Pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing), Dasar Hukum, Pihak Terkait dan Jenis-jenisnya
Pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing)
Istilah lain dari Sewa Guna Usaha yaitu “leasing”, dimana leasing itu berasal dari kata lease (inggris) yang berarti menyewakan. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing), leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Sedangkan Barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee. Barang modal pada hal ini berdasarkan pada pasal 11 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Baca juga : Akad Wakalah (Wikalah), Pengertian, Sumber Hukum, Rukun dan Ketentuan Syariah
Kegiatan leasing secara resmi diperbolehkan beroperasi di Indonesia setelah keluar surat keputusan bersama antara Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor Kep. 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/74 dan Nomor 30/Kpb/I/74 Tanggal 7 Februari 1974 Tentang Perizinan Usaha Leasing di Indonesia.
Wewenang untuk memberikan usaha leasing dikeluarkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Surat Keputusan Nomor 649/MK/IV/5/1974 Tanggal 6 Mei 1974 yang mengatur mengenai ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia.
Perkembangan selanjutnya adalah dengan keluarnya Kebijaksanaan Deregulasi 20 Desember 1988 yang isinya mengatur tentang usaha leasing di Indonesia dan dengan keluarnya kebijaksanaan ini, maka ketentuan mengenai usaha leasing sebelumnya tidak berlaku lagi. Kemudian dalam Kepprez Nomor 61 Tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan nomor 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988 diperkenalkan adanya istilah pembiayaan yaitu kegiatan dalam bentuk dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat luas.
Selain itu, Leasing diatur lebih berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing). Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, 27 Nopember 1991 dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 19 Januari 1991. Dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 48/KMK.013/1991 tentang Kegiatan Sewa-guna-usaha, dinyatakan tidak berlaku.
Dalam setiap transaksi Leasing selalu melibatkan 3 (tiga) pihak utama, yaitu:
a. Pihak Lessor
Pihak Lessor adalah perusahaan Leasing yang memiliki hak kepemilikan atas barang modal. Perusahaan Leasing menyediakan dana kepada pihak yang membutuhkan.
Dalam usaha pengadaan barang modal, biasanya perusahaan Leasing berhubungan langsung dengan pihak penjual (Supplier), dan telah melunasi barang modal tersebut. Lessor bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan memperoleh keuntungan, atau memperoleh keuntungan dari penyediaan barang modal dan pemberian jasa pemeliharaan serta pengoperasian barang modal.
b. Pihak Lessee
Pihak Lessee adalah perusahaan atau pengguna barang modal yang dapat memiliki hak opsi pada akhir kontrak Leasing. Lessee yang memerlukan barang modal berhubungan langsung dengan Lessor, yang telah membiayai barang modal dan berstatus sebagai pemilik barang modal tersebut. Barang modal yang dibiayai oleh Lessor tersebut kemudian diserahkan penguasaannya kepada dan untuk digunakan oleh Lessee dalam menjalankan usahanya. Pada akhir kontrak Leasing, Lessee mengembalikan barang modal tersebut kepada Lessor, kecuali jika ada hak opsi untuk membeli barang modal dengan harga berdasarkan nilai sisa.
c. Pihak Supplier
Pihak Supplier adalah penjual barang modal yang menjadi objek Leasing. Harga barang modal tersebut dibayar tunai oleh Lessor kepada Supplier untuk kepentingan Lessee.
Pihak Supplier dapat berstatus perusahaan produsen barang modal atau pihak penjual biasa. Ada juga jenis Leasing yang tidak melibatkan Supplier, melainkan hubungan bilateral antara pihak Lessor dengan pihak Lessee, misalnya dalam bentuk Sale and Lease back.
Pada prinsipnya ada dua macam jenis Leasing yaitu Leasing yang berbentuk Operating dan Leasing yang berbentuk Finance. Namun demikian, terdapat juga berbagi bentuk lainnya yang lebih merupakan derifatif dari kedua bentuk pokok tersebut.
1. Financial Lease (Hak Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi)
Financial Lease sering disebut dengan Capital Lease atau Full-Payout Lease. Financial Lease merupakan suatu corak Leasing yang paling sering digunakan.
Dalam jenis ini, Lessor adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Lessee biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama Lessor, sebagi pemilik barang modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi Leasing.
Financial Leasing mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Objek Sewa Guna Usaha (Leasing) dapat berupa barang bergerak dan tidak bergerak, yang berumur maksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut.
b. Besarnya harga sewa ditambah hak opsi harus menutup harga barang ditambah keuntungan yang diharapkan oleh Lessor.
c. Jumlah sewa yang dibayar secara angsuran per bulan terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan biaya lain dan keuntungan yang diinginkan Lessor.
d. Jangka waktu berlakunya kontrak relatif lebih panjang, dan resiko biaya pemeliharaan dan biaya lain (kerusakan, pajak, asuransi) atas barang modal ditanggu ng oleh Lessee.
e. Pada akhir masa kontrak, Lessee diberi hak opsi untuk membeli barang modal sesuai nilai sisa, atau mengembalikannya kepada Lessor, atau perpanjangan masa kontrak dengan pembayaran yang lebih rendah dari sebelumnya.
f. Selama jangka waktu kontrak, Lessor tidak boleh secara sepihak mengakhiri kontrak Sewa Guna Usaha (Leasing) atau mengakhiri pemakaian barang modal tersebut.
2. Operating Lease (Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi)
Operating Lease disebut juga Service Lease. Dalam jenis ini, Lessor membeli barang modal dan selanjutnya disewagunausahakan kepada Lessee. Berbeda dengan Finance Lease, jumlah seluruh pembayaran Leasing berkala dalam Operating Lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena Lessor mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewagunausahakan, atau melalui beberapa kontrak Sewa Guna Usaha lainnya.
Dalam Leasing jenis ini, dibutuhkan keahlian khusus dari Lessor untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal yang sudah disewagunausahakan kembali.
Ciri-ciri dari Operating Lease adalah sebagai berikut:
a. Jangka waktu kontrak relatif lebih pendek dari umur ekonomis barang modal. Atas dasar perhitungan tersebut, Lessor dapat memetik keuntungan dari hasil penjualan setelah kontrak berakhir.
b. Barang modal yang menjadi objek Operating Lease, biasanya barang yang mudah dijual.
c. Jumlah sewa secara berkala (angsuran) yang dibayar oleh Lessee kepada Lessor lebih kecil daripada harga barang ditambah keuntungan yang diharapakan Lessor(non full payout).
d. Segala resiko ekonomi (kerusakan, pajak, asuransi, pemeliharaan) atas barang modal ditanggung oleh Lessor.
e. Kontrak Operating Lease dapat dibatalkan secara sepihak oleh Lessee dengan mengembalikan barang modal kepada Lessor.
f. Setelah kontrak berakhir, Lessee wajib mengembalikan barang modal tersebut kepada Lessor.
Bahwa selain kedua bentuk utama Leasing diatas, masih terdapat bentuk-bentuknya dari Leasing, antara lain sebagai berikut :
3. Sale and Lease Back ( Jual dan Sewa Kembali)
Dalam bentuk transaksi ini, Lessee membeli terlebih dahulu barang modal atas namanya sendiri, kemudian barang modal tersebut dijual kepada Lessor dan selanjutnya oleh Lessee disewa kembali dari Lessor untuk digunakan kembali bagi keperluan usahanya daalam suatu bentuk kontrak Leasing. Biasanya bentuk Sale and Lease Back ini mengambil bentuk Financial Lease.
Sale and Lease Back mirip dengan hutang-piutang uang dengan jaminan barang, dan pembayaran barang tersebut dilakukan secara cicilan. Tujuan Lessee mengunakan bentuk ini untuk memperoleh dana tambahan modal kerja, yang tadinya ditanggulangi sendiri, lalu dialihkan melalui kontrak Leasing. Bentuk ini banyak digunakan di Indonesia akibat masalah kesulitan impor barang modal terutama mengenai perizinan, bea masuk, pajak impor, yang banyak memakan biaya.
7. Cross Border Lease
Cross Border Lease merupakan Leasing dengan mana pihak Lessor dan pihak Lessee berada dalam dua negara yang berbeda.
8. Net Lease
Ini merupakan bentuk Financial Leasing, dimana Lessee yang menanggung resiko dan bertanggungjawab atas pemeliharaan barang dan membayar pajak dan asuransinya.
9. Net-net Lease
Ini juga merupakan bentuk Financial Leasing, dimana Lessee tidak hanya menanggung resiko dan bertanggungjawab atas pemeliharaan barang dan membayar pajak saja, bahkan Lessee harus juga mengembalikan barang kepada Lessor dalam kondisi dan nilai seperti pada saat mulainya perjanjian Leasing. Sering juga dipakai istilah Non-Maintenance Lease baik untuk Net Leasemaupun untuk Net-net Lease.
10. Full service Lease
Full service Lease disebut juga dengan Rental Lease atau Gross Lease. Maksudnya adalah Leasing dengan mana pihak Lessor bertanggungjawab atas pemeliharaan barang, membayar asuransi dan pajak.
11. Big Ticket Lease
Ini merupakan Leasing untuk barang-barang mahal, misalnya pesawat terbang dan dengan jangka waktu yang relatif lama, misalnya 10 tahun.
Dasar Hukum Leasing
Kegiatan leasing secara resmi diperbolehkan beroperasi di Indonesia setelah keluar surat keputusan bersama antara Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor Kep. 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/74 dan Nomor 30/Kpb/I/74 Tanggal 7 Februari 1974 Tentang Perizinan Usaha Leasing di Indonesia.
Wewenang untuk memberikan usaha leasing dikeluarkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Surat Keputusan Nomor 649/MK/IV/5/1974 Tanggal 6 Mei 1974 yang mengatur mengenai ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia.
Perkembangan selanjutnya adalah dengan keluarnya Kebijaksanaan Deregulasi 20 Desember 1988 yang isinya mengatur tentang usaha leasing di Indonesia dan dengan keluarnya kebijaksanaan ini, maka ketentuan mengenai usaha leasing sebelumnya tidak berlaku lagi. Kemudian dalam Kepprez Nomor 61 Tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan nomor 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988 diperkenalkan adanya istilah pembiayaan yaitu kegiatan dalam bentuk dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat luas.
Selain itu, Leasing diatur lebih berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing). Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, 27 Nopember 1991 dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 19 Januari 1991. Dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 48/KMK.013/1991 tentang Kegiatan Sewa-guna-usaha, dinyatakan tidak berlaku.
Pihak-pihak dalam Perjanjian Leasing
Dalam setiap transaksi Leasing selalu melibatkan 3 (tiga) pihak utama, yaitu:
a. Pihak Lessor
Pihak Lessor adalah perusahaan Leasing yang memiliki hak kepemilikan atas barang modal. Perusahaan Leasing menyediakan dana kepada pihak yang membutuhkan.
Dalam usaha pengadaan barang modal, biasanya perusahaan Leasing berhubungan langsung dengan pihak penjual (Supplier), dan telah melunasi barang modal tersebut. Lessor bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan memperoleh keuntungan, atau memperoleh keuntungan dari penyediaan barang modal dan pemberian jasa pemeliharaan serta pengoperasian barang modal.
b. Pihak Lessee
Pihak Lessee adalah perusahaan atau pengguna barang modal yang dapat memiliki hak opsi pada akhir kontrak Leasing. Lessee yang memerlukan barang modal berhubungan langsung dengan Lessor, yang telah membiayai barang modal dan berstatus sebagai pemilik barang modal tersebut. Barang modal yang dibiayai oleh Lessor tersebut kemudian diserahkan penguasaannya kepada dan untuk digunakan oleh Lessee dalam menjalankan usahanya. Pada akhir kontrak Leasing, Lessee mengembalikan barang modal tersebut kepada Lessor, kecuali jika ada hak opsi untuk membeli barang modal dengan harga berdasarkan nilai sisa.
c. Pihak Supplier
Pihak Supplier adalah penjual barang modal yang menjadi objek Leasing. Harga barang modal tersebut dibayar tunai oleh Lessor kepada Supplier untuk kepentingan Lessee.
Pihak Supplier dapat berstatus perusahaan produsen barang modal atau pihak penjual biasa. Ada juga jenis Leasing yang tidak melibatkan Supplier, melainkan hubungan bilateral antara pihak Lessor dengan pihak Lessee, misalnya dalam bentuk Sale and Lease back.
Jenis-Jenis Leasing
Pada prinsipnya ada dua macam jenis Leasing yaitu Leasing yang berbentuk Operating dan Leasing yang berbentuk Finance. Namun demikian, terdapat juga berbagi bentuk lainnya yang lebih merupakan derifatif dari kedua bentuk pokok tersebut.
1. Financial Lease (Hak Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi)
Financial Lease sering disebut dengan Capital Lease atau Full-Payout Lease. Financial Lease merupakan suatu corak Leasing yang paling sering digunakan.
Dalam jenis ini, Lessor adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Lessee biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama Lessor, sebagi pemilik barang modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi Leasing.
Financial Leasing mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Objek Sewa Guna Usaha (Leasing) dapat berupa barang bergerak dan tidak bergerak, yang berumur maksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut.
b. Besarnya harga sewa ditambah hak opsi harus menutup harga barang ditambah keuntungan yang diharapkan oleh Lessor.
c. Jumlah sewa yang dibayar secara angsuran per bulan terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan biaya lain dan keuntungan yang diinginkan Lessor.
d. Jangka waktu berlakunya kontrak relatif lebih panjang, dan resiko biaya pemeliharaan dan biaya lain (kerusakan, pajak, asuransi) atas barang modal ditanggu ng oleh Lessee.
e. Pada akhir masa kontrak, Lessee diberi hak opsi untuk membeli barang modal sesuai nilai sisa, atau mengembalikannya kepada Lessor, atau perpanjangan masa kontrak dengan pembayaran yang lebih rendah dari sebelumnya.
f. Selama jangka waktu kontrak, Lessor tidak boleh secara sepihak mengakhiri kontrak Sewa Guna Usaha (Leasing) atau mengakhiri pemakaian barang modal tersebut.
2. Operating Lease (Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi)
Operating Lease disebut juga Service Lease. Dalam jenis ini, Lessor membeli barang modal dan selanjutnya disewagunausahakan kepada Lessee. Berbeda dengan Finance Lease, jumlah seluruh pembayaran Leasing berkala dalam Operating Lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena Lessor mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewagunausahakan, atau melalui beberapa kontrak Sewa Guna Usaha lainnya.
Dalam Leasing jenis ini, dibutuhkan keahlian khusus dari Lessor untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal yang sudah disewagunausahakan kembali.
Ciri-ciri dari Operating Lease adalah sebagai berikut:
a. Jangka waktu kontrak relatif lebih pendek dari umur ekonomis barang modal. Atas dasar perhitungan tersebut, Lessor dapat memetik keuntungan dari hasil penjualan setelah kontrak berakhir.
b. Barang modal yang menjadi objek Operating Lease, biasanya barang yang mudah dijual.
c. Jumlah sewa secara berkala (angsuran) yang dibayar oleh Lessee kepada Lessor lebih kecil daripada harga barang ditambah keuntungan yang diharapakan Lessor(non full payout).
d. Segala resiko ekonomi (kerusakan, pajak, asuransi, pemeliharaan) atas barang modal ditanggung oleh Lessor.
e. Kontrak Operating Lease dapat dibatalkan secara sepihak oleh Lessee dengan mengembalikan barang modal kepada Lessor.
f. Setelah kontrak berakhir, Lessee wajib mengembalikan barang modal tersebut kepada Lessor.
Bahwa selain kedua bentuk utama Leasing diatas, masih terdapat bentuk-bentuknya dari Leasing, antara lain sebagai berikut :
3. Sale and Lease Back ( Jual dan Sewa Kembali)
Dalam bentuk transaksi ini, Lessee membeli terlebih dahulu barang modal atas namanya sendiri, kemudian barang modal tersebut dijual kepada Lessor dan selanjutnya oleh Lessee disewa kembali dari Lessor untuk digunakan kembali bagi keperluan usahanya daalam suatu bentuk kontrak Leasing. Biasanya bentuk Sale and Lease Back ini mengambil bentuk Financial Lease.
Sale and Lease Back mirip dengan hutang-piutang uang dengan jaminan barang, dan pembayaran barang tersebut dilakukan secara cicilan. Tujuan Lessee mengunakan bentuk ini untuk memperoleh dana tambahan modal kerja, yang tadinya ditanggulangi sendiri, lalu dialihkan melalui kontrak Leasing. Bentuk ini banyak digunakan di Indonesia akibat masalah kesulitan impor barang modal terutama mengenai perizinan, bea masuk, pajak impor, yang banyak memakan biaya.
Baca juga : Qardhul Hasan (Pinjaman tanpa Biaya), Pengertian, Hukum dan Rukun dan Ketentuan Syariah
4. Direct Finance Lease (Sewa Guna Usaha Langsung)
Dalam bentuk transaksi ini, Lessor membeli barang modal dan sekaligus menyewakannya kepada Lessee. Pembelian tersebut dilakukan atas permintaan Lessee dan Lessee pula yang menentukan spesifikasi barang modal, harga dan Suppliernya.
Dengan kata lain, Lessee berhubungan langsung dengan Supplier dan Lessor membiayai kebutuhan barang modal tersebut untuk kepentingan Lessee. Penyerahan barang langsung kepada Lessee tidak melalui Lessor, tetapi pembayaran harga secara angsuran langsung dilakukan kepada Lessor.Jadi, tujuan Lessee adalah memperoleh barang modal untuk perusahaannya dengan pembiayaan secara Leasing dari Lessor.
5. Syndicated Lease (Sewa Guna Usaha Sindikasi)
Dalam bentuk transaksi, seorang Lessor tidak sanggup membiayai sendiri keperluanbarang modal yang dibutuhkan Lessee karena alasan tidak memiliki kemampuan pendanaan.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka beberapa Leasing Companies mengadakan kerja sama membiayai barang modal yang dibutuhkan Lessee. Dalam pelaksanaanya, salah satu Leasing Company bertindak sebagai Coordinator of Laesing Companies untuk menghadapi Lessee dan juga pihak Supplier.
6. Leveraged Lease
Leveraged Lease merupakan suatu jenis Financial Lease, dengan mana pihak yang memberikan pembiayaan di samping Lessor juga pihak ketiga. Biasanya Leveraged Lease ini dilakukan terhadap barang-barang yang mempunyai nilai tinggi, dimana pihak Lessor hanya membiayai antara 20% sampai dengan 40% dari pembelian barang, sedangkan selebihnya akan dibiayai oleh pihak ketiga, yang merupakan hasil pinjaman Lessor dari pihak ketiga tersebut dengan memakai kontrak Leasing yang bersangkutan sebagai jaminan hutangnya. Pihak ketiga ini sering disebut dengan Credit Provider atau Debt Participant. Biasanya dengan Leveraged Lease ini terdapat juga seorang yang disebut manager. Yakni pihak yang melaksanakan tender kepada Lessee, dan mengatur hubungan dan negoisasi antara Lessor, Lessee dan Debt Participant.
4. Direct Finance Lease (Sewa Guna Usaha Langsung)
Dalam bentuk transaksi ini, Lessor membeli barang modal dan sekaligus menyewakannya kepada Lessee. Pembelian tersebut dilakukan atas permintaan Lessee dan Lessee pula yang menentukan spesifikasi barang modal, harga dan Suppliernya.
Dengan kata lain, Lessee berhubungan langsung dengan Supplier dan Lessor membiayai kebutuhan barang modal tersebut untuk kepentingan Lessee. Penyerahan barang langsung kepada Lessee tidak melalui Lessor, tetapi pembayaran harga secara angsuran langsung dilakukan kepada Lessor.Jadi, tujuan Lessee adalah memperoleh barang modal untuk perusahaannya dengan pembiayaan secara Leasing dari Lessor.
5. Syndicated Lease (Sewa Guna Usaha Sindikasi)
Dalam bentuk transaksi, seorang Lessor tidak sanggup membiayai sendiri keperluanbarang modal yang dibutuhkan Lessee karena alasan tidak memiliki kemampuan pendanaan.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka beberapa Leasing Companies mengadakan kerja sama membiayai barang modal yang dibutuhkan Lessee. Dalam pelaksanaanya, salah satu Leasing Company bertindak sebagai Coordinator of Laesing Companies untuk menghadapi Lessee dan juga pihak Supplier.
6. Leveraged Lease
Leveraged Lease merupakan suatu jenis Financial Lease, dengan mana pihak yang memberikan pembiayaan di samping Lessor juga pihak ketiga. Biasanya Leveraged Lease ini dilakukan terhadap barang-barang yang mempunyai nilai tinggi, dimana pihak Lessor hanya membiayai antara 20% sampai dengan 40% dari pembelian barang, sedangkan selebihnya akan dibiayai oleh pihak ketiga, yang merupakan hasil pinjaman Lessor dari pihak ketiga tersebut dengan memakai kontrak Leasing yang bersangkutan sebagai jaminan hutangnya. Pihak ketiga ini sering disebut dengan Credit Provider atau Debt Participant. Biasanya dengan Leveraged Lease ini terdapat juga seorang yang disebut manager. Yakni pihak yang melaksanakan tender kepada Lessee, dan mengatur hubungan dan negoisasi antara Lessor, Lessee dan Debt Participant.
7. Cross Border Lease
Cross Border Lease merupakan Leasing dengan mana pihak Lessor dan pihak Lessee berada dalam dua negara yang berbeda.
8. Net Lease
Ini merupakan bentuk Financial Leasing, dimana Lessee yang menanggung resiko dan bertanggungjawab atas pemeliharaan barang dan membayar pajak dan asuransinya.
9. Net-net Lease
Ini juga merupakan bentuk Financial Leasing, dimana Lessee tidak hanya menanggung resiko dan bertanggungjawab atas pemeliharaan barang dan membayar pajak saja, bahkan Lessee harus juga mengembalikan barang kepada Lessor dalam kondisi dan nilai seperti pada saat mulainya perjanjian Leasing. Sering juga dipakai istilah Non-Maintenance Lease baik untuk Net Leasemaupun untuk Net-net Lease.
10. Full service Lease
Full service Lease disebut juga dengan Rental Lease atau Gross Lease. Maksudnya adalah Leasing dengan mana pihak Lessor bertanggungjawab atas pemeliharaan barang, membayar asuransi dan pajak.
11. Big Ticket Lease
Ini merupakan Leasing untuk barang-barang mahal, misalnya pesawat terbang dan dengan jangka waktu yang relatif lama, misalnya 10 tahun.
Baca juga : Akad Wadiah (Deposito), Pengertian, Hukum, Jenis, Sumber Hukum, Rukun dan Ketentuan Syariah
12. Captive Leasing
Yang dimaksud dengan Captive Leasing adalah Leasing yang ditawarkan oleh Lessor kepada langganan tertentu, yang telah terlebih dahulu ada hubungannya dengan Lessor. Dalam hal ini, biasanya yang menjadi barang objek Leasing adalah barang yang merupakan merek dari Lessor itu sendiri.
13. Third Party Leasing
Transaksi bentuk ini merupakan kebalikan dari Captive Leasing. Dalam trnasaksi ini, pihak Lessor bebas menawarkan Leasing kepada siapa saja. Jadi, Lessor tidak harus mempunyai hubungan terlebih dahulu dengan Lessee.
14. Wrap Lessee
Wrap Lease merupakan jenis Leasing, yang biasanya pihak Lessor tidak mau mengambil resiko, sehingga jangka waktunya lebih singkat dari biasanya.
Tetapi tentunya ini akan memberatkan Lessee, karena ia akan membayar cicilan yang besar.
Oleh karena itu, pihak Lessor biasanya melease kembali barang tersebut kepada investor yang mau menanggung resiko, sehingga jangka waktu Leasing bagi Lessee menjadi lebih panjang, sehingga cicilannya menjadi relatif kecil.
15. Straight Payable Lease, Seasonal Lease dan Return on Invescment Lease
Pembagian kepada tiga jenis Leasing ini adalah jika dipergunakan kriteria “cara pembayaran” terhadap cicilan harga barang oleh Lessee kepada Lessor. Yang dimaksud dengan Straight Payable Lease adalah Leasing yang cicilannya dibayar Lessee kepada Lessor tiap bulannya dengan jumlah cicilan yang selalu sama.
Sementara itu, yang dimaksud dengan Seasonal Lease adalah Leasing yang metode pembayaran cicilannya oleh Lessee kepada Lessor dilakukan setiap periode tertentu, miasalnya dibayar tiap tiga bulan sekali.
12. Captive Leasing
Yang dimaksud dengan Captive Leasing adalah Leasing yang ditawarkan oleh Lessor kepada langganan tertentu, yang telah terlebih dahulu ada hubungannya dengan Lessor. Dalam hal ini, biasanya yang menjadi barang objek Leasing adalah barang yang merupakan merek dari Lessor itu sendiri.
13. Third Party Leasing
Transaksi bentuk ini merupakan kebalikan dari Captive Leasing. Dalam trnasaksi ini, pihak Lessor bebas menawarkan Leasing kepada siapa saja. Jadi, Lessor tidak harus mempunyai hubungan terlebih dahulu dengan Lessee.
14. Wrap Lessee
Wrap Lease merupakan jenis Leasing, yang biasanya pihak Lessor tidak mau mengambil resiko, sehingga jangka waktunya lebih singkat dari biasanya.
Tetapi tentunya ini akan memberatkan Lessee, karena ia akan membayar cicilan yang besar.
Oleh karena itu, pihak Lessor biasanya melease kembali barang tersebut kepada investor yang mau menanggung resiko, sehingga jangka waktu Leasing bagi Lessee menjadi lebih panjang, sehingga cicilannya menjadi relatif kecil.
15. Straight Payable Lease, Seasonal Lease dan Return on Invescment Lease
Pembagian kepada tiga jenis Leasing ini adalah jika dipergunakan kriteria “cara pembayaran” terhadap cicilan harga barang oleh Lessee kepada Lessor. Yang dimaksud dengan Straight Payable Lease adalah Leasing yang cicilannya dibayar Lessee kepada Lessor tiap bulannya dengan jumlah cicilan yang selalu sama.
Sementara itu, yang dimaksud dengan Seasonal Lease adalah Leasing yang metode pembayaran cicilannya oleh Lessee kepada Lessor dilakukan setiap periode tertentu, miasalnya dibayar tiap tiga bulan sekali.
Baca juga : Akad Al-Hiwalah atau Hawalah (Pengalihan), Pengertian, Jenis, Sumber Hukum, Syarat dan Ketentuan
Sedangkan yang dimaksud dengan Return on Invescment Lease adalah suatu jenis Leasing dimana pembayaran cicilan oleh Lessee kepada Lessorhanya terhadap angsuran bunganya saja. Sementara hutang pokoknya baru dibayar setiap akhir tahun dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan Lessee. Menurut Mr. A.C. Goudsmit dan Mr. J.A.M.P. Keijser, leasing mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Sedangkan yang dimaksud dengan Return on Invescment Lease adalah suatu jenis Leasing dimana pembayaran cicilan oleh Lessee kepada Lessorhanya terhadap angsuran bunganya saja. Sementara hutang pokoknya baru dibayar setiap akhir tahun dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan Lessee. Menurut Mr. A.C. Goudsmit dan Mr. J.A.M.P. Keijser, leasing mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- Leasing merupakan suatu pembiayaan, baik pada finance lease maupun operating lease,
- Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda yang di-lease tersebut,
- Hak Milik benda yang di-lease ada pada lessor. Hal ini berdampak penting di bidang akuntansi seperti penyusunan di bidang hukum dalam hal pelaksanaan perjanjian leasing,
- Benda yang menjadi objek leasing adalah benda-benda yang digunakan dalam suatu perusahaan, yakni benda-benda yang diperlukan dalam menjalankan perusahaan.jadi tidak saja mesin –mesin yang hanya dapat digunakan untuk berproduksi akan tetapi bisa juga untuk komputer, dan kendaraan bermotor.
Posting Komentar untuk "Pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing), Dasar Hukum, Pihak Terkait dan Jenis-jenisnya"