Akad pada Asuransi Syariah, Posisi Pihak Pelaksana Akad dan Akad Tijarah Lainnya
Akad pada Asuransi Syariah
Akad yang dilakukan antara peserta asuransi dengan pihak perusahaan terdiri atas dua akad, yaitu:
1. Akad Tabarru
Akad tabarru memiliki pengertian semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong dengan mengharap pahala dari Allah SWT, bukan semata-mata untuk tujuan komersil. Akad ini dalam pengaplikasiannya lebih dikenal dengan hibah.
Baca juga : Ekonomi Digital Tumbuh Pesat tapi Perlindungan Privasi Masih Lemah
Tabarru’ merupakan hibah berdasarkan fatwa No. 21, 39 & 53 yang berlaku untuk asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi.
Dana tabarru’ yang sudah diberikan tidak boleh di ambil kembali, sedangkan secara praktek, peserta merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’.
2. Akad Tijarah
Akad tijarah memiliki arti semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan komersil. Pengaplikasian akad tijarah dalam asuransi syariah lebih dikenal sebagai akad mudharabah.
Dalam akad tijarah atau mudharabah, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana, dan peserta atau shahibul mal adalah pemegang polis, seperti halnya terdapat dalam asuransi konvensional. Sedangkan dalam akad tabarru’, peserta asuransi berkedudukan sebagai pemberi hibah yang digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah, dengan perusahaan asuransi sebagai penengah serta pengelola dana hibah tersebut.
Adapun yang menjadi perbandingan antara akad tabarru’ dengan kontrak konvensional terletak pada ketidakjelasan besarnya premi yang harus dibayarkan karena bergantung terhadap usia peserta yang mana hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal dunia sehingga mengakibatkan asuransi konvensional mengandung apa yang disebut gharar (ketidakjelasan) pada kontrak sehingga mengakibatkan kontrak pertukaran harta benda dalam asuransi konvensional dalam praktiknya cacat secara hukum.
Implementasi konsep mudharabah pada asuransi jiwa syariah:
1. Adanya bagi hasil dalam deposito dan juga sertifikat deposito dari perbankan syariah.
2. Adanya bagi hasil dalam direct investment (yang dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah).
3. Adanya bagi hasil antara peserta dengan perusahaan asuransi syariah atas bagi hasil investasi yang ada berdasarkan atas skema yang dijanjikan.
4. Bagi hasil dalam penentuan rate premi pada berbagai produk tabungan dan juga produk non tabungan.
Tabarru’ merupakan hibah berdasarkan fatwa No. 21, 39 & 53 yang berlaku untuk asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi.
Dana tabarru’ yang sudah diberikan tidak boleh di ambil kembali, sedangkan secara praktek, peserta merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’.
2. Akad Tijarah
Akad tijarah memiliki arti semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan komersil. Pengaplikasian akad tijarah dalam asuransi syariah lebih dikenal sebagai akad mudharabah.
Posisi Pihak Pelaksana Akad
Dalam akad tijarah atau mudharabah, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana, dan peserta atau shahibul mal adalah pemegang polis, seperti halnya terdapat dalam asuransi konvensional. Sedangkan dalam akad tabarru’, peserta asuransi berkedudukan sebagai pemberi hibah yang digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah, dengan perusahaan asuransi sebagai penengah serta pengelola dana hibah tersebut.
Adapun yang menjadi perbandingan antara akad tabarru’ dengan kontrak konvensional terletak pada ketidakjelasan besarnya premi yang harus dibayarkan karena bergantung terhadap usia peserta yang mana hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal dunia sehingga mengakibatkan asuransi konvensional mengandung apa yang disebut gharar (ketidakjelasan) pada kontrak sehingga mengakibatkan kontrak pertukaran harta benda dalam asuransi konvensional dalam praktiknya cacat secara hukum.
Implementasi konsep mudharabah pada asuransi jiwa syariah:
1. Adanya bagi hasil dalam deposito dan juga sertifikat deposito dari perbankan syariah.
2. Adanya bagi hasil dalam direct investment (yang dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah).
3. Adanya bagi hasil antara peserta dengan perusahaan asuransi syariah atas bagi hasil investasi yang ada berdasarkan atas skema yang dijanjikan.
4. Bagi hasil dalam penentuan rate premi pada berbagai produk tabungan dan juga produk non tabungan.
Baca juga : Solusi Terbaik bagi UMKM dalam Menghadapi Krisis
Sementara pelaksanaan konsep mudharabah dalam asuransi syariah umum diantaranya adalah penggunaaan akad mudharabah dalam melakukan perhitungan surplus underwriting dalam persyaratan pembayaran mudharabah, formula perhitungan mudharabah, dan juga dalam tata cara pembayaran asuransi umum Islam dengan akad mudharabah.
Sementara pelaksanaan konsep mudharabah dalam asuransi syariah umum diantaranya adalah penggunaaan akad mudharabah dalam melakukan perhitungan surplus underwriting dalam persyaratan pembayaran mudharabah, formula perhitungan mudharabah, dan juga dalam tata cara pembayaran asuransi umum Islam dengan akad mudharabah.
Akad Tijarah Lainnya pada Asuransi Syariah
Selain menggunakan akad mudharabah, konsep produk asuransi syariah juga dapat menggunakan akad wadiah,dan wakalah.
1. Akad wadiah
Wadiah berarti meninggalkan atau menjaga. Landasan syariahnya adalah QS. An Nisa ayat 58. Yang artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Berdasarkan ini, maka para ulama menyatakan bahwa akad wadiah boleh digunakan untuk kegiatan yang bersifat tolong menolong dalam dunia asuransi syariah. Akad wadiah yang digunakan dalam asuransi syariah ini adalah wadiah yad dhamanah, dimana pihak yang dititipkan dana, dalam hal ini perusahaan asuransi syariah berhak untuk memanfaatkan dana tersebut. Penitipan dilakukan dalam rekening giro.
2. Akad wakalah
Wakalah berarti penyerahan atau pendelegasian. Dengan begitu secara ringkas dapat dikatakan bahwa wakalah merupakan pelimpahan atau pendelegasian wewenang dari satu pihak untuk dilaksanakan oleh pihak lainnya. Adapun landasan syariah dari akad wakalah adalah QS Al Baqarah ayat 283. Yang artinya:
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Baca juga : WhatsApp Ajak UKM untuk Membantu UMKM
Di asuransi syariah, konsep wakalah banyak dipakai dengan adanya konsep pemasaran, dimana dunia asuransi syariah mendelegasikan berbagai macam informasi dan manfaat menggunakan asuransi syariah melalui tenanga-tenaga pemasaran mereka.
Di asuransi syariah, konsep wakalah banyak dipakai dengan adanya konsep pemasaran, dimana dunia asuransi syariah mendelegasikan berbagai macam informasi dan manfaat menggunakan asuransi syariah melalui tenanga-tenaga pemasaran mereka.
Posting Komentar untuk "Akad pada Asuransi Syariah, Posisi Pihak Pelaksana Akad dan Akad Tijarah Lainnya"