Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja dan Efek Debu Terhadap Kesehatan Pekerja
Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Faktor-faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja (PAK) tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. faktor penyebab penyakit akibat kerja dapat dikelompokkan dalam 5 golongan, yaitu :
1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik. Suara bising bisa saja mengakibatkan ketulian pada manusia, atau temperatur suhu yang bisa saja mengakibatkan menyebabkan, Heat Cramp, Hyperpireksi, Heat Stroke, Milliaria,. Tangani hal-hal tersebut jika berada ditempat kerja misalnya untuk merdeam kebisingan dengan menggunakan earplug dan earmuff.
Baca juga : Proses Esterifikasi dalam Industri dan Cara Membuat Ester dari Alkohol dan Anhidrada Asam
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.
3. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur.
4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja.
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress
Penumpukan dan pergerakan debu pada saluran napas dapat menyebabkan peradangan jalan napas. Peradangan ini dapat mengakibatkan penyumbatan jalan napas, sehingga dapat menurunkan kapasitas paru. Dampak paparan debu yang terus menerus dapat menurunkan faal paru berupa obstruktif. Akibat penumpukan debu yang tinggi di paru dapat menyebabkan kelainan dan kerusakan paru. Penyakit akibat penumpukan debu pada paru disebut pneumoconiosis. Salah satu bentuk kelainan paru yang bersifat menetap adalah berkurangnya elastisitas paru, yang ditandai dengan penurunan pada kapasitas vital paru. Prevalensi yang tinggi kasus ini berkorelasi dengan biaya kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan untuk pengobatan dan rehabilitasi penderita. Untuk mengetahui secara dini, penegakan diagnosis kasus penurunan kapasitas paru harus dilakukan secara rutin, minimal setahun sekali dengan melakukan pengukuran kapasitas paru.
Efek yang ditimbulkan oleh debu terhdap kesehatan pekerja sangan bervariasi tergantung jenis, sifat kimia-fisika debu di lingkungan tempat kerja, seperti :
1. Silicosis, asbestosis pada beberapa kasus jantung ikut terpengaruh (corpulmonale), terutama jika fibrosis parah. Keracunan sistemik: hg, pb, mn, cd, be
2. Alergi : tepung, dan kayu
3. Bakteri
4. Iritasi pada hidung, tenggorokan karena asam, alkali, dan Cr
5. Kerusakan jaringan organ dalam yang disebabkan oleh zat radioaktif, Ra
6. Keracunan Beryllium: Biasanya parah, disebabkan oleh Be fumes dan Be terikat pada debu. Be-fluorida juga berbahaya.
7. Demam logam : merupakan penyakit akut, jangka pendek, disebabkan oleh Zn dan Mg dengan oksida logamnya. Gejala biasanya timbul 12 jam setelah eksposur dengan demam dan menggigil. Namun dapat sembuh dalam satu hari, bila pekerja kembali bekerja, maka kemungkinan besar ia takkan memperlihatkan keracunan lagi, tetapi apabila sudah lama tidak kena kontak dengan uap logam, maka penyakit akan berulang.
8. Alergi : terjadi pada orang yang peka terhadap zat kimia, makanan, obat. Reaksi dapat berupa asma, hay fever, hives. Eksposur dalam konsentrasi kecil mungkin tidak menimbulkan reaksi pada alergi, tetapi segera ia tidak kontak untuk jangka waktu cukup lama, maka ia akan bereaksi alergi bila terekspos.
9. Debu radioaktif: menimbulkan kerusakan organ internal
10. Debu pengganggu: yang tidak langsung menimbulkan masalah
Penyakit Akibat Kerja (PAK), menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja
World Health Organization (WHO) membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja :
1. Penyakit yang pekerjaan adalah salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab yang lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
2. Penyakit dimana pekerjaan tersebut memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma
Agar dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu maka perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Adapun pendekatan tersebut ditemukan 7 langkah sebagai pedoman :
1) Tentukan diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan kemudian dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak
2) Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
a) Penjelasan tentang semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara spesifik berdasarkan kronologi
b) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
c) Bahan yang diproduksi
d) Materi (bahan baku) yang digunakan
e) Jumlah pajanannya
f) Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
g) Pola waktu terjadinya gejala h) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
h) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)
3) Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika didalam kepustakaan terdapat dukungan, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
4) Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita tersebut hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi perlu untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
5) Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Perlu untuk mengetahui keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Perlu diketahui apakah pasien tersebut mempunyai riwayat kesehatan 13 (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.
6) Temukan beberapa atau adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat menjadi penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
7) Setelah 6 tahap tersebut buatlah keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.
Adapun penyakit yang ditimbulkan akibat debu ditempat kerja adalah :
Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh debu/asap/gas berbahaya yang terhisap oleh para pekerja di tempat pekerjaan mereka. Berbagai penyakit paru dapat terjadi akibat paparan zat seperti debu, serat dan gas yang timbul pada proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul tergantung pada jenis zat paparan. Namun, manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan penyakit paru lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu pneumo berarti paru dan konios berarti debu. Pneumokoniosis digunakan untuk menyatakan berbagai keadaan, yaitu 1. Kelainan yang terjadi akibat paparan debu silika (silikosis), asbes (asbestosis) dan timah (stannosis). 2. Kelainan yang terjadi akibat pekerjaan seperti pneumokoniosis batubara. 3. Kelainan yang ditimbulkan oleh debu organik, misalnya bissinosis. International Labour Organization (ILO) dewasa ini mendefinisikan pneumokoniosis sebagai suatu kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu dalam paru dan timbulnya reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Reaksi jaringan non kolagen terjadi bila reaksi stroma minimal dan terdiri dari serat retikulin. Sedangkan apabila terdapat jaringan parut yang menetap disebut reaksi lebih baik dibatasi pada kelainan reaksi non neoplasma akibat debu tanpa memasukkan penyakit bronkitis, asma dan emfisema walaupun kelainan itu dapat juga terjadi akibat inhalasi debu
Efek sistem pernapasan akibat paparan debu kayu termasuk penurunan kapasitas paru-paru dan reaksi alergi di paru-paru. Dua jenis reaksi alergi dapat terjadi di paru-paru: pneumonitis hipersensitif (peradangan pada dinding kantung udara dan saluran napas kecil) dan asma kerja. Penurunan kapasitas paru-paru disebabkan oleh mekanik atau kimia iritasi jaringan paru oleh debu. Hal ini menyebabkan iritasi saluran udara untuk mempersempit, mengurangi volume udara yang masuk kedalam paru-paru dan memproduksi sesak napas. Biasanya diperlukan waktu lama untuk melihat penurunan kapasitas paru-paru.
Studi menunjukkan bahwa pekerja pabrik terkena debu kayu lunak timbul dari cemara Douglas, hemlock barat, pohon cemara, balsam, dan alpine cemara telah mengurangi fungsi paru-paru. Dalam sebuah studi tahun 1995 yang melihat sebuah sekelompok pekerja penggergajian di Alberta dalam pengolahan dan merapikan pinus, pekerja yang merokok setidaknya tiga tahun dan terkena serbuk kayu lebih sangat dipengaruhi dari pekerja yang tidak merokok. Kondisi ini dapat memburuk selama seminggu kerja dan meningkat selama hari-hari seorang pekerja lepas. Selama jangka panjang, beberapa pekerja mungkin mengembangkan penurunan permanen fungsi paruparu (obstruktif kronis penyakit paru-paru).
Pneumonitis hipersensitif tampaknya dipicu ketika partikel kecil menembus dalam ke paru-paru di mana mereka memicu respon alergi. Partikel yang diketahui atau diduga menyebabkan kondisi ini termasuk jamur, bakteri, dan debu halus dari beberapa kayu keras tropis . Dampak awal dapat berkembang dalam beberapa jam atau setelah beberapa hari setelah terekspos dan sering bingung dengan flu atau gejala lain (sakit kepala, menggigil, berkeringat, mual, sesak napas, dan gejala demam). Sesak dada dan sesak napas sering terjadi dan dapat menjadi parah. Dengan paparan dalam jangka panjang dari waktu, kondisi ini dapat memperburuk, menyebabkan kerusakan permanen pada paru-paru. Dinding kantung udara menebal dan kaku, membuat pernapasan sulit.
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.
3. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur.
4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja.
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress
Efek Debu Terhadap Kesehatan Pekerja
Penumpukan dan pergerakan debu pada saluran napas dapat menyebabkan peradangan jalan napas. Peradangan ini dapat mengakibatkan penyumbatan jalan napas, sehingga dapat menurunkan kapasitas paru. Dampak paparan debu yang terus menerus dapat menurunkan faal paru berupa obstruktif. Akibat penumpukan debu yang tinggi di paru dapat menyebabkan kelainan dan kerusakan paru. Penyakit akibat penumpukan debu pada paru disebut pneumoconiosis. Salah satu bentuk kelainan paru yang bersifat menetap adalah berkurangnya elastisitas paru, yang ditandai dengan penurunan pada kapasitas vital paru. Prevalensi yang tinggi kasus ini berkorelasi dengan biaya kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan untuk pengobatan dan rehabilitasi penderita. Untuk mengetahui secara dini, penegakan diagnosis kasus penurunan kapasitas paru harus dilakukan secara rutin, minimal setahun sekali dengan melakukan pengukuran kapasitas paru.
Efek yang ditimbulkan oleh debu terhdap kesehatan pekerja sangan bervariasi tergantung jenis, sifat kimia-fisika debu di lingkungan tempat kerja, seperti :
1. Silicosis, asbestosis pada beberapa kasus jantung ikut terpengaruh (corpulmonale), terutama jika fibrosis parah. Keracunan sistemik: hg, pb, mn, cd, be
2. Alergi : tepung, dan kayu
3. Bakteri
4. Iritasi pada hidung, tenggorokan karena asam, alkali, dan Cr
5. Kerusakan jaringan organ dalam yang disebabkan oleh zat radioaktif, Ra
6. Keracunan Beryllium: Biasanya parah, disebabkan oleh Be fumes dan Be terikat pada debu. Be-fluorida juga berbahaya.
7. Demam logam : merupakan penyakit akut, jangka pendek, disebabkan oleh Zn dan Mg dengan oksida logamnya. Gejala biasanya timbul 12 jam setelah eksposur dengan demam dan menggigil. Namun dapat sembuh dalam satu hari, bila pekerja kembali bekerja, maka kemungkinan besar ia takkan memperlihatkan keracunan lagi, tetapi apabila sudah lama tidak kena kontak dengan uap logam, maka penyakit akan berulang.
8. Alergi : terjadi pada orang yang peka terhadap zat kimia, makanan, obat. Reaksi dapat berupa asma, hay fever, hives. Eksposur dalam konsentrasi kecil mungkin tidak menimbulkan reaksi pada alergi, tetapi segera ia tidak kontak untuk jangka waktu cukup lama, maka ia akan bereaksi alergi bila terekspos.
9. Debu radioaktif: menimbulkan kerusakan organ internal
10. Debu pengganggu: yang tidak langsung menimbulkan masalah
Penyakit Yang Ditimbulkan Akibat Debu Ditempat Kerja
Penyakit Akibat Kerja (PAK), menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja
World Health Organization (WHO) membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja :
- Penyakit yang penyebabnya hanya pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
- Penyakit yang penyebabnya salah satunya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.
1. Penyakit yang pekerjaan adalah salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab yang lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
2. Penyakit dimana pekerjaan tersebut memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma
Agar dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu maka perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Adapun pendekatan tersebut ditemukan 7 langkah sebagai pedoman :
1) Tentukan diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan kemudian dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak
2) Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
a) Penjelasan tentang semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara spesifik berdasarkan kronologi
b) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
c) Bahan yang diproduksi
d) Materi (bahan baku) yang digunakan
e) Jumlah pajanannya
f) Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
g) Pola waktu terjadinya gejala h) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
h) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)
3) Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika didalam kepustakaan terdapat dukungan, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
4) Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita tersebut hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi perlu untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
5) Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Perlu untuk mengetahui keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Perlu diketahui apakah pasien tersebut mempunyai riwayat kesehatan 13 (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.
6) Temukan beberapa atau adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat menjadi penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
7) Setelah 6 tahap tersebut buatlah keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.
Adapun penyakit yang ditimbulkan akibat debu ditempat kerja adalah :
- Penyakit paru kerja
Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh debu/asap/gas berbahaya yang terhisap oleh para pekerja di tempat pekerjaan mereka. Berbagai penyakit paru dapat terjadi akibat paparan zat seperti debu, serat dan gas yang timbul pada proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul tergantung pada jenis zat paparan. Namun, manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan penyakit paru lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan
- Pneumoconiosis
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu pneumo berarti paru dan konios berarti debu. Pneumokoniosis digunakan untuk menyatakan berbagai keadaan, yaitu 1. Kelainan yang terjadi akibat paparan debu silika (silikosis), asbes (asbestosis) dan timah (stannosis). 2. Kelainan yang terjadi akibat pekerjaan seperti pneumokoniosis batubara. 3. Kelainan yang ditimbulkan oleh debu organik, misalnya bissinosis. International Labour Organization (ILO) dewasa ini mendefinisikan pneumokoniosis sebagai suatu kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu dalam paru dan timbulnya reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Reaksi jaringan non kolagen terjadi bila reaksi stroma minimal dan terdiri dari serat retikulin. Sedangkan apabila terdapat jaringan parut yang menetap disebut reaksi lebih baik dibatasi pada kelainan reaksi non neoplasma akibat debu tanpa memasukkan penyakit bronkitis, asma dan emfisema walaupun kelainan itu dapat juga terjadi akibat inhalasi debu
- Pneumonitis hipersensitif
Efek sistem pernapasan akibat paparan debu kayu termasuk penurunan kapasitas paru-paru dan reaksi alergi di paru-paru. Dua jenis reaksi alergi dapat terjadi di paru-paru: pneumonitis hipersensitif (peradangan pada dinding kantung udara dan saluran napas kecil) dan asma kerja. Penurunan kapasitas paru-paru disebabkan oleh mekanik atau kimia iritasi jaringan paru oleh debu. Hal ini menyebabkan iritasi saluran udara untuk mempersempit, mengurangi volume udara yang masuk kedalam paru-paru dan memproduksi sesak napas. Biasanya diperlukan waktu lama untuk melihat penurunan kapasitas paru-paru.
Studi menunjukkan bahwa pekerja pabrik terkena debu kayu lunak timbul dari cemara Douglas, hemlock barat, pohon cemara, balsam, dan alpine cemara telah mengurangi fungsi paru-paru. Dalam sebuah studi tahun 1995 yang melihat sebuah sekelompok pekerja penggergajian di Alberta dalam pengolahan dan merapikan pinus, pekerja yang merokok setidaknya tiga tahun dan terkena serbuk kayu lebih sangat dipengaruhi dari pekerja yang tidak merokok. Kondisi ini dapat memburuk selama seminggu kerja dan meningkat selama hari-hari seorang pekerja lepas. Selama jangka panjang, beberapa pekerja mungkin mengembangkan penurunan permanen fungsi paruparu (obstruktif kronis penyakit paru-paru).
Pneumonitis hipersensitif tampaknya dipicu ketika partikel kecil menembus dalam ke paru-paru di mana mereka memicu respon alergi. Partikel yang diketahui atau diduga menyebabkan kondisi ini termasuk jamur, bakteri, dan debu halus dari beberapa kayu keras tropis . Dampak awal dapat berkembang dalam beberapa jam atau setelah beberapa hari setelah terekspos dan sering bingung dengan flu atau gejala lain (sakit kepala, menggigil, berkeringat, mual, sesak napas, dan gejala demam). Sesak dada dan sesak napas sering terjadi dan dapat menjadi parah. Dengan paparan dalam jangka panjang dari waktu, kondisi ini dapat memperburuk, menyebabkan kerusakan permanen pada paru-paru. Dinding kantung udara menebal dan kaku, membuat pernapasan sulit.
Baca juga : Patomekanisme Penyebab Gatal, Kemerahan dan Bersisik pada Lapisan Kulit
Beberapa penyakit yang telah diklasifikasikan sebagai pneumonitis hipersensitif termasuk penyakit “maple bark strippers disease” (penyakit bercak kulit maple), sequoiosis (dari menghirup debu redwood yang mengandung partikel jamur), “wood trimmers disease”, dan “wood pulp disease”. Penyakit ini disebabkan oleh kapang yang tumbuh di kayu bukan karena serbuk kayu itu sendiri. Spora jamur menyebar melalui udara ketika serpihan kayu dipindahkan, dipangkas, dan kulit kayu dilucuti.
Asma kerja adalah penyakit obstruksi saluran napas yang reversibel, disebabkan oleh rangsangan berbagai zat di lingkungan pekerjaan. Karakteristik penyakit ini ialah hanya mengenai sebagian dari mereka yang terpapar terhadap zat penyebab, penyakit muncul seringkali sesudah masa bebas gejala yang berlangsung antara beberapa bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini bervariasi pada tiap individu. Keluhan utama ialah mengi (wheezing) yang berhubungan dengan kerja.
Keadaan ini sangat khas pada individu yang atopik setelah bekerja 4 atau 5 tahun. Pada individu non atopik asma muncul beberapa tahun lebih lama dibandingkan yang atopik. Asma dapat muncul lebih awal bahkan beberapa minggu sesudah mulai bekerja terutama pada tempat yang mengandung zat paparan kuat seperti isosianat atau colophony. Gejala bervariasi tiap individu, kebanyakan penderita menunjukkan perbaikan pada akhir pekan dan waktu libur. Riwayat penyakit merupakan prosedur penting untuk menegakkan diagnosis. Faal paru menunjukkan tanda obstruksi yaitu penurunan VEP1 tetapi bersifat reversibel setelah pemberian bronkodilator. Foto toraks biasanya normal atau ada tanda hiperinflasi. Foto toraks berguna untuk membedakan dengan pneumonitis hipersensitif
Penyakit tersebut karena adanya inhalasi dan retensi debu yang mengandung kristalin silikon dioksida atau silika bebas (S1S2). Ada beberapa jenis pekerjaan yang berhubungan dengan silika penyakit ini dapat terjadi, seperti pada pekerja
a) Pekerja tambang logam dan batubara
b) Penggali terowongan untuk membuat jalan
c) Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan
d) Pembuat keramik dan batubara
e) Penuangan besi dan baja
f) Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan gelas.
g) Pembuat gigi enamel
h) Pabrik semen
Usaha untuk menegakkan diagnosis silikosis secara dini sangat penting, oleh karena penyakit dapat terus berlanjut meskipun paparan telah dihindari. Pada penderita silikosis insidens tuberkulosis lebih tinggi dari populasi umum.
Secara klinis terdapat 3 bentuk silikosis, yaitu silikosis akut, silikosis kronik dan silikosis terakselerasi.
Penyakit ini dapat timbul dalam beberapa minggu, bila seseorang terpapar silika dengan konsentrasi sangat tinggi. Perjalanan penyakit sangat khas, yaitu gejala sesaic napas yang progesif, demam, batuk dan penurunan berat badan se- telah paparan silika konsentrasi tingi dalam waktu relatif singkat. Lama paparan berkisar antara beberapa minggu sampai 4 atau 5 tahun. Kelainan faal paru yang timbul adalah restriksi berat dan hipoksemi disertai penurunan kapasitas di fusi. Pada foto toraks tampak fibrosis interstisial difus, fibrosis kemuclian berlanjut dan terdapat pada lobus tengah dan bawah membentuk djffuse ground glass appearance mirip edema paru.
Kelainan pada penyakit silicosis kronik ini mirip dengan pneumokoniosis pekerja tambang batubara, yaitu terdapat nodul yang biasanya dominan di lobus atas. Bentuk silikosis kronik paling sering ditemukan, terjadi setelah paparan 20 sampai 45 tahun oleh kadar debu yang relatif rendah. di paru biasanya kecil dan tanpa gejala atau minimal. Walaupun paparan tidak ada lagi, kelainan paru dapat menjadi progresif sehingga terjadi fibrosis yang masif.
Pada silikosis kronik yang sederhana, foto toraks menunjukkan nodul terutama di lobus atas dan mungkin disertai klasifikasi. Pada bentuk lanjut yang paling tepat masa yang besar yang tampak seperti sayap malaikat (angel's wing). Seringnya terjadi reaksi pleura pada lesi besar yang berbentuk padat. Kelenjar hilus biasanya membesar dan membentuk bayangan egg shell calcification. volume paru berkurang dan bronkus mengalami distorsi. Faal paw menunjukkan gangguan restriksi, obstruksi atau campuran. Kapasitas difusi dan komplians menurun. Timbul gejala sesak napas, biasa disertai batuk dan produksi sputum. Sesak awalnya terjadi pada saat beraktivitas, kemudian pada waktu istirahat dan akhirya timbul gagal kardiorespirasi.
Beberapa penyakit yang telah diklasifikasikan sebagai pneumonitis hipersensitif termasuk penyakit “maple bark strippers disease” (penyakit bercak kulit maple), sequoiosis (dari menghirup debu redwood yang mengandung partikel jamur), “wood trimmers disease”, dan “wood pulp disease”. Penyakit ini disebabkan oleh kapang yang tumbuh di kayu bukan karena serbuk kayu itu sendiri. Spora jamur menyebar melalui udara ketika serpihan kayu dipindahkan, dipangkas, dan kulit kayu dilucuti.
- Asma kerja
Asma kerja adalah penyakit obstruksi saluran napas yang reversibel, disebabkan oleh rangsangan berbagai zat di lingkungan pekerjaan. Karakteristik penyakit ini ialah hanya mengenai sebagian dari mereka yang terpapar terhadap zat penyebab, penyakit muncul seringkali sesudah masa bebas gejala yang berlangsung antara beberapa bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini bervariasi pada tiap individu. Keluhan utama ialah mengi (wheezing) yang berhubungan dengan kerja.
Keadaan ini sangat khas pada individu yang atopik setelah bekerja 4 atau 5 tahun. Pada individu non atopik asma muncul beberapa tahun lebih lama dibandingkan yang atopik. Asma dapat muncul lebih awal bahkan beberapa minggu sesudah mulai bekerja terutama pada tempat yang mengandung zat paparan kuat seperti isosianat atau colophony. Gejala bervariasi tiap individu, kebanyakan penderita menunjukkan perbaikan pada akhir pekan dan waktu libur. Riwayat penyakit merupakan prosedur penting untuk menegakkan diagnosis. Faal paru menunjukkan tanda obstruksi yaitu penurunan VEP1 tetapi bersifat reversibel setelah pemberian bronkodilator. Foto toraks biasanya normal atau ada tanda hiperinflasi. Foto toraks berguna untuk membedakan dengan pneumonitis hipersensitif
- Silicosis
Penyakit tersebut karena adanya inhalasi dan retensi debu yang mengandung kristalin silikon dioksida atau silika bebas (S1S2). Ada beberapa jenis pekerjaan yang berhubungan dengan silika penyakit ini dapat terjadi, seperti pada pekerja
a) Pekerja tambang logam dan batubara
b) Penggali terowongan untuk membuat jalan
c) Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan
d) Pembuat keramik dan batubara
e) Penuangan besi dan baja
f) Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan gelas.
g) Pembuat gigi enamel
h) Pabrik semen
Usaha untuk menegakkan diagnosis silikosis secara dini sangat penting, oleh karena penyakit dapat terus berlanjut meskipun paparan telah dihindari. Pada penderita silikosis insidens tuberkulosis lebih tinggi dari populasi umum.
Secara klinis terdapat 3 bentuk silikosis, yaitu silikosis akut, silikosis kronik dan silikosis terakselerasi.
- Silicosis akut
Penyakit ini dapat timbul dalam beberapa minggu, bila seseorang terpapar silika dengan konsentrasi sangat tinggi. Perjalanan penyakit sangat khas, yaitu gejala sesaic napas yang progesif, demam, batuk dan penurunan berat badan se- telah paparan silika konsentrasi tingi dalam waktu relatif singkat. Lama paparan berkisar antara beberapa minggu sampai 4 atau 5 tahun. Kelainan faal paru yang timbul adalah restriksi berat dan hipoksemi disertai penurunan kapasitas di fusi. Pada foto toraks tampak fibrosis interstisial difus, fibrosis kemuclian berlanjut dan terdapat pada lobus tengah dan bawah membentuk djffuse ground glass appearance mirip edema paru.
- Silicosis kronik
Kelainan pada penyakit silicosis kronik ini mirip dengan pneumokoniosis pekerja tambang batubara, yaitu terdapat nodul yang biasanya dominan di lobus atas. Bentuk silikosis kronik paling sering ditemukan, terjadi setelah paparan 20 sampai 45 tahun oleh kadar debu yang relatif rendah. di paru biasanya kecil dan tanpa gejala atau minimal. Walaupun paparan tidak ada lagi, kelainan paru dapat menjadi progresif sehingga terjadi fibrosis yang masif.
Pada silikosis kronik yang sederhana, foto toraks menunjukkan nodul terutama di lobus atas dan mungkin disertai klasifikasi. Pada bentuk lanjut yang paling tepat masa yang besar yang tampak seperti sayap malaikat (angel's wing). Seringnya terjadi reaksi pleura pada lesi besar yang berbentuk padat. Kelenjar hilus biasanya membesar dan membentuk bayangan egg shell calcification. volume paru berkurang dan bronkus mengalami distorsi. Faal paw menunjukkan gangguan restriksi, obstruksi atau campuran. Kapasitas difusi dan komplians menurun. Timbul gejala sesak napas, biasa disertai batuk dan produksi sputum. Sesak awalnya terjadi pada saat beraktivitas, kemudian pada waktu istirahat dan akhirya timbul gagal kardiorespirasi.
Baca juga : Stroke Iskemik Adalah : Pengertian, Konsep, Klasifikasi, Penyebab dan Gejala Klinis
Di pabrik semen di daerah Cibinong (1987) dan 176 pekerja yang diteliti ditemukan silikosis sebanyak 1,13% dan diduga silikosis 1 ,7% Pada tahun 1991 penelitian pada 200 pekerja pabrik semen ditemukan dugaan silikosis sebanyak 7%. Perbedaan angka tersebut diduga karena perbedaan kualitas foto toraks, dan kadar silika bebas dalam debu yang memapari pekerja.
Bentuk kelainan ini serupa dengan silikosis kronik, hanya perjalanan penyakit lebih cepat dari biasanya, menjadi fibrosis masif, sering terjadi infeksi mikobakterium tipikal atau atipik. Namun etelah paparan 10 tahun sering terjadi hipoksemi yang berakhir dengan gagal napas.
Penyakit ini terjadi akibat inhalasi debu asbes, menimbulkan penumokoniosis yang ditandai oleh fibrosis paru. Paparan dapat terjadi di therah industri dan tambang, juga bisa timbul pada daerah sekitar pabrik atau tambang yang udaranya terpolusi oleh debu asbes. Pekerja yang dapat terkena asbestosis adalah yang bekerja di t ambang, penggilingan, transportasi, pedagang, pekerja kapal dan pekerja penghancur asbes.
Pada stadium awal mungkin tidak ada gejala meskipun foto toraks menunjukkan gambaran asbestosis atau penebalan pleura. Gelaja utama adalah sesak napas yang pada awalnya terjadi pada waktu aktivitas. Pada stadium akhir gejala yang umum adalah sesak pada saat istirahat, batuk dan penurunan berat badan. Sesak napas terus memburuk meskipun penderita dijauhkan dari paparan asbes; 15 tahun sesudah awal penyakit biasanya terjadi korpulmonal dan kematian. Penderita sering mengalami infeksi saluran napas; keganasan pada brunkus, gastrointestinal dan pleura sering menjadi penyebab kematian.
Pada stadium awal pemeriksaan fisis tidak banyak menunjukkan kelainan, akibat fibrosis difus dapat terdengar ronki basah di lobus bawah bagian posterior. Bunyi ini makin jelas bila terjadi bronkiektasis akibat distorsi paw yang luas karena flbrosis. Jan tabuh ((clubbing) senng ditemukan pada asbestosis.
Perubahan pada foto toraks lebih jelas pada bagian tengah dan bawah paw, dapat berupa bercak difus atau bintik-bintik yang patht, bayangan jantung sering menjadi kabur. Diafagma dapat meninggi pada stadium lanjut karena paw mengecil. Penebalan pleura biasanya terjadi biral, terlihat di daerah tengah dan bawah terutama bila timbul kalsifikasi. Bila proses terlihat gambaran sarang tawon di lobus bawah. Mungkin ditemukan keganasan bronkus atau mesotelioma. Berbeda dengan penumokoniosis batubara dan silikosis yang penderitanya dapat mempunyai gejala sesak napas tanpa kelainan foto toraks.
Pada pemeriksaan faaal paru menunjukkan kelainan restriksi meskipun tidak ada gejala pada sebagian penderita terdapat kelainan obsiruksi. Kapasitas difusi dan komplians paru menurun, pada tahap lanjut terjadi hipoksemia.
Biopsi paru dianggap perlu pada kasus tertentu untuk menegakkan diagnosis. Biopsi paru transbronkial hendaklah dilakukan untuk mendapakatan jaringan paru. Pemeriksaan bronkoskopi juga berguna menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya karsinoma bronkus yang terdapat bersamaan.
Berbagai debu industri seperti debu yang berasal dari pembakaran arang batu, semen, keramik, besi, penghancuran logam dan batu, asbes dan silika dengan ukuran 3-10 mikron akan ditimbun di paru. Efek yang lama dali paparan ini menyebabkan paralisis silia, hipersekresi dan hipertrofi kelenjar mukus. Keadaan ini meyebabkan saluran napas rentan terhadap infeksi dan timbul gejala-gejala batuk menahun yang produktif. Pada pekerja tambang batubara bila paparan menghilang, gejal klinis dapat hilang. Pada pekerja yang berhubungan dengan tepung keadaanya Iebih kompleks. Berbagai komponen debu padi-padian (antigen padi-padian, jamur kumbang padi, tungau, endotoksin bakteri, antigen binatang, dan debu inert) berperan menimbulkan bronkitis.
Berbagai zat telah dipastikan sebagai penyebab terjadinya bronkitis industri sedangkan zat-zat lain kemungkinan besar atau diduga sebagai penyebab. Pada bronkitis industri atau bronkitis kronik foto toraks dapat normal, atau menunjukkan peningkat.an corakan bronkopulmoner terutama di lobus bawah.
Pada awal penyakit pemeriksaan faal paru tidak menunjukkan kelainan. Karena meningkatnya resistensi pemapasan, pada stadium lanjut terjadi obsiruksi saluran napas yang tepat menjadi ireversibel.
Apabila telah timbul obstruksi yang ireversibel, penyakit akan berjalan secara lambat dan progresif Pemeriksan faal paru berguna untuk menentukan tahap perjalanan penyakit, manfaat bronkodilator, perburtikan fungsi paru dan menentukan prognosis.
Di pabrik semen di daerah Cibinong (1987) dan 176 pekerja yang diteliti ditemukan silikosis sebanyak 1,13% dan diduga silikosis 1 ,7% Pada tahun 1991 penelitian pada 200 pekerja pabrik semen ditemukan dugaan silikosis sebanyak 7%. Perbedaan angka tersebut diduga karena perbedaan kualitas foto toraks, dan kadar silika bebas dalam debu yang memapari pekerja.
- Silikosis Terakselerasi
Bentuk kelainan ini serupa dengan silikosis kronik, hanya perjalanan penyakit lebih cepat dari biasanya, menjadi fibrosis masif, sering terjadi infeksi mikobakterium tipikal atau atipik. Namun etelah paparan 10 tahun sering terjadi hipoksemi yang berakhir dengan gagal napas.
- Asbestosis
Penyakit ini terjadi akibat inhalasi debu asbes, menimbulkan penumokoniosis yang ditandai oleh fibrosis paru. Paparan dapat terjadi di therah industri dan tambang, juga bisa timbul pada daerah sekitar pabrik atau tambang yang udaranya terpolusi oleh debu asbes. Pekerja yang dapat terkena asbestosis adalah yang bekerja di t ambang, penggilingan, transportasi, pedagang, pekerja kapal dan pekerja penghancur asbes.
Pada stadium awal mungkin tidak ada gejala meskipun foto toraks menunjukkan gambaran asbestosis atau penebalan pleura. Gelaja utama adalah sesak napas yang pada awalnya terjadi pada waktu aktivitas. Pada stadium akhir gejala yang umum adalah sesak pada saat istirahat, batuk dan penurunan berat badan. Sesak napas terus memburuk meskipun penderita dijauhkan dari paparan asbes; 15 tahun sesudah awal penyakit biasanya terjadi korpulmonal dan kematian. Penderita sering mengalami infeksi saluran napas; keganasan pada brunkus, gastrointestinal dan pleura sering menjadi penyebab kematian.
Pada stadium awal pemeriksaan fisis tidak banyak menunjukkan kelainan, akibat fibrosis difus dapat terdengar ronki basah di lobus bawah bagian posterior. Bunyi ini makin jelas bila terjadi bronkiektasis akibat distorsi paw yang luas karena flbrosis. Jan tabuh ((clubbing) senng ditemukan pada asbestosis.
Perubahan pada foto toraks lebih jelas pada bagian tengah dan bawah paw, dapat berupa bercak difus atau bintik-bintik yang patht, bayangan jantung sering menjadi kabur. Diafagma dapat meninggi pada stadium lanjut karena paw mengecil. Penebalan pleura biasanya terjadi biral, terlihat di daerah tengah dan bawah terutama bila timbul kalsifikasi. Bila proses terlihat gambaran sarang tawon di lobus bawah. Mungkin ditemukan keganasan bronkus atau mesotelioma. Berbeda dengan penumokoniosis batubara dan silikosis yang penderitanya dapat mempunyai gejala sesak napas tanpa kelainan foto toraks.
Pada pemeriksaan faaal paru menunjukkan kelainan restriksi meskipun tidak ada gejala pada sebagian penderita terdapat kelainan obsiruksi. Kapasitas difusi dan komplians paru menurun, pada tahap lanjut terjadi hipoksemia.
Biopsi paru dianggap perlu pada kasus tertentu untuk menegakkan diagnosis. Biopsi paru transbronkial hendaklah dilakukan untuk mendapakatan jaringan paru. Pemeriksaan bronkoskopi juga berguna menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya karsinoma bronkus yang terdapat bersamaan.
- Bronchitis industry
Berbagai debu industri seperti debu yang berasal dari pembakaran arang batu, semen, keramik, besi, penghancuran logam dan batu, asbes dan silika dengan ukuran 3-10 mikron akan ditimbun di paru. Efek yang lama dali paparan ini menyebabkan paralisis silia, hipersekresi dan hipertrofi kelenjar mukus. Keadaan ini meyebabkan saluran napas rentan terhadap infeksi dan timbul gejala-gejala batuk menahun yang produktif. Pada pekerja tambang batubara bila paparan menghilang, gejal klinis dapat hilang. Pada pekerja yang berhubungan dengan tepung keadaanya Iebih kompleks. Berbagai komponen debu padi-padian (antigen padi-padian, jamur kumbang padi, tungau, endotoksin bakteri, antigen binatang, dan debu inert) berperan menimbulkan bronkitis.
Berbagai zat telah dipastikan sebagai penyebab terjadinya bronkitis industri sedangkan zat-zat lain kemungkinan besar atau diduga sebagai penyebab. Pada bronkitis industri atau bronkitis kronik foto toraks dapat normal, atau menunjukkan peningkat.an corakan bronkopulmoner terutama di lobus bawah.
Pada awal penyakit pemeriksaan faal paru tidak menunjukkan kelainan. Karena meningkatnya resistensi pemapasan, pada stadium lanjut terjadi obsiruksi saluran napas yang tepat menjadi ireversibel.
Apabila telah timbul obstruksi yang ireversibel, penyakit akan berjalan secara lambat dan progresif Pemeriksan faal paru berguna untuk menentukan tahap perjalanan penyakit, manfaat bronkodilator, perburtikan fungsi paru dan menentukan prognosis.
Baca juga : Tanda dan Gejala Demensia serta Ciri-ciri Pasien Pengidap Penyakit ini
Pada penduduk yang tinggal di sekitar pabnk semen kekerapan bronkitis kronik jauh lebih tinggi dali penduduk yang tinggalnya jauh. Pada penduduk yang tinggalnya 25 km dari pabrik semen, terdapat kekerapan bronkitis kronik 14,66% pada laki-laki dan 23,46% pada perempuan. Pada daerah yang terletak 5 km dari pabrik didapatkan angka kekerapan penyakit ini 33,33% pada laki-laki dan 22,35% pada perempuan.
Pada penduduk yang tinggal di sekitar pabnk semen kekerapan bronkitis kronik jauh lebih tinggi dali penduduk yang tinggalnya jauh. Pada penduduk yang tinggalnya 25 km dari pabrik semen, terdapat kekerapan bronkitis kronik 14,66% pada laki-laki dan 23,46% pada perempuan. Pada daerah yang terletak 5 km dari pabrik didapatkan angka kekerapan penyakit ini 33,33% pada laki-laki dan 22,35% pada perempuan.
Posting Komentar untuk "Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja dan Efek Debu Terhadap Kesehatan Pekerja"