (sisipan). Reduplikasi adalah pembentukkan kata dengan pengulangan bentuk dasarnya, hasilnya disebut kata ulang.
Ada 5 macam kata ulang, yaitu : Kata ulang utuh , contoh: jalan-jalan, alasan-alasan, Kata ulang sebagian, contoh: menari-nari, Kata ulang berimbuhan, contoh: berlari-larian, rumah-rumahan, Kata ulang semu, contoh: huru-hara, compang-camping, hati-hati, cumi-cumi, dan Kata ulang berubah bunyi, contoh: sayur-mayur. Sedangkan komposisi adalah pembentukan kata dengan cara menggabungkan dua morfem menjadi satu sehingga menimbulkan arti baru. Jadi dengan kata lain morfologi adalah cabang dari ilmu linguistik yang mempelajari tentang seluk beluk bentuk dari suatu bahasa.
c. Morfofonologi
Morfofonologi atau morfofonemik adalah cabang dari linguistik yang menelaah tentang perubahan fonem akibat pertemuan atau hubungan morfem yang satu dengan yang lainnya. Perubahan tersebut diwujudkan melaui 5 proses. Proses yang pertama adalah pemunculan fonem, contoh : me- + baca => membaca. Dimana dalam penambahan me ke dalam baca memunculkan fonem m. Yang kedua adalah pelepasan fonem. Contoh : sejarah + -wan => sejarawan, dimana fonem h dalam morfem sejarah menjadi lepas atau hilang. Proses selanjutnya adalah peluluhan fonem, contoh : me- + sikat => menyikat. Fonem yang dapat luluh adalah k, p, t, s, dan dapat disenyawakan dengan bunyi nasal seperti me-, men-, mem-, meny-, meng-, dan menge- dari prefik tersebut. Proses yang keempat adalah perubahan fonem. Contoh: ber- + ajar => belajar, dimana fonem r berubah menjadi l. Dan proses yang terakhir adalah pergeseran fonem. Contoh : ja.wab + -an => ja.wa.ban , dimana fonem b pada kata jawab bergeser ke –an. Dalam hal ini fonologi dan morfologi memiliki hubungan yang sangat erat. Hubungan yang erat itu diperlihatkan ketika fonologi dapat membantu memecahakan persoalan morfologi. Jadi persoalan morfofonemik merupakan peristiwa morfologis yang tidak dapat dipecahkan tanpa bantuan dari fonologi.
Baca juga : Ragam dan Jenis Puisi Lama dan Baru, Ciri-ciri Berdasarkan Zaman dan Sudut Pandang
Sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan (Verhaar, 1966: 161). Sintaksis juga dapat diartikan sebagai cabang dari ilmu linguistik yang menalaah tentang hubungan kata dalam kalimat. Sintaksis dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
Sintaksis frasa adalah gabungan kata nonpredikatif yang menduduki satu jabatan fungsi dalam kalimat. Hubungan kata yang satu dan yang lain dalam frase cukup longgar sehingga dapat diselipi kata. Frase sebagai gabungan kata tidak dapat diperlakukan seperti kata, jika hendak memindah satu fungsi frase tersebut, maka dipindah kesemua kata yang ada dalam frase tersebut . Frase terdiri lebih dari satu kata, maka pembentuk frase harus berupa morfem bebas, bukan morfem terikat. Beberapa jenis dari frasa antara lain adalah frasa Eksosentrik, yaitu frasa yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frasa ini dibagi menjadi dua bentuk, yakni eksosentris direktif dan eksosentris nondirektif. Selanjutnya adalah frasa endosentrik, yaitu frasa yang salah satu unsurnya mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frasa ini dibagi lagi menjadi empat bagian yaitu frasa nominal (Inti frase berupa kata benda dan kata ganti. Contoh: buku tulis, guru muda), frasa verbal (Inti frase berupa kata kerja. Contoh: sedang makan), frasa adjektival (Inti frase berupa kata sifat. Contoh: tampan sekali), dan frasa numeral (Inti frase berupa kata bilangan. Contoh: lima belas, dua belas, dll). Yang ketiga adalah frasa koordinatif atau frasa yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif. Frasa ini dibagi menjadi dua, yakni konjungsi eksplisit dan konjungsi implisit. Dan frasa yang terakhir adalah frasa apositif, yaitu frasa koordinatif yang ke dua kekomponennya saling merujuk sesamanya dan oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan. Contoh: Bu Diah, dosen IAD, baik sekali. Selain dari beberapa pengertian diatas, sintaksis frasa juga dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.
Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat. Dalam bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam klausa. Masing-masing ahli bahasa memiliki perbedaan dalam membuat klasifikasi tentang klausa, tergantung pada sudut pandangnya. berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa, yaitu S dan P, klausa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu klausa lengkap dan tak lengkap.
d. Sintaksis:
Sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan (Verhaar, 1966: 161). Sintaksis juga dapat diartikan sebagai cabang dari ilmu linguistik yang menalaah tentang hubungan kata dalam kalimat. Sintaksis dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
- Sintaksis Frasa
Sintaksis frasa adalah gabungan kata nonpredikatif yang menduduki satu jabatan fungsi dalam kalimat. Hubungan kata yang satu dan yang lain dalam frase cukup longgar sehingga dapat diselipi kata. Frase sebagai gabungan kata tidak dapat diperlakukan seperti kata, jika hendak memindah satu fungsi frase tersebut, maka dipindah kesemua kata yang ada dalam frase tersebut . Frase terdiri lebih dari satu kata, maka pembentuk frase harus berupa morfem bebas, bukan morfem terikat. Beberapa jenis dari frasa antara lain adalah frasa Eksosentrik, yaitu frasa yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frasa ini dibagi menjadi dua bentuk, yakni eksosentris direktif dan eksosentris nondirektif. Selanjutnya adalah frasa endosentrik, yaitu frasa yang salah satu unsurnya mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frasa ini dibagi lagi menjadi empat bagian yaitu frasa nominal (Inti frase berupa kata benda dan kata ganti. Contoh: buku tulis, guru muda), frasa verbal (Inti frase berupa kata kerja. Contoh: sedang makan), frasa adjektival (Inti frase berupa kata sifat. Contoh: tampan sekali), dan frasa numeral (Inti frase berupa kata bilangan. Contoh: lima belas, dua belas, dll). Yang ketiga adalah frasa koordinatif atau frasa yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif. Frasa ini dibagi menjadi dua, yakni konjungsi eksplisit dan konjungsi implisit. Dan frasa yang terakhir adalah frasa apositif, yaitu frasa koordinatif yang ke dua kekomponennya saling merujuk sesamanya dan oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan. Contoh: Bu Diah, dosen IAD, baik sekali. Selain dari beberapa pengertian diatas, sintaksis frasa juga dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.
- Sintaksis Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat. Dalam bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam klausa. Masing-masing ahli bahasa memiliki perbedaan dalam membuat klasifikasi tentang klausa, tergantung pada sudut pandangnya. berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa, yaitu S dan P, klausa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu klausa lengkap dan tak lengkap.
Klausa lengkap adalah klausa yang semua unsur intinya hadir. Klausa ini diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi klausa versi (klausa yang S-nya mendahului P. Contoh : Kondisinya masih kritis) dan klausa inversi (klausa yang P-nya mendahului S. Contoh: masih kritis kondisinya). Sedangkan klausa tak lengkap adalah klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain dihilangkan. Berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P klausa dapat diklasifikasikan menjadi klausa positif dan klausa negatif. Klausa positif adalah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan P. Contoh : mereka pergi bermain. Sedangkan klausa negatif adalah Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P. Contoh : mereka tidak pergi bermain. Selanjutnya Berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi klausa nomina (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori kata benda), klausa verba (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori kata kerja ), adjektiva (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori kata sifat), numeralia (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori angka), dan preposisional (klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori kata depan). Kemudian berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang kehadirannya tidak dipengaruhi oleh klausa bawahan sehingga mampu berdiri sendiri, contoh: Anak itu badannya panas, tetapi kakinya sangat dingin.
Baca juga : Pengertian dan Unsur-unsur Puisi, Struktur Batin, Fisik dan Hakikat Puisi
Klausa terikat adalah klausa yang tidak bisa berdiri sendiri dan diawali dengan konjungsi atau preposisi, contoh: Semua murid sudah pulang kecuali yang dihukum. Dan yang terakhir adalah klasifikasi klausa berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas klausa atasan dan klausa bawahan. Klausa atasan adalah klausa yang tidak menduduki fungsi sintaksis dari klausa yang lain. Contoh : Ketika ayah tiba, kami sedang memasak. Sedangkan klausa bawahan adalah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur dari klausa yang lain. Contoh : Jika tidak ada rotan, akarpun jadi.
Klausa terikat adalah klausa yang tidak bisa berdiri sendiri dan diawali dengan konjungsi atau preposisi, contoh: Semua murid sudah pulang kecuali yang dihukum. Dan yang terakhir adalah klasifikasi klausa berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas klausa atasan dan klausa bawahan. Klausa atasan adalah klausa yang tidak menduduki fungsi sintaksis dari klausa yang lain. Contoh : Ketika ayah tiba, kami sedang memasak. Sedangkan klausa bawahan adalah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur dari klausa yang lain. Contoh : Jika tidak ada rotan, akarpun jadi.
Posting Komentar untuk "Macam dan Jenis Subdisiplin Linguistik, Fonologi, Morfologi, Morfofonologi dan Sintaksis"