Perlakuan Khusus Perpajakan Koperasi dan Perbedaan dengan Pajak Badan Usaha Lain
PERLAKUAN KHUSUS PERPAJAKAN KOPERASI DAN PERBEDAAN DENGAN PAJAK BADAN LAIN
Berdasarkan beberapa peraturan yang ada (Undang-Undang Perpajakan, khususnya Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan), terdapat beberapa perlakukan khusus yang diberikan kepada wajib pajak koperasi dan UKM. Perlakuan khusus tersebut antara lain berupa:
1. Penghasilan berupa bunga simpanan koperasi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Simpanan Yang Dibayarkan oleh Koperasi Kepada Anggota Koperasi Orang Probadi, sejak 1 Januari 2009, berlaku ketentuan bahwa penghasilan yang berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi dikenakan tarif sebagai berikut:
- Tidak melebihi dari Rp240.000 per bulan tidak dikenakan tarif PPh atau 0% dan bersifat final.
- Melebihi dari Rp240.000 per bulan dikenakan tarif PPh sebesar 10% dan bersifat final.
Dalam rangka pelaksanaan aturan tersebut, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Atas Bunga Simpanan Yang Dibayarkan Oleh Koperasi Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi, menyatakan bahwa:
- Pajak penghasilan tersebut wajib dipotong oleh koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang pribadi pada saat pembayaran.
- Koperasi wajib memberikan bukti potong setiap melakukan pemotongan, termasuk terhadadp pada penghasilan dari bunga simpanan yang dikenai tarif sebesar 0%.
- Pajak penghasilan tersebut wajib disetorkan menggunakan surat setoran pajak oleh koperasi ke kas negara melalui bank/kantor pos yang ditunjuk Menteri Keuangan, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, dan apabila libur/hari sabtu pada hari kerja berikutnya.
- Koperasi wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan tersebut menggunakan Surat Pemberitahuan masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2), paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir atau hari kerja berikutnya apabila hari tersebut merupakan hari sabtu atau libur nasional.
2. Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi
Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya-biaya operasional dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. Secara umum, sisa hasil usaha setelah dikurangi dana cadangan dibagikan kepada anggota dengan besaran sesuai dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota koperasi. Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibagikan koperasi kepada para anggotanya tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23. (Pasal 23 ayat 4 huruf f UU Nomor 36 Tahun 2008).
3. Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan sebagai Biaya Koperasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 219/PMK.011/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 Tentang Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya, Pasal 1 menyebutkan bahwa Pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang, yang meliputi cadangan piutang tak tertagih untuk badan usaha lain yang menyalurkan kredit, yaitu badan usaha selain bank umum dan bank perkreditan rakyat yang menyalurkan kredit kepada masyarakat, yang meliputi koperasi simpan pinjam.
Baca juga : Apakah Tugas Manajer Keuangan Sekolah dan Pendidikan?
Lebih lanjut, pada Pasal 6 dinyatakan bahwa besarnya cadangan piutang tak tertagih koperasi simpan pinjam dimaksud ditetapkan sebagai berikut :
a. 0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar.
b. 10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan.
c. 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan.
d. 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah :
a. 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid, dan
b. 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.
Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh koperasi simpan pinjam. Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
Lebih lanjut, pada Pasal 6 dinyatakan bahwa besarnya cadangan piutang tak tertagih koperasi simpan pinjam dimaksud ditetapkan sebagai berikut :
a. 0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar.
b. 10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan.
c. 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan.
d. 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah :
a. 100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid, dan
b. 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.
Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh koperasi simpan pinjam. Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
4. Tarif Pajak Badan Koperasi
Pada dasarnya tarif pajak badan yang dikenakai terhadap Koperasi adalah sama dengan wajib pajak badan pada umumnya, yaitu:
- Tarif PPh badan Dalam Negeri (termasuk koperasi) dan Badan Usaha Tetap sebesar 28% (Pasal 17 ayat 1 b UU 36 Tahun 2008). Tarif ini berlaku tahun 2009.
- Tarif PPh badan Dalam Negeri (termasuk koperasi) dan Badan Usaha Tetap menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun 2010 (Pasal 17 ayat 2 a UU Nomor 36 Tahun 2008).
- Wajib Pajak Badan dalam negeri (termasukk koperasi) dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000 mendapat fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif 25%, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000.
5. Jangka Waktu Pelunasan Kewajiban Pajak
Terdapat pengaturan mengenai jangka waktu pelunasan kewajiban pajak, termasuk bagi koperasi yang memenuhi kriteria tertentu, sebagaimana dijelaskan pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, menyebutkan bahwa bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan, dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Baca juga : Apakah Pengertian Manajemen Keuangan Sekolah dan Pendidikan?
Lebih lanjut, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, khususnya pada Pasal 7 disebutkan bahwa bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan kewajiban tersebut dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerbitan. Wajib Pajak Usaha Kecil termasuk Wajib Pajak Badan (termasuk Koperasi) dengan kriteria wajib pajak badan tidak termasuk BUT dan menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Adapun proses yang harus dilalui adalah permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Lebih lanjut, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, khususnya pada Pasal 7 disebutkan bahwa bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan kewajiban tersebut dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerbitan. Wajib Pajak Usaha Kecil termasuk Wajib Pajak Badan (termasuk Koperasi) dengan kriteria wajib pajak badan tidak termasuk BUT dan menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Adapun proses yang harus dilalui adalah permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Posting Komentar untuk "Perlakuan Khusus Perpajakan Koperasi dan Perbedaan dengan Pajak Badan Usaha Lain"